Angkasa tak membiarkan Alexa untuk pergi, ia menahan tubuhnya hingga dirinya benar-benar mendekap tubuh Alexa, mencium batang lehernya seolah begitu haus.
"Kau jahat !!" Suara kecil itu mampu menghentikan perbuatan Angkasa.
Ia bangkit,dengan cepat Alexa bangkit dan menjauh dari Angkasa.
"Jahat ?"
"Kau bilang.. aku jahat ?" Tanya Angkasa.
"Aku melakukannya hanya karena itu kau !"
"Wanita mana yang mau masuk kedalam hotel sendiri dan menemui pria yang tak ia kenal ?" Tanya Angkasa.
"Hanya kau dan wanita murah diluar sana"
Kalimat itu membuat Alexa begitu marah,namun ia berusaha menahannya dan kemudian bangkit pergi tanpa mengatakan apapun.
Tapi Angkasa tak melepaskannya.
"Mau kemana kau ?"
"Aku belum selesai bicara" ucapnya.
Alexa menepis tangan Angkasa dengan kesal ia melayangkan telapak tangannya dan mendarat tepat diwajah Angkasa.
Plakk...
"Kalau bukan karena aku ingin tau alasan kenapa kau memecatku, aku tidak akan ada disini !"
"Kalau aku tau pria yang akan kutemui adalah pria jahat sepertimu..." Kalimat itu berhenti.
Alexa kemudian menarik nafas panjang,walau air matanya sudah keluar.
"Jangan sampai aku bertemu denganmu lagi" ucapnya lalu pergi.
Kali ini Angkasa tak menahannya, ia tetap diam karena ia tampak begitu syok dengan ucapan Alexa itu.
Alexa berlari keluar dan membuka pintu, ia mendapati Aditya berdiri disana, ia tampak terkejut karena melihat Alexa tampak menangis, ia menghapus air matanya.
Mata mereka bertemu, tapi segera Alexa berlari pergi tanpa mengatakan apapun.
Melihat sesuatu hal yang tak mengenakkan itu terjadi, Aditya bergegas masuk melihat bagaimana keadaan tuannya.
"Pak Angkasa.. apa yang terjadi ?" Tanya Aditya.
Angkasa tak bergeming, dirinya masih terdiam mematung.
"Kejar dia ! Antar dia pulang" ucap Angkasa memerintah Aditya.
Meskipun masih bingung, Aditya masih terlihat bingung dan tetap mengangguk lalu berlari pergi mencoba mengejar Alexa.
Aditya butuh tenaga ekstra dan untungnya ia berhasil mengejar Alexa.
"Nona.. saya antar pulang" ucap Aditya.
"Tidak perlu,saya bisa sendiri" tolak Alexa yang kemudian pergi.
---
Alexa meremas genggaman tangannya, mencoba menahan tangis yang semakin sulit ditahan. Bus yang bergerak pelan hanya membuat waktu terasa semakin lama, dan setiap detik terasa seperti beban yang lebih berat. Di luar jendela, dunia tampak biasa saja, seperti tak ada yang terjadi. Tapi di dalam dirinya, semuanya berantakan.
Ia masih tak menyangka bagaimana itu bisa terjadi padanya, pria yang ia pikir tidak akan melakukan hal itu, dengan mudahnya merusak segalanya.
--
Ia kemudian berjalan masuk kelingkungan rumahnya, ia mencoba menahan dirinya untuk tetap tenang, sehingga ibunya tak menaruh curiga padanya.
Alexa membuka pintu dan melihat Nabila duduk dikursi ruang tamu, tidak biasanya ia akan melihat saudaranya disana.
"Kakak ?"
"Kenapa ? Kau melihatku seperti hantu" ujarnya.
"Aku hanya kaget karena melihat Kakak disini" ucapnya.
Nabila tak menggubris, Alexa kemudian melihat rumah tampak sepi.
"Ibu keluar kak ?" Tanya Alexa
"Tidak tau"
Alexa kemudian masuk kedalam kamarnya dan duduk disana, ia masih mencoba menenangkan dirinya sekali lagi.
--
Keesokan harinya Alexa keluar dari kamarnya, melihat seperti biasa ibunya menyiapkan sarapan untuk mereka.
"Ayo nak. Sarapannya sudah siap" ucap ibu.
