Angkasa duduk tegak di balik meja kerjanya yang besar, dikelilingi oleh tumpukan dokumen dan layar komputer yang menyala. Pagi itu, ruang kantornya di gedung perusahaan yang terletak di pusat kota tampak sibuk, dengan suara klakson kendaraan yang terdengar dari luar dan langkah kaki karyawan yang tergesa-gesa di lorong.
Pada usia yang masih relatif muda, Angkasa telah meraih kesuksesan besar, berkat ketekunan dan kecerdasannya dalam menjalankan bisnis. Namun, tidak semua yang tampak sempurna di luar mencerminkan kenyataan yang ada. Setiap hari, ia harus menghadapi tantangan yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya.
Hari itu, Angkasa tengah fokus pada dua proyek besar yang sedang berjalan. Yang pertama adalah pengembangan tambang batu bara di sebuah wilayah terpencil yang penuh dengan tantangan alam dan logistik. Sumber daya alam yang melimpah di sana menjadi peluang besar, tetapi juga menyimpan risiko besar. Ia baru saja menerima laporan bahwa proses penggalian menghadapi beberapa masalah teknis yang harus segera diatasi.
Sambil menatap layar komputernya, Angkasa menekan tombol telepon yang ada di meja kerjanya.
"Pak Angkasa," suara seorang manajer proyek dari tim tambang terdengar di ujung telepon, "Kami butuh keputusan Anda segera. Ada masalah dengan alat berat yang baru saja kita kirimkan. Jika kita tidak segera memperbaikinya, target produksi kita bisa terganggu."
Angkasa menghela napas panjang, mencoba meredakan kepanikan yang mulai muncul. "Pastikan kalian segera mengirimkan tim teknis ke lokasi untuk mengecek. Jangan sampai ada lagi keterlambatan. Segera laporkan jika ada perkembangan," jawab Angkasa tegas, tanpa menunjukkan kekhawatirannya.
Setelah menutup telepon, ia beralih ke proyek kedua, yang tak kalah pentingnya. Perusahaan properti yang ia kelola tengah membangun komplek perumahan mewah di kawasan pinggiran kota. Proyek ini sudah memasuki tahap akhir, namun ada sejumlah masalah terkait izin dari pemerintah daerah yang membuat prosesnya sedikit terhambat. Angkasa tahu bahwa ini adalah kesempatan besar untuk mengukir nama perusahaannya di dunia properti, namun ia juga harus berhati-hati agar tidak terjebak dalam birokrasi yang rumit.
Sambil mengangkat telepon yang lain, Angkasa kembali berbicara dengan salah satu pengembang lokal yang bekerja sama dalam proyek tersebut. "Pastikan semua izin selesai dalam minggu ini. Jangan biarkan satu masalah pun tertunda. Kita tidak punya waktu lagi," perintah Angkasa dengan nada yang penuh kewaspadaan.
Setelah menutup percakapan itu, Angkasa menyandarkan tubuhnya di kursi, mencoba mencerna semua informasi yang baru saja ia terima. Tuntutan yang datang dari kedua sektor bisnis ini begitu besar, dan terkadang, rasanya seperti dunia menekan dirinya dari segala sisi.
Namun, meskipun tekanan itu terus datang, Angkasa tidak pernah terkesan kehilangan arah. Ia selalu tahu apa yang harus dilakukan, bagaimana cara mengatur prioritas, dan siapa yang harus ia percayakan untuk mengatasi masalah yang lebih kecil. Dalam perusahaannya, ia adalah otak yang mengarahkan semua operasi, tetapi ia juga paham bahwa tanpa tim yang solid, tidak mungkin ia bisa sampai pada titik ini.
Sekilas, Angkasa memandang jendela kantornya, melihat kota yang sibuk dengan kehidupan dan kesibukan yang terus berjalan. Terkadang ia merasa seperti bagian dari mesin besar yang tak pernah berhenti berputar. Namun, di balik kesibukannya yang tampak tanpa henti, Angkasa juga tahu bahwa di setiap keputusan yang ia buat, ada orang-orang yang berharap dan bergantung padanya.
Saat sore mulai merambat, Angkasa kembali membuka laptopnya. Ada beberapa email penting yang harus segera ia balas, dan sejumlah laporan yang perlu diperiksa sebelum rapat besok pagi. Meskipun tubuhnya mulai lelah, matanya tetap tajam, fokus pada apa yang harus ia selesaikan.
Satu demi satu, masalah demi masalah, Angkasa terus berjuang. Ia tahu bahwa jalan yang ia pilih tidaklah mudah, tetapi baginya, itu adalah tantangan yang harus dihadapi dengan penuh komitmen. Setiap keputusan yang ia buat bukan hanya menentukan masa depan perusahaannya, tetapi juga masa depan banyak orang yang bekerja bersamanya.
