CYTT(Part 08) Janji di Antara Perpisahan

Happy reading (⁠。⁠•̀⁠ᴗ⁠-⁠)⁠✧

⋇⋆✦⋆⋇

Setelah semua urusan pengadopsian selesai, Neo dan Sienna kembali melanjutkan perjalanan mereka. Namun, Sienna dibuat bingung ketika Neo tiba-tiba membelokkan mobil ke arah sebuah restoran.

"Kita makan dulu," ujar Neo santai sambil membuka sabuk pengamannya. Ia keluar dari mobil, lalu berjalan ke sisi lain untuk membukakan pintu bagi Sienna.

Sienna turun dengan sedikit kebingungan, tapi sebelum sempat bertanya, matanya menangkap sesuatu. Sebuah mobil lain berhenti di belakang mereka. Dari dalamnya, Papa Neo keluar dengan ekspresi tenang, seolah memang sudah merencanakan semuanya.

Mengikuti arah pandangan Sienna, Neo pun kembali bersuara.

"Malam ini kita makan bareng dia. Nggak papa, kan?" tanyanya, menatap Sienna sejenak.

Sienna menoleh ke arahnya dan tersenyum kecil. "Nggak apa-apa dong. Lagian, kan, itu papa kamu. Bukan orang asing," jawabnya santai.

Neo hanya membalas dengan senyuman tipis, tetapi dalam hatinya, dia bergumam lirih. "Tapi sejak Mama meninggal, dia memang terasa seperti orang asing bagiku."

Melihat Papa Neo berjalan mendekat, Sienna langsung menyambutnya dengan senyum ramah, sementara Neo justru meraih tangannya dan menggenggamnya erat.

"Papa sudah reservasi tempat. Ayo masuk," ujar Papa Neo singkat, lalu melangkah lebih dulu menuju restoran.

Sienna dan Neo mengikuti dari belakang, suasana di antara mereka terasa sedikit kaku, setidaknya bagi Neo.

Begitu memasuki restoran, seorang pelayan segera menyambut mereka. Papa Neo berbicara singkat dengannya sebelum mereka diarahkan menuju ruangan yang telah dipesan.

Ternyata, Papa Neo telah memesan ruangan VIP. Saat mereka memasuki ruangan itu, mata Sienna langsung berbinar melihat desain interiornya yang elegan dan nyaman. Namun, kekagumannya segera teralihkan saat Neo tiba-tiba melepaskan genggamannya dan berjalan ke arah meja.

Di atas meja, tampak sebuah buket bunga yang cantik. Sienna menatapnya dengan bingung, terlebih ketika Neo mengambil buket itu dan membawanya ke arahnya.

Sienna berkedip beberapa kali, masih berusaha mencerna apa yang terjadi. Namun, senyum Neo yang terukir lembut di wajahnya membuat hatinya menghangat.

"Bunga yang cantik untuk pacar aku yang cantik," ucap Neo sambil menyodorkan buket itu.

Sienna tertegun. Seorang Neo yang biasanya cuek, anti-romantis, dan lebih sering pasif dalam hubungan mereka, kini justru menunjukkan sisi yang berbeda. Manis, penuh kejutan, dan perhatian.

Hatinya melonjak senang, tapi di sisi lain ada perasaan sedih yang sulit ia jelaskan. Kenapa justru sekarang, ketika mereka akan menjalani hubungan jarak jauh Neo mulai bersikap seperti ini?

Namun, Sienna tidak ingin merusak suasana dengan pikirannya sendiri. Dia tersenyum tulus, menerima buket itu dengan hati berbunga-bunga. "Thank you, sayang," ucapnya lembut.

Di sudut ruangan, Papa Neo yang menyaksikan interaksi mereka hanya tersenyum tipis. Manis, batinnya menilai.

Namun, momen romantis itu tak bertahan lama. Dua orang pramusaji datang membawa hidangan makan malam mereka, mengalihkan perhatian mereka dari satu sama lain ke aroma makanan yang menggugah selera.

Ketiganya menikmati makan malam layaknya sebuah keluarga. Meskipun tak ada kehangatan yang nyata di antara mereka,setidaknya dari luar pemandangan itu terlihat cukup harmonis.

Setelah selesai makan, mereka kembali ke mobil untuk melanjutkan perjalanan. Baru saja mobil mulai melaju, Neo tiba-tiba meminta Sienna mengambil sesuatu dari kursi belakang.

"Loh, kok ada paperbag? Perasaan tadi nggak ada," ujar Sienna heran, tetapi tetap mengambilnya.

"Iya, tadi pas kita lagi makan, anak buah dia yang naruh," jawab Neo santai, meskipun nadanya terdengar sedikit aneh.

Sienna terdiam sejenak. Dia paham betul kenapa Neo menyebutnya dia alih-alih Papa. Luka lama itu masih ada, meskipun tak diucapkan secara langsung.

Sienna hanya menghela napas pelan sebelum menyodorkan paper bag itu ke Neo. Namun, Neo justru menolaknya.

"Kamu buka, gih," ucapnya.

Sienna mengernyit, tapi menurut saja. Lagipula, Neo sedang menyetir, mungkin itulah alasannya menyuruhnya membuka paper bag tersebut.

Ketika membuka isi paper bag tersebut, matanya langsung membulat. Sebuah kotak perhiasan kecil tersimpan di dalamnya. Jantungnya berdebar saat menatap benda itu, lalu melirik Neo dengan ragu.

"Buka, sayang. Jangan lihatin aku," ujar Neo, masih fokus pada jalan.

Sienna perlahan membuka kotak perhiasan itu, dan matanya kembali membulat saat melihat isinya. Sebuah kalung dengan desain unik berbentuk garis zig-zag, menyerupai gelombang elektrokardiogram (EKG) atau detak jantung.

"Ini... buat aku?" tanyanya dengan suara pelan, hampir tidak percaya.

Neo menoleh sekilas, masih dengan ekspresi santainya. "Apa ada orang lain di sini selain kita?"

Sienna menggeleng pelan, masih tak bisa menyembunyikan keterkejutannya.

"Itu buat kamu," lanjut Neo. "Sebenarnya aku udah rencanain ini dari jauh-jauh hari. Aku mau kasih itu di anniversary kita yang ke-3 bulan depan. Tapi karena ada insiden ini, kayaknya aku nggak bisa kasih di hari itu. Jadi, aku kasih sekarang."

Penjelasan panjang lebar Neo membuat Sienna takjub sekaligus terharu. Tanpa berpikir panjang, ia langsung memeluk Neo, yang sontak membuat mobil sedikit oleng. Untungnya, Neo dengan sigap mengendalikan kemudinya kembali.

"Kamu manis banget..." bisiknya dengan suara bergetar.

"Jangan pergi, ya? Please. Aku nggak mau jauh dari kamu. Aku nggak mau kehilangan kamu. Cuma kamu yang aku punya sekarang."

Neo merasakan tubuh Sienna sedikit gemetar, pertanda bahwa ia tengah menangis. Dengan satu tangan yang bebas, ia merangkul Sienna, sementara tangan lainnya tetap fokus di kemudi.

"Hey, aku cuma pergi sebentar, bukan selamanya," ucapnya lembut, mencoba menenangkan. "Aku pergi bukan karena mau ninggalin kamu, tapi karena ini konsekuensi dari semua masalah yang aku buat."

Sienna hanya membalas dengan isakan kecil, menggenggam kalung itu erat seolah bisa menahannya agar Neo tidak pergi.

"Jangan sedih, sayang. Aku bakal balik ke kamu. Nggak peduli seberapa jauh, kamu tetap punya aku, dan aku tetap punya kamu."

"Tapi..." Neo terlihat ragu, seolah ada sesuatu yang ingin ia katakan tetapi tertahan di ujung lidahnya.

Sienna yang masih terisak, menatapnya dengan mata berkaca-kaca. "Tapi apa?" tanyanya tak sabar, suaranya bergetar di sela tangisnya.

Neo menghela napas pelan sebelum akhirnya berkata, "Aku harap kamu jaga hati buat aku. Jangan sampai ada yang coba masuk."

Sienna terdiam sejenak, mencerna kata-kata Neo. Ada ketakutan yang tersirat dalam suara laki-laki itu takut kehilangan, takut dilupakan.

Dengan suara lirih, Sienna menjawab, "Aku nggak akan kasih ruang buat siapa pun selain kamu, Neo."

Neo melirik Sienna sekilas, bibirnya tertarik dalam senyum tipis, seolah sedikit lega. Tapi di dalam hatinya, ia tahu, jarak akan selalu menjadi ujian bagi mereka berdua.

"Aku tahu dan aku percaya sama kamu," jawab Neo tanpa ragu. "Tapi bukan berarti aku nggak takut kehilangan. Ada bagian dari diri aku yang takut kamu bakal terbiasa tanpa aku. Jadi, jangan kasih alasan buat aku merasa begitu, ya?"

Sienna menundukkan kepala, menggigit bibirnya. "Aku juga merasakan hal yang sama," gumamnya pelan. "Aku takut kamu terbiasa tanpa aku. Dan aku takut... kamu ketemu cewek yang lebih cantik dari aku."

Neo yang awalnya serius langsung mendengus, setengah kesal, setengah geli. "Ya ampun, Sienna. Bisa-bisanya mikir kayak gitu."

Sienna mendongak dengan wajah cemberut. "Apa? Aku serius, loh!"

Neo menggeleng pelan, lalu tanpa ragu mengulurkan tangannya, meraih tangan Sienna dan menggenggamnya erat. "Dengerin aku," katanya, suaranya lebih lembut kali ini.

"Nggak ada yang bisa gantiin kamu. Nggak ada yang bisa bikin aku setenang ini selain kamu. Jadi, jangan khawatir. Aku tetap milik kamu, dan kamu tetap milik aku."

Sienna menatap Neo, mencari kejujuran dalam matanya. Lalu, perlahan, bibirnya tertarik dalam senyum kecil.

Meski hatinya masih berat, setidaknya kata-kata Neo cukup meyakinkannya. Setidaknya, untuk saat ini.

Mobil Neo perlahan memasuki area bandara, menandakan waktu mereka bersama semakin menipis. Obrolan yang mengalihkan pikiran mereka sepanjang perjalanan kini tak lagi bisa menutupi kenyataan bahwa sebentar lagi mereka harus berpisah.

Setelah memarkir mobilnya, Neo tetap duduk di kursi kemudi, enggan bergerak. Sienna bisa merasakan jantungnya berdetak lebih cepat, perasaan tak nyaman mulai menjalari hatinya.

"Aku serius, sayang," ujar Neo tiba-tiba, menoleh ke arahnya. "Hati kamu tetap harus landing di aku. Nggak boleh ke siapa-siapa!"

Sienna menatapnya, lalu tersenyum kecil. "Kamu juga harus lakuin itu, cuma aku!" sahutnya.

Neo mengangguk mantap tanpa ragu. Namun sebelum mereka bisa melanjutkan percakapan, ketukan di kaca mobil membuat mereka menoleh bersamaan. Papa Neo berdiri di luar dengan ekspresi tenangnya yang khas.

Neo hanya menurunkan kaca jendela tanpa berkata apa-apa. Sienna, yang sudah terbiasa dengan interaksi dingin di antara mereka, hanya bisa meringis kecil.

"Barang-barang kamu ada di bagasi Papa," ucap Papa Neo, suaranya datar seperti biasa. "Ambil dan kita urus keberangkatan kamu."

Tanpa menunggu respons, Papa Neo langsung melangkah masuk ke dalam bandara, meninggalkan mereka berdua. Neo akhirnya turun dari mobil, lalu membuka pintu untuk Sienna. "Ayo, bantuin aku bawa barang-barang," katanya.

Sienna mengikuti Neo menuju mobil papanya. Namun begitu bagasi terbuka, matanya langsung membulat kaget. Di antara koper-koper dan tas, ada boneka beruang besar yang hampir memenuhi ruang bagasi.

"Sayang?" Sienna menoleh ke Neo dengan ekspresi penuh tanda tanya. "Ini mau kamu bawa ke Swiss?" tanyanya polos.

Neo hanya merotasikan bola matanya malas. "Iya, siapa tahu ada cewek cantik yang mau menerimanya," jawabnya santai.

Sienna langsung menatapnya tajam. "Ih, kok gitu?! Kan masih ada aku, pacar kamu!" protesnya, kesal.

"Itu tahu," celetuk Neo cepat.

"Hah? Maksudnya?" Sienna mengerutkan kening.

Neo akhirnya menoleh dengan ekspresi gemas. "Itu buat kamu."

Sienna menatapnya dengan mata membesar. "Buat aku?" tanyanya sambil menunjuk dirinya sendiri.

Neo mengangguk, lalu mengambil boneka itu dan menyerahkannya ke Sienna. "Iya. Anggap aja boneka ini aku. Kalau kamu kangen atau sedih, kamu bisa peluk boneka ini. Tapi aku harap sih kamu nggak sering-sering sedih. Tapi kalau kangen, nggak apa-apa."

Sienna tersenyum haru, mendekap boneka itu erat. "Aku pasti bakal kangen," gumamnya pelan.

Neo menatapnya, ada kelembutan di matanya yang jarang ia tunjukkan. "Aku juga."

»»——⍟——««

Untuk ilustrasi visual, aku post di ig ya. Kalian bisa follow ig aku @nuna.leo_ atau akun tiktok aku @im.bambigirls, karena aku bakal post beberapa cuplikan adegan di sana. Oke thankyou semua!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!