Alexa tersenyum tipis, wajahnya tampak gelisah, bagaimana ia bisa memberitahu ibunya soal dirinya diberhentikan dari sekolah,apalagi kesehatan ibu sedang tidak baik, ia takut kesehatan ibunya akan drop.
Akhirnya Alexa memutuskan untuk tidak mengatakan apapun dan tetap berdiam.
"Bagaimana sekolah ?" Tanya ibu.
"Baik Bu" ucapnya.
"Syukurlah"
"Ibu.. obat ibu tetap diminum kan ?" Tanya Alexa.
"Tentu saja, kamu sudah membeli mahal obatnya, bagaimana mungkin ibu tidak meminumnya" ucap ibu dengan mengambil lauk yang ia masak dan diberikan kepada Alexa.
"Terima kasih Bu"
"Kakakmu tidak ada dikamar" ucap ibu.
Alexa menatap ibunya lalu melihat kearah kamar tidur Nabila.
"Sepertinya dia tidak betah ya ada dirumah" ucap ibu.
Alexa menggelengkan kepalanya.
"Tidak mungkin Bu, mungkin kak Nabila hanya ingin diluar saja" ucap Alexa.
Ia tiba-tiba ingat ketika Nabila mengungkapkan isi hatinya kemarin.
---
Alexa kemudian berjalan menuju sekolah, hatinya tampak berat untuk meninggalkan sekolah itu. Tapi ia tidak punya pilihan.
Ia mengajar seperti biasa, kepada murid-murid Alexa memperlakukan seperti tidak ada yang terjadi.
Sampai titik dimana bel sekolah berakhir, Alexa kemudian mengumpulkan siswa yang sedang ia ajar dikelas.
"Anak-anak.. ada yang ingin ibu bicarakan" ucap Alexa
Anak dikelas itu kemudian memperhatikan Alexa dengan serius.
"Hari ini adalah hari terakhir ibu mengajar kalian semua" ucap Alexa.
Para siswa saling menatap, meskipun usia mereka masih disebut muda, Mereka tampak terkejut dan terlihat sedih.
Alexa mencoba menahan air matanya dan tetap tersenyum.
"Kalian harus berjanji dengan ibu ya, kelak kalian harus menjadi anak yang sukses. Kalian tidak boleh menjadi anak nakal dan harus patuh pada guru pengganti ibu. Kalian mengerti ?" Ucap Alexa.
"Kenapa ibu tidak mengajari kami lagi ?"
"Apa karena kami nakal Bu ?" Tanya salah satu murid.
Alexa menggelengkan kepalanya.
"Tidak.. kalian anak yang baik dan ibu sangat bangga pada kalian" ucap Alexa.
Anak-anak berlari mendekati Alexa dan memeluknya.
"Ibu.. " mereka kemudian mulai menangis, dan merasakan kesedihan yang terjadi. Alexa sendiri berusaha melawan kesedihan itu dan mencoba menenangkan mereka.
"Jika ada kesempatan,ibu akan menemui kalian disini ya" ucap Alexa membelai satu persatu anak muridnya.
Setelah pamit pada anak-anak dikelas, Alexa kemudian pamit pada pengajar lainnya.
Ia juga meminta maaf apabila selama ia menjadi pendidik disana, ia telah melakukan kesalahan dan membuat mereka kesal padanya .
"Saya banyak belajar dari ibu dan bapak semua. Menjadi pengajar bukan hal yang mudah, tapi kalian membuat saya paham bahwa segala sesuatu perlu proses"
Di ruang guru yang biasanya penuh dengan suara tawa dan obrolan ringan, kali ini suasana terasa lebih sunyi. Alexa berdiri di depan meja-meja rekan kerjanya. Ia tahu, hari ini adalah momen yang harus ia jalani meski hatinya berat.
“Alexa, kamu benar-benar akan pergi?” tanya Bu Tika, guru bahasa Indonesia yang selalu penuh perhatian, sambil menatap Alexa dengan tatapan bingung.
Alexa mengangguk, mencoba tersenyum meskipun senyum itu terasa terpaksa. “Iya, Bu Tika. Saya harus berhenti mengajar.”
“Kenapa, Alexa? Kami semua merasa sangat kehilangan,” kata Pak Deni, guru matematika yang sudah lama menjadi teman diskusi seru Alexa tentang berbagai hal, tidak hanya pelajaran.
