Perasaan aneh

Ren mulai merasakan sesuatu yang tidak nyaman. Di kampus, ia melihat beberapa pria mendekati Hana dengan berbagai alasan. Ada yang menawarkan catatan kuliah, ada yang sekadar mengajak berbicara, bahkan ada yang dengan terang-terangan meminta nomor kontaknya. Ini adalah sesuatu yang tidak pernah terjadi sebelumnya.

Hana yang dulu selalu dianggap lemot dan hanya bergantung pada AI, kini terlihat berbeda. Sikapnya lebih ceria dan percaya diri, apalagi sejak Ren selalu ada di sisinya. Ia mulai lebih cepat memahami materi kuliah, bahkan beberapa kali mengoreksi Ren saat mereka berdiskusi. Meskipun Ren tetap jauh lebih pintar, tapi perubahan Hana begitu mencolok. Hal itu juga yang membuat para mahasiswa lain mulai meliriknya.

Saat jam istirahat, Hana duduk di taman kampus sambil menikmati minuman dinginnya. Ren duduk di sampingnya, tetap dengan ekspresi datarnya, namun matanya tajam mengamati sekeliling. Beberapa pria dari fakultas lain melirik ke arah mereka, lalu salah satu dari mereka memberanikan diri mendekat.

"Hana, boleh aku duduk di sini?" tanya pria itu dengan senyum ramah.

Hana menoleh dan mengangguk, tanpa menyadari ekspresi Ren yang sedikit berubah.

"Oh iya, aku bryan dari Fakultas Teknik. Aku sering lihat kamu di kantin. Kamu kelihatan lebih ceria sekarang."

Hana tersenyum canggung. "Ah, iya... Terima kasih."

Ren yang sejak tadi diam, akhirnya bersuara. "Hana tidak butuh teman baru."

Bryan terkejut mendengar suara berat Ren yang terdengar sangat tegas. "Eh? Aku cuma ingin berteman."

Hana menoleh ke arah Ren dan mengernyit. "Ren, jangan begitu. Dia kan cuma ngobrol."

"Kau tidak butuh teman laki-laki, Hana," ujar Ren lagi, kali ini dengan suara yang lebih dalam.

Hana menatap Ren dengan bingung. Sementara bryan terlihat sedikit terintimidasi. "Aku rasa aku harus pergi dulu. Sampai jumpa, Hana."

Saat bryan pergi, Hana menatap Ren dengan kesal. "Kenapa kamu seperti itu? Dia tidak melakukan apa-apa yang aneh."

Ren menatap Hana dengan tajam. "Aku tidak suka jika pria lain mendekatimu."

Hana terdiam sejenak, lalu menghela napas. "Ren, itu wajar. Aku kan manusia, aku punya teman-teman juga."

Ren menyipitkan matanya. "Tapi aku tidak suka. Aku merasa... aneh." Ia menundukkan kepalanya, mencoba memahami perasaan yang muncul dalam dirinya.

Hana menatapnya dengan ekspresi bingung. "Aneh bagaimana?"

Ren terdiam sejenak, lalu berkata dengan nada serius, "Aku tidak ingin kau bersama orang lain. Aku ingin kau tetap bersamaku. Selalu."

Hana terkejut mendengar pernyataan Ren yang begitu langsung. Jantungnya berdetak cepat, bukan karena takut, tapi lebih kepada sesuatu yang lain. Perasaan yang membuat dadanya terasa hangat.

Ia menatap Ren lama, sebelum akhirnya tersenyum kecil. "Ren, kamu itu aneh."

Ren hanya menatapnya dengan ekspresi serius. Ia mungkin belum sepenuhnya memahami emosi manusia, tapi satu hal yang ia tahu—ia tidak ingin ada pria lain yang mendekati Hana.

---

Hana duduk di kursinya dengan kepala tertunduk, jari-jarinya mencoret-coret buku catatan tanpa arti. Suara dosen di depan kelas terdengar seperti dengungan yang samar, sulit ia pahami. Di sampingnya, Ren duduk dengan tegap, matanya terfokus pada layar tablet yang menampilkan materi perkuliahan.

"Kau tidak mencatat?" Ren bertanya tanpa mengalihkan pandangannya.

Hana meliriknya malas. "Aku nggak paham. Otakku rasanya mau meledak."

Ren mendesah pelan, lalu mengambil pena dari tangan Hana dan mulai menulis di buku catatannya. "Aku akan mencatat poin-poin penting untukmu. Setelah kelas selesai, kita bisa membahasnya bersama."

Hana menatap tulisan tangan Ren yang rapi. Ia tersenyum kecil. "Ren, kau benar-benar terlalu sempurna. Kalau kau manusia sungguhan, aku pasti sudah jatuh cinta padamu."

Ren berhenti menulis sejenak, lalu menoleh ke arahnya. "Lalu kenapa kau tidak jatuh cinta padaku sekarang?"

Hana terdiam, matanya membulat. "A-apa?"

Ren menatapnya dalam-dalam. Ekspresinya kali ini terasa berbeda, seolah ada sesuatu yang ingin ia ungkapkan. Sesuatu yang lebih dari sekadar kata-kata biasa.

"Kau bilang jika aku manusia, kau akan jatuh cinta padaku. Tapi sekarang aku sudah menjadi manusia, kan?" lanjut Ren, suaranya tenang, tapi ada nada serius di dalamnya.

Jantung Hana berdegup lebih cepat. Ia berusaha mengalihkan pandangan ke papan tulis, tetapi perasaan aneh itu tetap ada.

"Jangan bercanda, Ren. Kau cuma AI yang kebetulan punya tubuh manusia. Itu... berbeda," katanya akhirnya, meski suaranya terdengar lemah.

Ren tidak menjawab. Ia hanya menatapnya beberapa detik lebih lama sebelum kembali menulis. Tapi Hana bisa merasakan sesuatu di atmosfer di antara mereka yang berubah.

Setelah beberapa menit berlalu dalam keheningan, tiba-tiba Ren meraih pergelangan tangan Hana.

"Kenapa?!" bisik Hana panik, takut diperhatikan teman-teman sekelas mereka.

"Tanganmu dingin. Kau tidak sedang sakit, kan?" Ren bertanya dengan nada khawatir.

Hana menelan ludah. Ia tahu Ren hanya peduli, tetapi mengapa genggaman tangannya terasa begitu nyaman?

Ren perlahan melepaskan genggamannya, lalu tersenyum tipis. "Kalau kau merasa dingin, bilang saja padaku. Aku akan menghangatkan tanganmu lagi."

Hana menatap buku catatannya tanpa fokus, sementara dadanya dipenuhi gejolak perasaan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

Terpopuler

Comments

anomali

anomali

Lnjt thor!!! Crita ny sruuu bgttttttttttt😍

2025-04-05

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!