PANGGIL AKU MAS!
Menatap cermin membelah rambut menggunakan tangan, bergerak menata lembut dengan pomade. Senyuman manis tersirat diwajah tampannya.
Pemuda dengan kulit bersih, wajah tampan dengan tinggi badan 180 centimeter, duduk ditempat tidur dan mengangkat kaki kanan mengikat tali sepatu yang belum rapi.
Mendekat ke meja dan menarik resleting tas ransel warna coklat tua dengan perlahan, sambil melihat arah meja memastikan tidak ada yang tertinggal.
Beranjak mendekati pintu dan menyambar jaket kulit berwarna coklat, lalu memakainya sambil berjalan.
Ngeeeng!
Jalanan ibukota pagi ini sangat ramai, aku yang mengendarai motor matic dengan gesit mencari celah agar motorku bisa lewat dengan mulus. Aku juga harus mencari jalan tikus agar segera sampai ke tempat aku bekerja.
Ssstttttt!!!
Hampir saja aku menabrak seekor kucing hitam. "Selamet, selamet" Aku mengelus dadaku dengan logat bahasa jawaku.
Aku menelusuri jalan ini setiap hari, dari tempat kostku yang ada di daerah Depok Jawa Barat. Dan kantor tempat aku bekerja di jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan.
Seesss!! KEMPES!
Baru setengah perjalanan ban belakang motorku bocor, padahal waktu sudah lebih dari jam 7 pagi. "Apes, aku iso telat meneh" Nah logat jawaku selalu muncul dengan sendirinya.
_______________________
Prasetya Wardana, pria 24 tahun kelahiran Boyolali. Prasetya lulusan Sarjana Informatika dari Universitas Negeri yang ada di kota Semarang.
Prasetya yang biasa di panggil dengan sebutan Pras, sudah satu tahun hidup di ibukota. Prasetya pergi merantau karena ajakan dari seorang teman.
______________________
Lebih dari lima belas menit Pras menuntun motornya untuk mencari tempat tambal ban, akhirnya dia menemukan bengkel yang sudah buka. Pras memarkirkan motornya, kemudian menunggu antrian.
"Mas, masih lama tidak?" Tanya Pras kepada karyawan bengkel itu, karena sudah lebih dari lima menit bannya belum dilihat juga.
"Kalau tambal masih lama, yang lain juga menunggu, atau mau ganti yang baru." Jawab karyawan bengkel dengan santai dan tersenyum.
Pagi ini bengkel sudah ada lima motor yang menambal ban, juga ada yang sudah mengganti ban baru, karyawannya baru dua yang datang.
Pras sangat gelisah dia tidak membawa banyak uang tunai. Karena Pras terbiasa mengambil uang setiap membutuhkan saja. Tapi ban motornya juga sudah lama tidak diganti, bahkan salah satu ban motornya sudah terlihat halus.
"Kalau ganti baru berapa? Saya tidak ada uang tunai." Ucap Pras yang sudah memikirkan ban motornya perlu diganti baru.
"Cuma 400 ribu, tidak ada tunai bisa transfer." Tukang bengkel menunjukkan ponselnya.
Benar, hari gini semua serba canggih, kenapa harus bingung. Akhirnya Pras melihat ban motor yang baru. Kemudian Pras memilih dua ban tubeless dengan harga yang lebih mahal dari yang ditawarkan karyawan itu.
Bengkel motor itu tidak terlalu besar, tapi ada beberapa pilihan ban motor matic dengan kualitas terbaik.
Setengah jam, ban belakang dan ban depan sudah berganti baru. Prasetya mulai mengendari motornya dan menuju ke kantornya.
Wuusssss!! Mengebut.
Sudah terlambat ke kantor, tapi Prasetya dengan tersenyum menyapa satpam di area parkir. Pras memasuki pintu kantor tersenyum menatap dua resepsonis.
Semriwing!
Seperti ada angin lembut yang menabrak Pras, "Wangi eram, aku dadi merinding" Langkah Pras terhenti seketika.
Pras melangkah masuk ke dalam lift.
Pras terdiam, saat melihat ada dua wanita di dalam lift itu. Harusnya Pras tidak masuk ke dalam lift kalau tahu itu mereka.
Kedua wanita itu hanya sekilas melihat Pras yang bersandar di pojok. Pras menjadi salah tingkah dibuatnya. Salah satu dari wanita itu memberi kode, agar Prasetya segera memakai name tag karyawan.
Prasetya yang bersandar bergumam dalam hatinya. "Bertemu mereka, aku jadi lupa dengan ini." Pras langsung mengalungkan name tag miliknya.
Salah satu dari wanita itu tersenyum saat keluar dari lift itu dan Prasetya juga langsung keluar dari lift karena sudah sampai di ruangannya.
Prasetya bekerja di divisi akunting, padahal dia lulusan sarjana informatika. Karena saat test ujian masuk kantor ini, nilai Pras sangat bagus dalam hal menghitung data. Apalagi mencari pekerjaan sangat sulit, bisa diterima bekerja sudah sangat beruntung.
Disivi Akunting
Tulisan yang terpasang di depan pintu.
Prasetya sudah berada di ruangannya. Dalam ruangan itu ada tiga wanita dan dua pria ditambah dirinya, jadi ada enam orang dalam ruangan yang cukup besar dengan meja kerja yang saling berhadapan dan ber-AC.
"Pras, kowe dengaren telat?" Tanya Pak Miko.
(Pras, kamu tumben terlambat?)
"Ganti ban disik Pak." Ucap Pras sambil menyalakan komputernya.
(Ganti ban dulu pak.)
Sesama orang dari Jawa Tengah mereka terbiasa mengobrol dengan bahasa begitu, meskipun yang lain terkadang bingung.
"Pras, kamu harus kerjakan ini." Pinta Bu Nia dengan tatapan tajam.
Bu Nia adalah pimpinan divisi akunting. Bu Nia juga sangat disiplin dan tegas terhadap bawahannya.
"Siap bu Nia." Pras memutar kursinya dan memberi hormat kepada Bu Nia yang sudah berjalan pergi dari ruangan itu.
"Pras, loe nanti ada acara nggak?" Tanya Fika.
"Nggak ada, tapi gue nggak mau bantuin loe lagi" Jawab Pras dengan kesal, karena Fika selalu memanfaatkan Pras untuk memanasi mantan pacarnya.
"Serius loe nggak mau bantuin gue?" Tanya Fika yang mengetik dengan suara keras.
"100% serius." Pras sudah sangat malas dengan Fika yang tidak menghargai bantuannya.
Fika semakin kesal dan memaki Prasetya, kemudian yang disebelahnya tersenyum mendengar Fika yang sudah gondok.
"Makanya loe harus tahu diri. Dia sudah mantan. Ngapain loe masih peduli" Ucap Maristha dengan meledek.
"Kalian jangan berisik. Kalau terdengar Bu Nia. Kalian bisa kena boom" Ucap Pak Surya, karena Pak Surya sudah senior di kantor ini, bahkan hampir seusia Bu Nia.
Diruangan itu yang paling muda hanya Fika, Annisa dan Prasetya. Pak Surya sudah berkeluarga bahkan anaknya sudah SMA dan SMP. Pak Miko juga sudah menikah tapi anaknya baru berusia lima tahun. Sedangkan Maristha juga sudah menikah dan memiliki dua anak yang masih SD.
Dalam ruangan itu hanya Annisa yang paling pendiam. Bahkan hampir tidak pernah bercerita tentang kehidupannya atau keluarganya. Berbeda dengan yang lainnya, mereka sering menceritakan tentang dirinya dan juga keluarganya.
Prasetya selesai mengerjakan tugas dari Bu Nia, dia menyalin data di flashdisknya. Lalu mencetaknya dan memberikan langsung kepada Bu Nia.
"Pras, kowe arep mangan neng ngendi?" Tanya Pak Miko.
(Pras, kamu mau makan dimana?)
"Aku arep neng kantin. Emang liyane arep neng ngendi?" Tanya Pras.
(Aku mau makan di kantin. Memangnya yang lain mau kemana?)
"Kita mau pergi keluar, itu ada restoran baru." Maristha dari dalam ruangan menunjuk restoran seberang jalan yang baru buka dua hari yang lalu.
"Yowes, aku melu." Ucap Pras lalu dia merapikan meja kerjanya dan pergi mengikuti mereka.
(Ya sudah, aku ikut)
Prasetya dengan gayanya yang tengil dan tidak basa-basi. Prasetya duduk disebelah Pak Miko, lalu memilih menu makan siangnya.
Prasetya tersenyum melihat ekpresi wajah Fika, karena dia sangat tahu kalau Fika sangat perhitungan.
"Fika, rasah khawatir. Pak Miko sing bayar." Ucap Pak Miko tersenyum lalu melanjutkan perkataannya, "Ini sebagai syukuran saja, karena Mamahnya Sherryl hamil lagi"
(Fika, tidak usah khawatir. Pak Miko yang bayar)
Mendengar hal itu, Prasetya langsung memberi ucapan dan memeluk Pak Miko, semua tersenyum dan mengucapkan selamat kepada Pak Miko.
Prasetya mengenal Pak Miko sekitar delapan bulan yang lalu, dari awal masuk bekerja langsung akrab sama Pak Miko. Bahkan Prasetya juga sudah pernah berkunjung ke rumah Pak Miko dan mengenal keluarganya.
.
.
.
Semoga kalian semua suka dengan cerita ini, jangan lupa Like, Komentar, Rate dan Vote untuk cerita ini. Terima Kasih semuanya 😍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
Pisces97
Fika Ojo khawatir pilihan ne rasa Bayar 🤭🤭
2024-01-04
0
Hilda Nur mashumah
mampir aku THOR
2023-01-04
0
💗💗oppa Sehun 💗💗💗
lanjut thor
2022-12-23
0