Alexa menunduk sejenak, mengumpulkan keberanian untuk menjelaskan. “Ada alasan yang membuat saya tidak bisa lagi melanjutkan mengajar di sini. Saya tidak pernah membayangkan akan meninggalkan tempat ini, tapi terkadang hidup membawa kita pada pilihan yang sulit.”
Bu Tika berjalan mendekat dan menepuk pelan bahu Alexa. “Kami semua mengerti, Alexa. Kehadiranmu di sini sangat berarti. Anak-anak akan merindukanmu, begitu juga kami.”
Alexa menatap mereka satu per satu. Setiap mata yang memandangnya penuh dengan kasih dan pengertian. Ini adalah momen yang sangat berat. Mereka bukan hanya rekan kerja, tapi juga teman yang sudah menjadi bagian dari hidupnya.
“Saya akan sangat merindukan kalian semua. Rasanya tidak mudah melepaskan semuanya,” Alexa berkata dengan suara yang hampir tak terdengar.
Pak Deni, yang biasanya ceria dan humoris, kini terlihat lebih serius. “Kamu adalah guru yang luar biasa, Alexa. Kepergianmu adalah kehilangan besar untuk kami dan untuk anak-anak. Tapi apapun itu, kami mendukungmu.”
“Terima kasih,” jawab Alexa dengan mata berkaca-kaca. “Saya sangat beruntung bisa bekerja bersama kalian semua. Meskipun saya harus pergi, saya berharap kita bisa tetap berhubungan.”
Bu Tika tersenyum lembut. “Kita akan selalu di sini untukmu, Alexa. Jika ada kesempatan, pasti kita akan bertemu lagi.”
Alexa mengangguk, merasakan kehangatan yang datang dari kata-kata mereka. “Terima kasih, semua. Kalian telah menjadi lebih dari sekadar rekan kerja bagi saya. Saya akan membawa kenangan indah ini kemanapun saya pergi.”
Dengan langkah perlahan, Alexa melangkah mundur, menatap pintu yang sudah terbuka lebar, siap mengantarnya menuju babak baru dalam hidupnya. Sebelum berbalik dan pergi, ia menoleh sekali lagi, memandang wajah-wajah yang selalu menjadi bagian dari hari-harinya yang penuh warna.
“Selamat tinggal, semoga kita tetap bisa bertemu di masa depan,” ucap Alexa, lalu melangkah keluar, meninggalkan ruang guru yang terasa lebih hening dari biasanya.
Namun sebelum meninggalkan sekolah.
Ia berjalan menuju ruang kepala sekolah.
Orang yang menerima dirinya dengan baik, tanpa melihat apa status pendidikan terakhirnya itu.
Tuk tuk tuk..
Alexa mengetuk pintu,terdengar suara dari dalam mengijinkannya untuk masuk.
"Selamat siang bu" sapa Alexa
"Selamat pagi Alexa" ibu kepala sekolah itu tersenyum walau senyuman tak seperti biasa.
"Sudah waktunya ya ?" Tanyanya
Alexa tersenyum berat, ia mengangguk.
"Iya Bu" ucapnya.
"Maaf ibu tidak bisa membantu banyak"
Alexa menggelengkan kepalanya, ia tak ingin sang kepala sekolah bersalah.
"Tidak Bu, ibu sudah banyak membantu."
"Mungkin tempat ini bukan jodoh Alexa" ucap Alexa.
"Kamu sudah tau kemana kamu akan bekerja ?" Tanyanya.
Alexa menggelengkan kepalanya.
"Belum Bu."
"Mungkin setelah ini saya akan mencari tempat lain"
"Ibu akan menghubungi kamu jika kenalan ibu memiliki lowongan pekerjaan" ucapnya.
"Sukses ya Alexa.."
"Semoga ditempat baru, kamu tidak mengalami hal seperti ini" ucapnya.
Alexa mengangguk dan kemudian tersenyum.
"Terima kasih Bu."
"Alexa pamit" ucapnya dengan berat.
Akhirnya hari itu telah tiba,Alexa harus pergi meninggalkan tempat dimana menjadi rumah keduanya. Sangat berat.. tapi itulah yang harus terjadi.
To be continued...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments