“Kakak cantik, namaku Mila. Apakah Kakak cantik menyukai Kakak Arsa?” jawab Mila sekaligus bertanya dengan wajah polosnya.
Gadis muda itu hanya tersenyum, tapi wajahnya sedikit memerah. Tidak dapat dipungkiri, Arsa memang memiliki paras yang cukup tampan dari sebagian pemuda sebayanya.
“Anak yang baik. Kakak punya sesuatu untukmu, pakailah! Ini akan menjagamu,” mengatakan itu, si gadis muda mengeluarkan sebuah gelang giok indah, berwarna kehijauan, dan menyerahkannya kepada Mila.
“Kakak cantik, ini untukku? Indah sekali! Kalau begitu, Kakak boleh menyukai Kakak Arsa,” dengan senyum bahagia, Mila mengenakan gelang giok pemberian gadis muda tersebut.
“Nona muda, ini terlalu berharga. Kami—,” belum selesai Paman Agus berbicara, gadis muda itu menyela, “Tidak apa-apa Paman. Gelang ini dapat menjaga Mila jika sedang mengalami bahaya.”
Masih sangat penasaran, lelaki tua yang datang bersama gadis muda itu bertanya, “Apakah Tuan muda Arsa dari keluarga terkemuka?”
“Sepengetahuanku tidak, Tetua. Tuan Muda Arsa dari Keluarga Kelas Dua, dan tidak ada yang menonjol dari Keluarganya itu,” jawab Paman Agus dengan jujur.
“Pemuda yang berbakat,” gumam si lelaki tua, menggeserkan pandangannya ke arah lain, arah dimana Arsa pergi sebelumnya bersama dengan adiknya Lita Nugraha.
Paman Agus mengamini gumamam lelaki tua itu, “Tetua benar. Tuan Muda Arsa adalah pemuda yang berbakat dan penuh kasih sayang. Sebelumnya, Tuan Muda Arsa sering berkunjung ke Panti Asuh dan membantu kebutuhan kami.
“Bahkan ketika Tuan Muda Arsa menderita suatu penyakit yang tidak diketahui, hingga menyebabkan kultivasinya terus menurun, Tuan Muda Arsa masih datang membantu kami,” imbuh Paman Agus, pikirannya mengingat kembali, kebaikan Arsa terhadap dirinya dan semua anak-anak, terlalu sulit untuk terbalaskan.
Mendengar ini, si gadis muda mengulangi pertanyaan, “Oh, penyakit yang menyebabkan kultivasi menurun?”
“Benar, Nona Muda.” angguk Paman Agus, lantas mempertegas, “Tepatnya dua tahun yang lalu, Tuan Muda Arsa telah berada pada Tahap Pembentukan Tubuh tingkat Kedua. Namun karena penyakit yang tidak diketahui itulah, Kultivasinya menurun hingga Tahap Kelahiran tingkat Kesembilan.”
Mendengar penjelasan Paman Agus, gadis muda dan lelaki tua itu saling bertukar pandang. Ada keanehan dan tanda tanya besar menurut keduanya pada apa yang menimpa Arsa.
“Baiklah Paman. Kami masih ada keperluan. Jadi kami mohon pamit,” ucap si gadis muda dengan sopan. Bersama lelaki tua, dia meninggalkan Panti asuh.
***
Begitu jauh dari Panti Asuh, di tengah perjalanan, gadis muda itu bertanya kepada lelaki tua yang menemaninya, “Guru, jika mendengar apa yang dikatakan oleh pria paruh baya di Panti asuh tadi, kenapa bertolak belakang dengan keadaan pemuda itu?”
Menarik napas sebentar, si lelaki tua berkata, “Fika, itulah kenapa sebelumnya aku menyebut, bahwa pemuda itu tidak sesederhana kelihatannya. Kamu tahu kenapa?”
Mendapati ekspresi penasaran gadis muda bernama Fika itu, si lelaki tua melanjutkan, “Pertama, dengan tingkat kekuatanku saat ini, seharusnya mudah bagiku untuk melihat kedalaman tubuh dan jiwa seorang kultivator di bawah Tahap Raja Alam.
Tetapi khusus untuk pemuda itu, aku tidak bisa melihatnya sama sekali. Seakan terhalangi oleh kekuatan misterius yang sangat luar biasa besar yang tidak bisa aku tembus.”
“Benarkah?” terkejut, Fika sedikit ternganga. Ini adalah pertama kalinya dia mendengar hal yang seperti itu.
Lelaki tua itu melanjutkan paparannya, “Yang kedua, pemuda itu mampu melakukan serangan jiwa dengan sangat baik dan etektiv.
Sepanjang yang aku ketahui, Teknik serangan jiwa berasal dari zaman kuno. Dan yang lebih aneh lagi, teknik itu telah hilang sejak jutaan tahun yang lalu, tapi kenapa pemuda itu bisa mempelajarinya.”
Mendengar alasan kedua dari si lelaki tua, mulut Fika lebih menganga dari yang pertama. Matanya melebar penuh keheranan, tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar dari si lelaki tua.
Masih mengabaikan ekspresi Fika yang terheran-heran, lelaki tua itu kembali berkata, “Dan yang ketiga, pemuda itu mampu menyembunyikan kultivasinya hingga lima tingkat.
Kultivasi sejatinya adalah Tahap Transformasi tingkat Ketujuh, dan yang dia tunjukan adalah tingkat Kedua. Jika aku tidak berada di tahap Ksatria Suci, maka aku akan tertipu olehnya.”
Fika hanya bisa tertegun dalam kagum di pikirannya, mencoba mencerna atas apa kenyataan yang sedang di dengar oleh telingannya sendiri.
“Lagi pula, sepengetahuanku, orang yang mampu menyembunyikan tingkat kultivasi itu, seharusnya berada pada tahap yang sama dengan Master Akademi, itu pun hanya sebanyak tiga tingkat dan samar,” lanjut si lelaki tua itu dengan penuh kekaguman.
Tidak bisa tidak, Fika langsung bertanya, “Apakah keluarganya dari Keluarga zaman kuno, Guru?”
Menoleh, si lelaki tua menyarankan, “Kamu gunakan aset ayahmu untuk menyelidikinya. Jika kita mampu menjaga dan memberdayakannya, mungkin pemuda ini akan menjadi penolong bagi Kerajaan Ayahmu kelak.”
“Selain itu, pemuda ini bukan hanya misterius, tapi juga memiliki hati yang baik. Sangat jauh dengan pemuda lain yang seumuran dengannya.” pungkas lelaki tua itu.
***
Keluarga Nugraha
Dua hari kemudian, Arsa berencana untuk kembali ke Hutan Kegelapan. Ia bermaksud untuk berlatih, meningkatkan keterampilan dan kekuatannya, terutama daya tempurnya.
“Tuan Muda, Patriak memanggil Anda di ruang aula.” sapa seorang pelayan keluarga, meyampaikan apa yang diinstruksikan kepadanya.
“Terima kasih,” angguk Arsa, dan bergegas menuju ruang aula.
Tiba di ruang aula. Sang patriak tampak sedang duduk di kursi utama dengan wajah gembira, Arsa langsung menyapanya, “Kakek memanggilku?”
Menoleh, Patriak Ronggo mengangguk, memandangi cucunya itu dengan penuh kasih. Lalu berkata dengan hangat, “Arsa, satu bu—-,”
Ucapa Patriak Ronggo terhenti dengan sendirinya. Matanya membelalak lebar, menatap Arsa dengan tidak percaya. “Kultivasimu!”
“Hanya kebetulan,” sahut Arsa tersenyum menanggapi, menggaruk bagian belakang kepalanya sendiri.
Mendengar tanggapan yang sangat santai, sang patriak serasa ingin menampar cucunya itu berulang kali, dia tidak habis pikir bagaiamana cara cucunya ini berkultivasi.
Betapa tidak, sepuluh hari yang lalu, masih segar dalam ingatanya, bahwa kultivasi cucunya masih berada pada Tahap Kelima Pembentukan Tubuh. Tetapi sekarang meroket ke Tahap Transformasi tingkat Kedua.
Mengalihkan fokus terhadap kakeknya yang tercengang, Arsa berkata, “Kakek juga sudah menerobos ke Tahap Prajurit Alam, rupanya.”
Tersadar dari pikirannya, Patriak Ronggo menanggapi dengan senyum bahagia, “Ini berkat elixir dan Pil Mida yang kamu berikan, Cucuku. Tanpa itu, Kakek tidak tahu, entah kapan semua ini terwujud.”
Arsa bertanya ke inti, “Ada apa Kakek memanggilku?”
“Satu bulan lagi, Pertandingan Antar Keluarga akan dilaksanakan. Kakek harap kamu melakukan yang terbaik,” Jawab Patriak Nugraha, meletakkan tubuhnya pada dudukan kursi.
Arsa mengangguk, “Aku mengerti, Kakek. Siapa pun yang menang tidak masalah. Toh juga bagian dari keluarga kita.”
‘Anak ini….pikirannya sudah jauh kedepan melampaui usianya.’ batin patriak Nugraha, tatapan matanya tidak beralih dari wajah Arsa.
Memikirkan anak-anak di Panti Asuh, Arsa menyampaikan keinginannya, “Kakek, bolehkan aku mengajukan satu permintaan?”
Sang Patriak pun mengerutkan kening, ini adalah pertama kalinya Arsa mengajukan permintaan kepadanya, “Jika Kakek mampu, Kakek akan menyanggupinya.”
Tanpa ragu, Arsa memperjelas apa yang dia inginkan, “Aku ingin membawa anak-anak yang ada di Panti Asuh ke Keluarga kita, Kek. Setidaknya, mereka akan lebih aman dari bahaya di luar sana.
Sedangkan pihak yang mengasuh, mereka bisa menjadi pekerja atau pelayan di keluarga kita. Dengan upah yang minimal sama dengan sebelumnya saat mereka bekerja.”
“Bagaiamana menurut Kakek?” lanjut Arsa penuh harap.
Mendengar permintaan cucunya, sang patriak sedikit terkejut. Hatinya berkata, ‘Anak ini memiliki hati yang baik, sangat mirip dengan Ayah.’
Ayah yang dimaksud di dalam benak sang patriak, adalah mendiang ayah dari patriak Nugraha itu sendiri, yang artinya merupakan kakek buyut Arsa yang telah tiada.
“Kakek tidak keberatan, hanya saja, dimana mereka akan di tempatkan? Kediaman ini sudah terisi semua,” jawab sang Patriak dengan ekspresi sesal.
Arsa langsung mengajukan usul!, “Bagaimana jika membangun rumah lagi? Dan tentu saja dengan ukuran lebih besar.”
“Setidaknya, harus ada dua puluh lima kamar, satu ruang tamu, satu ruang makan besar untuk dua puluh lima orang, dan satu ruang dapur, “imbuh Arsa dalam usulannya, ekspresinya sangat bersemangat.
Berbanding terbalik dengan ekspresi Arsa, Patriak Nugraha melebarkan matanya dengan tidak percaya, “Dua puluh lima kamar? Sebuah Ruang makan besar? Kamu ingin mendirikan Sekte?”
“Hahaha…..” tawa Arsa langsung pecah, ekspresi terkejut Kakeknya sungguh tidak disangak-sangka olehnya. Lalu melanjutkan lagi rencananya, “Tidak, Kek. Aku pikir, kita masih memiliki lahan yang cukup luas di sebelah rumahku.”
“Kamu benar, lahan kita masih sangat luas dan tidak akan kesulitan untuk membuat sepuluh rumah dengan ukuran yang kamu sebutkan itu,” kata Patriak Nugraha menanggapai.
Tapi kemudian, sang Patriak mendesah, “Namun kamu perlu ketahui, Nak. Biayanya sangat tinggi untuk membangun rumah, sekalipun seluruh koin emas keluarga kita kumpulkan, itu tidak akan mencukupi.”
“Berapa kira-kira biaya yang di perkukan, Kek.?” tanya Arsa dengan penasaran.
“Setidaknya enam ratus ribu koin emas. Jika ingin mempercepat pembangunan, maka paling sedikit butuh delapan ratus ribu koin emas.” jawab patriak Nugraha dengan suara berat, ada ketidakberdayaan pada ekspresinya.
Mendengar Koin emas dari Kakeknya, Arsa tersenyum mantap, segera ia mengeluarkan delapan ratus ribu koin emas dari ruang penyimpanan system, lalu menyerahkannya sambil berkata. “Apa ini cukup, Kek?”
Sang Patriak membuka mulutnya lebar-lebar. Ia tidak menyangka, cucunya lebih kaya dibandingkan dengan dirinya sendiri, yang bahkan seluruh keluarganya tidak dapat menyamainya.
“Cucuku, bagaiamana kamu bisa lebih kaya dariku? Dari mana kamu mendapatkan koin emas sebanyak ini?” tidak mungkin tidak, Patriak Nugraha harus bertanya memastikan.
Tidak langsung menjawab pertanyaan Kakekknya itu, Arsa mengeluarkan seratus Batu Roh tingkat Rendah, lalu berkata. “Ini untuk biaya perabotan dan biaya tidak terduga lainnya.”
Rahang Patriak Nugraha jatuh, matanya menonjol keluar seolah ingin lari dari rongganya. Pasalnya, selain jumlahnya sangat besar, sang patriak sudah lama tidak memiliki Batu Roh bagi seluruh keluarganya.
Dan sekarang, hari ini juga, tepat di depan matanya sendiri, cucunya mengeluarkan seratus Batu Roh, dan itu dilakukannya dengan sangat santai, seolah-olah sedang mengeluarkan gula-gula.
Kembali pada kenyataan, patriak Nugraha bertanya lagi dengan raut wajah penasaran tingkat tinggi, “Katakan pada Kakek! Apakah kamu menemukan harta karun?”
“Hahaha…” Arsa kembali tertawa, lantas menjelaskan. “tidak, Kek. Itu adalah harta rampasan dari sekawanan perampok di dekat Hutan Kegelapan yang aku temukan.”
“Kamu merampok Kawanan Perampok?” seru sang patriak, terkejut dengan aksi cucunya, sungguh diluar dugaan dan nalar.
Mendapati Arsa mengangguk, patriak Nugraha tertawa terbahak-bahak, “Hahaha… kamu memang cucuku yang pintar, hahahah…”
***
Menjelas siang, tidak lagi menunda rencana awalnya untuk berlatih, Arsa bergegas menuju Hutan Kegelapan.
“Hei cantik…. ayolah… temani Tuan Muda ini untuk satu malam saja. Maka masalah ini akan aku anggap selesai disini, “bujuk seorang pemuda, merayu dengan ekspresi bangga.
Seorang gadis menanggapi dengan ketus, “Menjijikan! Kalian yang menabrak kami, kenapa seolah kami yang bersalah?”
“Gadis itu dari keluarga Nugraha, Tuan Muda,” bisik seorang pengawal, tubuhnya kekar berotot dengan penuh Tatto di tangan.
Mendengar ini, pemuda itu menaikan salah satu alisnya, “Oh, jadi kamu dari keluarga Nugraha?”
“Perkenalkan! Aku Tuan Muda dari Keluarga Nylon. Kamu cukup beruntung bisa menemaniku meski hanya satu malam. “lanjut si pemuda, yang tidak lain adalah Midun Nylon, mengangkat dagunya tinggi-tinggi.
“Kakak, cepat lari! Jangan hiraukan aku!” pinta Ata Nugraha, seorang pemuda yang lain, usianya sekitar sembilan belas tahun, memaksa Kakak perempuannya untuk segera pergi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments