PART 3: PELARIAN

Pelarian. Memang sulit untuk berada di posisi ini. Tidak banyak yang bertahan. Banyak yang menyerah karena tidak sanggup memenuhi keinginan orang yang menjadikannya pelarian. Apalagi jika sudah tau ia akan dijadikan sebagai pelampiasan. Rasanya lebih baik tidak tau saja.

Hal itu disebabkan terlalu banyak berharap dan memandang orang yang disukainya sebagai orang yang benar dan baik. Hingga, bila dia diperlakukan sebagai pelampiasan, yang muncul adalah kekecewaan.

Bagi siapa saja yang sanggup bertahan di posisi ini hingga titik jenuh si pelaku, maka ia bisa dikatakan orang hebat.

Lyra. Cewek ini baru kemarin menerima pernyataan Ethan. Dan hari ini Ethan malah menyuruhnya ini itu dan sebagainya. Lyra jadi heran, apa biasanya Khansa diperlakukan seperti ini oleh Ethan. Seakan-akan Ethan itu tidak bisa melakukan hal sekecil apapun sendiri.

Ia menghela napas sambil duduk di atas kursinya. Rasanya lelah sekali mau menghabiskan waktu dengan Ethan berdua. Padahal, Ethan tinggal menganggapnya tidak ada juga boleh. Asal tidak putus saja.

Untuk Lyra, Ethan itu adalah cowok terbaik. Jika dibilang Lyra bodoh juga terserah. Memang dia bodoh jika mau dimanfaatkan. Tapi, Ethan itu orang yang dia cintai hampir setahun. Lalu, memangnya kalian pikir ia tidak bisa membalikkan keadaan?

Dia tidak sebodoh itu.

Lyra menoleh kala merasa ada seseorang yang memegang bahunya. Matanya membulat sebab menemukan orang yang tidak disangkanya akan menyapa.

"Hai, Lyra 'kan?" Tanyanya.

Lyra mengangguk sambil meneguk ludah diam-diam. Untuk apa Khansa datang dan duduk di sebelahnya? Apa Khansa mau memberinya pelajaran? Ya ampun, Lyra belum pernah terpikir cara menghadapi Khansa.

"Lo suka sama Ethan, kan?" Tebak Khansa.

Tepat.

Senyuman mengembang di bibirnya. "Gue tau dan gue dukung lo. Jadi, jangan takut." Lanjutnya membuat Lyra melongo.

Hah?

"Mm... Maksudnya?" Lyra masih belum percaya dengan apa yang didengarnya. Masa sih, Khansa merestui hubungan mereka? Bercanda, ya?

"I-iya... Gue dukung. Emangnya, aneh ya?" Tanya Khansa kembali, risih dengan sikap Lyra tersebut. Namun, ia berusaha untuk tetap tenang. Tidak meletus bagai gunung merapi seperti sebelum-sebelumnya. Bagaimanapun, cuma cewek ini yang berpotensi sebagai calon pacar sungguhan Ethan. Jadi, ia harus bersikap baik dan tenang agar gadis ini tidak takut padanya. Hitung-hitung juga latihan jadi ramah.

Lyra melebarkan senyumnya sambil mengangguk. Reaksi yang tidak dapat diduga Khansa. "Aneh. Kayaknya, mustahil Khansa yang ini bisa ngomong sama orang lain selain Ethan." Akunya.

Awalnya, Khansa terdiam mendengar pengakuan Lyra. Benar. Ia tidak pernah bergaul dengan siapapun selain Ethan. Jadi, tidak heran Lyra terlihat bingung mau menanggapi bicaranya. Yah, mungkin segan.

Mengingat hal itu, Khansa jadi tertawa kecil. Tidak menyangka bahwa yang sedang dipikirkan Lyra itu dirinya, bukan Ethan yang sedang jadi topik pembicaraan."Nggak. Gue dengan Ethan sedang marahan karena--"

"Ups. Gue udah tau." Lyra menutup mulutnya seakan tidak sengaja mengetahui hal tersebut.

Khansa tidak terkejut. Ia sudah tau kebiasaan Lyra yang mirip seperti penguntit atau stalker itu. Ia sudah tau segalanya tentang Lyra. Bukan karena ia mau tau atau sudah mencaritau. Tapi, ia memang sudah tau sejak awal. Hanya saja Khansa diam. Toh, Lyra tidak mengganggu Ethan.

Itu juga menjadi salah satu sebabnya Khansa mendukung Lyra. "Gue tau lo yang paling ngerti Ethan selain gue. Jadi, selama gue nggak ada di samping Ethan, tolong jaga dia, ya?" Pintanya.

Lyra mengangguk. Ia mengerti dan ia sudah tau bahwa cinta yang ada di dalam hati Khansa itu hanya cinta sebagai seorang sahabat pada Ethan. Bukan cinta terhadap lawan jenis.

"Gue juga udah tau kalian pacaran. Walau Ethan cuma nganggep lo sebagai pelampiasan. Tapi, gue berharap banget lo bakal bertahan dengan sikap Ethan yang super-duper-ekstra nyebelin dan ngeselin itu." Katanya dengan berapi-api.

Khansa meraih tangan Lyra. "Lo harus buktiin sama dia, kalau nggak semua cewek itu rendahan. Lo harus jadi bukti kalau cewek itu nggak lemah. Dan nggak semua orang itu bakal ngecewain. Karena, dia harus berubah, Lyr. Dan cuma lo yang bisa." Yakin Khansa.

Lyra akui. Dia agak kagum dengan kata-kata Khansa. Apalagi, di setiap kata yang Khansa ucapkan itu penuh dengan makna mendalam untuk Ethan. Sekarang, Lyra mengerti kenapa Ethan sangat mencintai gadis ini.

Lyra mengangguk. "Makasih. Gue juga percaya lo bisa berubah."

Khansa tersenyum dan untuk pertama kalinya ia tertawa selepas itu. Membuat semua fokus dikelas jadi teralihkan pada Khansa. Suara tawa Khansa itu sungguh terdengar renyah dan lembut. Melihat siapa lawan bicaranya, anggapan orang jadi bingung.

Nggak salah liat? Lyra si Ansos itu? Impossible.

"Lo juga. Pasti bisa berubah."

Lyra menggaruk tengkuk lehernya salah tingkah. Benar saja, kata-katanya malah berbalik. "Iya," Tanggapnya. Kemudian, otaknya mulai mencari topik. "Ehmm... Lo mau kemana memang? Kok titip Ethan sama gue?"

Khansa menggeleng. "Nggak kemana-mana, kok. Cuma, untuk beberapa saat ini gue nggak bisa dekat dengan dia. Katanya, dia butuh jarak. Dan sampai ujian kenaikan kelas nanti, gue nggak bisa sapa dia." Jelas Khansa.

"Kenapa?"

"Ya biar dia kapoklah! Tu anak kalo nggak dikasih pelajaran, ya nggak bakal belajar." Katanya gemas. "Walaupun, gue nggak bisa marah lama-lama sama dia. Gue juga mau belajar lebih ramah juga. Kalo dia terus dekat sama gue, gue pasti nggak bakal dapat temen. Dan meski lo juga Ansos, gue harap kalian dapat banyak teman."

Kalimat terakhir Khansa membuat hati Lyra tertohok. Lyra baru sadar bahwa ia dan Ethan punya satu kesamaan, yaitu Ansos. Tapi, Lyra baru tersadar akan satu hal.

"Kenapa lo tiba-tiba mau dapat temen baru?" Tanya Lyra penasaran.

"Oh, karena gue pengen dapat temen aja. Tenang, gue nggak segitunya juga sampai bosen sama temen lama malah cari baru." Kata Khansa menyadari tatapan tanya Lyra. "Sebenernya, udah lama gue pengen temenan sama yang lain. Tapi, sikap overprotective Ethan itu selalu berhasil narik gue. Baru noleh dikit, dia udah mencak-mencak. Gue juga heran, tante sama om dulu nggak ngasih perhatian, ya sampai-sampai Ethan selalu minta diperhatiin? Gue rasa, nggak kok."

"Ethan itu orangnya posessive banget sama apa yang dia punya. Termasuk gue. Apalagi sama dua hamster-nya, beuh, kalau gue cubit dikit karena gemes, dia pasti bakal nabok gue. Masa iya, lebih pentingan hamster daripada sahabatnya? Kan gak masuk akal." Katanya kesal.

Kini, gantian, Lyra yang malah tertawa renyah. Membuat reaksi semua orang jadi tambah bingung. Sebenarnya, ada apa diantara dua orang ini? Kok bisa tertawa selepas itu padahal keduanya jarang sekali tertawa selain pada orang tertentu.

Lonceng masuk terdengar. Tak disangka waktu berjalan begitu cepat sampai tak terasa jam istirahat sudah usai.

"Kalau lo mau tau lebih banyak tentang Ethan, lo boleh kok nanya ke gue. Gue akan selalu ada buat lo kalau mau nanya tentang dia. Kalau lo mau curhat tentang dia juga boleh. Apalagi kalau udah keterlaluan, gue izinin lo gampar dia pake apapun yang berat. Biar tau rasa." Katanya masih jengkel mengingat sikap Ethan.

Lyra tertawa dan mengangguk ketika Khansa berdiri hendak pergi menuju kursinya sendiri. Namun, baru beberapa langkah, Khansa berbalik lagi dan berbisik di telinganya.

"Lo mau nggak jadi temen pertama gue?" Tanyanya sambil berbisik.

Lyra mengeryit. "Ethan?"

"Ethan itu sahabat gue. Lo temen gue. Kalau nanti udah jadi pacar beneran, baru nanti naik pangkat jadi sahabat gue. Oke?" Katanya ramah. Seakan yang didepan Lyra saat ini bukanlah Khansa yang kemarin ia lihat.

Dan kalau mereka sudah jadi teman, otomatis Khansa akan menjadi teman pertama Lyra juga. Cinta pertama Ethan dan sahabat Ethan juga. Namun, Lyra kira itu tidak terlalu buruk. Bukankah kalau mencintai seseorang juga harus mencintai sekeliling orang tersebut? Berarti, itu termasuk Khansa juga, kan? Dengan begitu, Lyra bisa leluasa mengetahui tentang Ethan.

Lyra menunduk malu. Baru kali ini ada yang mengajaknya berteman. "B-boleh, kalau nggak keberatan."

"Hahaha... Masa keberatan? Cungkring gini,"  Ejek Khansa sambil mengangkat pergelangan tangan Lyra yang tampak kurus itu.

"Iiihh!! Apaan deh, Khansa!" Kesalnya.

Khansa hanya tertawa dan mengabaikan pandangan semua orang terhadap mereka. Baginya, wajah Lyra yang terlihat sebal seperti ini sangat lucu. Khansa jadi tidak tahan untuk menggodanya. Namun begitu, apa Ethan akan merasakan hal yang sama suatu saat nanti?

Apalagi, saat Lyra memanggil namanya. Baru ada orang selain Ethan yang memanggil namanya seramah itu. Khansa jadi sangat berharap bahwa suatu hari nanti Ethan akan berubah pikiran dan merasakan hal yang sama seperti yang ia alami saat ini.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!