Malam pun semakin larut, namun kesibukan Angkasa tak pernah surut. Ia melanjutkan pekerjaannya, menyelesaikan satu masalah dan menghadapi tantangan baru. Karena baginya, kesuksesan tidak datang begitu saja. Ia harus terus berusaha, bekerja keras, dan bertahan meskipun dunia di sekitarnya terus berputar tanpa henti.
Tuk tuk tuk.
Suara ketukan itu terdengar ditengah kesibukan Angkasa.
"Maaf tuan, ada laporan yang harus saya berikan" ucap Aditya yang masuk kedalam ruangan Angkasa.
"Katakan. Aku mendengarnya" ucap Angkasa.
"Nona Alexa saat ini bekerja disebuah Club Malam yang ada di jakarta selatan" ucapnya.
Hal itu menghentikan pekerjaan Angkasa, ia menatap Aditya.
"Kami memeriksa bahwa nona Alexa sudah bekerja disana 1minggu tuan" sambungnya.
"Dia lebih memilih bekerja di club dibanding menikahku" ucapnya dengan menatap pekerjaan namun pikirannya fokus pada hal lain
Aditya tak mengatakan apapun.
"Tetap perhatikan dia. Pastikan dia tetap dalam pantauanmu" perintah Angkasa.
"Baik tuan" ucapnya.
--
Alexa tampak senang ketika seseorang seperti malaikat datang memberikan bantuan padanya, apalagi ketika menawarkan pekerjaan diperusahaan. Namun kebahagiannya seketika hilang.
Ia menatap kartu nama itu, sebuah nama yang tak asing baginya tiba-tiba membuat kebahagiannya hilang.
DEWANTARA GROUP.
Tangannya kembali mundur seolah tak lagi berharap pada pria didepannya.
"Ada apa ?" Tanyanya ketika bingung melihat Alexa tiba-tiba mundur.
"Maaf, sepertinya saya tidak bisa" ucapnya.
"Terima kasih atas tawarannya dan terima kasih bantuannya" ucap Alexa tanpa banyak mengatakan apapun, ia memilih pergi dan meninggalkan pria itu.
Pria muda itu bingung, untuk pertama kalinya ketika ia menawarkan pekerjaan orang lain menolak, padahal setiap ia memberikan kartu namanya orang akan sangat senang.
Alexa berjalan kebelakang, ia tampak frustasi bahkan sampai ketika ia bekerja ditempat ini pun ia harus bertemu dengan orang yang bekerja pada perusahaan Dewantara Group.
Alexa kemudian melihat kearah jam, ia melihat sudah pukul 12 malam, yang artinya ia harus menyelesaikan pekerjaan dan bergegas kembali kerumah.
Setelah berganti pakaian, Alexa pamit pada rekan kerjanya dan kemudian berjalan meninggalkan club.
Dijam seperti ini, ia akan kesulitan untuk mencari angkutan umum, Alexa pun terpaksa harus merogoh sakunya lebih dalam untuk memesan ojek online.
Namun ketika ia menunggu ojek online, mobil hitam berhenti tepat didepannya, Alexa berpikir bahwa mobil itu hanya berhenti sejenak, namun ketika seseorang keluar itu adalah Angkasa.
Alexa tampak terkejut melihat orang yang tak pernah ia harap untuk bertemu sekarang berada didepan matanya.
"Apa yang kau lakukan disini ?" Tanya Angkasa.
"Ini bukan urusanmu tuan" ucap Alexa tampak enggan berbicara lebih banyak dengannya.
"Aku akan mengantarmu pulang" ucap Angkasa.
"Tidak perlu " tolak Alexa.
"Mau dengan apa kau pulang tengah malam seperti ini ?" Tanya Angkasa.
Alexa tak menjawab, ia hanya melihat ponselnya berharap ojek online yang ia pesan segera tiba. Namun nasib sial menimpa dirinya, ojek yang ia pesan tiba-tiba membatalkan pesanan dengan alasan jarak yang jauh.
Alexa panik, ia berusaha mencari ojek yang mau mengantarnya.
Namun ia tak berhasil mendapatkannya.
"Tidak ada kan ?"
"Masuk kedalam mobilku" ucap Angkasa.
"Aku lebih baik berjalan kaki dibanding harus semobil denganmu" tolak Alexa yang lalu berjalan kaki.
Angkasa tak berhenti disitu,ia mengejar Alexa berusaha mendapatkan Alexa dan berharap Alexa mau ikut dengannya.
"Kau akan pulang jam berapa jika berjalan kaki ?"
"Jangan keras kepala Alexa " ucap Angkasa.
Alexa berbalik dan menatap Angkasa.
"Siapa kau ? Kenapa kau berbicara seolah mengenali ku ?" Tanya Alexa.
To be continued..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments