Langit siang itu begitu cerah, sinar matahari menembus celah-celah dedaunan hutan Velderun, hutan luas yang menjadi perbatasan alami antara alam liar dan ibu kota petualang, Solrath.
Namun, di balik kehangatan cahaya siang, ada bayangan yang bergerak tanpa disadari oleh dunia.
Dua sosok misterius melangkah perlahan melewati gerbang kota yang megah, menyusup di antara kerumunan manusia yang sibuk dengan aktivitas sehari-hari.
Sosok pertama mengenakan jubah hitam panjang dengan topeng menutupi seluruh wajahnya, hanya menyisakan sepasang mata hitam yang dalam dan dingin. Dialah "Asher", nama samaran dari sang Raja Kegelapan, Jellal Astraus.
Di sisinya, seorang wanita mengikuti dengan langkah anggun dan tenang. Ia mengenakan pakaian petualang sederhana, tudung menutupi sebagian besar wajahnya, menyembunyikan rambut peraknya yang biasanya mencolok. Ia adalah "Sylvia", atau lebih tepatnya, Selvhia Natch, pelayan pribadi Jellal sekaligus salah satu pembunuh paling mematikan di bawah komandonya.
Tak ada yang tahu siapa mereka sebenarnya.
Tak ada yang menyadari bahwa dua makhluk yang berjalan di tengah kota ini adalah ancaman yang lebih besar dari pasukan iblis mana pun.
Saat mereka berjalan lebih dalam ke kota, hiruk-pikuk kehidupan petualang semakin terasa. Jalanan dipenuhi berbagai macam ras manusia, elf, dwarf, bahkan beberapa beastkin, semua berbaur di bawah bendera peradaban yang megah.
Banyak toko senjata, kedai minuman, serta bangunan-bangunan penting lainnya yang berjajar di sepanjang jalan. Namun, satu bangunan yang lebih megah dari yang lain menarik perhatian mereka.
Sebuah bangunan raksasa dengan arsitektur kokoh. Dindingnya dihiasi ukiran lambang Serikat Petualang Dunia, simbol keberanian dan kekuatan. Dua patung ksatria berdiri di sisi pintu masuk utama, seakan melindungi tempat itu dari segala ancaman.
Jellal berhenti sejenak di depan bangunan tersebut, mata dinginnya meneliti setiap detail.
"Serikat petualang ini ramai," gumamnya, suara rendahnya mengandung otoritas alami yang tersembunyi di balik topeng.
Matanya mengamati petualang-petualang yang berlalu lalang.
Ada sekelompok pria berbaju besi yang membawa senjata besar di punggung mereka, mungkin tentara bayaran.
Ada seorang elf penyihir yang tengah membaca gulungan sihir, mengenakan jubah biru tua dengan simbol bintang.
Di sudut lain, seorang dwarf berbadan kekar sedang tertawa sambil mengangkat gelas birnya.
Di antara mereka, Jellal hanya melihat satu hal, kelemahan.
"Makhluk-makhluk ini... menyedihkan," pikir Selvhia dalam hati, meskipun wajahnya tetap datar.
Tanpa berbicara lebih lanjut, mereka melangkah ke dalam bangunan.
Begitu mereka masuk, suasana di dalam terasa lebih hidup.
Lantai batu kokoh bergema dengan langkah kaki, suara tawa kasar dan diskusi serius bercampur menjadi satu.
Meja-meja panjang dipenuhi petualang yang berbincang tentang misi, beberapa dari mereka membersihkan senjata atau membandingkan pencapaian masing-masing.
Di tengah ruangan, papan misi besar berdiri dengan puluhan gulungan kertas tergantung di sana.
Mata Jellal langsung menelusuri ruangan, menyerap informasi sebanyak mungkin.
Namun, tak butuh waktu lama sebelum kehadiran mereka menarik perhatian.
Beberapa petualang mulai berbisik di antara mereka, melirik ke arah Jellal dengan ekspresi penasaran.
"Apakah itu Asher...?" bisik seseorang di sudut ruangan.
"Itu dia, petualang misterius yang tak pernah gagal dalam misinya."
"Kudengar dia menyelesaikan misi berbahaya tanpa sedikit pun luka... Siapa sebenarnya dia?"
Jellal tidak peduli dengan bisikan itu.
Sebaliknya, ia menikmati bagaimana desas-desus itu menyebar dengan sendirinya.
Semakin banyak orang membicarakan dirinya, semakin mudah ia mengendalikan narasi tentang sosok "Asher."
Selvhia juga menangkap bisikan-bisikan itu, tetapi yang menarik perhatiannya adalah tatapan beberapa petualang wanita yang tertuju pada Jellal.
Matanya menyipit sedikit di balik tudungnya, tetapi ia menahan diri.
Jellal berjalan ke arah papan misi dengan langkah yang mantap dan penuh keyakinan.
Selvhia mengikutinya, sementara beberapa petualang secara naluriah memberi jalan, seakan bisa merasakan aura tekanan yang tak kasat mata dari pria bertopeng itu.
Saat Jellal meneliti misi yang tersedia, Selvhia berbisik pelan.
"Apa tujuan kita sekarang, Tuan Jellal?"
Meskipun suaranya tenang, ada sedikit nada tajam di dalamnya.
Jellal tidak langsung menjawab.
Sebaliknya, ia mengamati papan misi dengan cermat, bukan untuk memilih misi, tetapi untuk menganalisis pola.
Setiap kota memiliki dinamika petualangnya sendiri.
Jenis misi yang sering muncul bisa menunjukkan masalah utama kota ini.
Misi berburu monster? Berarti daerah sekitar masih liar dan belum sepenuhnya ditaklukkan.
Misi pengawalan? Berarti banyak konflik antar wilayah atau ancaman perampok.
Misi investigasi? Berarti ada ketidakstabilan di dalam kota.
Dan saat ini, mayoritas misi adalah tentang investigasi pergerakan makhluk gelap.
"Hah... sepertinya Gereja Cahaya mulai curiga akan keberadaanku."
Senyum tipis muncul di balik topengnya.
"Lihat saja," jawabnya akhirnya, suara pelan namun penuh makna. "Kita akan menyusup lebih dalam, memanfaatkan kesempatan yang ada."
"Dunia ini, akan segera mengenali siapa penguasa sebenarnya."
Selvhia menatapnya sejenak sebelum akhirnya tersenyum tipis.
Ia memahami maksud tuannya dengan sempurna.
Di sudut tergelap Serikat Petualang Solrath. Wajahnya tersembunyi di balik topeng, hanya sepasang mata hitam yang tajam yang tampak mengawasi keramaian. Di hadapannya, seorang wanita dengan pakaian petualang sederhana duduk anggun, tudungnya menutupi sebagian wajahnya.
Jellal Astraus, dalam penyamaran sebagai Asher, kini adalah salah satu petualang Orichalum, peringkat tertinggi kedua setelah Mithril. Dalam waktu singkat, ia telah membangun reputasi yang cukup untuk membuat para petualang lain berbicara dalam bisikan ketika melihatnya. Namun, bukan ketenaran yang ia kejar, melainkan informasi.
Di sekeliling mereka, petualang dari berbagai kelas dan ras berlalu lalang, beberapa menikmati minuman, yang lain mendiskusikan strategi untuk misi berikutnya. Selvhia, yang kini dikenal sebagai Sylvia, memandang mereka dengan tatapan dingin yang penuh kejijikan. Hanya karena kesetiaannya pada Jellal, ia menahan diri untuk tidak membantai makhluk-makhluk yang ia anggap lemah dan tidak berharga.
Jellal menyadari ketidaksabaran Selvhia. Ia menghela napas kecil, membiarkannya tanpa komentar. Selvhia memang selalu memandang manusia dengan penuh kebencian, tetapi setidaknya ia masih bisa menahan diri lebih baik dibandingkan bawahan lainnya.
Ia mengangkat cangkir kayu di tangannya dan menyesap minuman. "Rencana kita mulai terlihat jelas," katanya dengan suara rendah namun penuh otoritas. "Dengan posisiku sekarang sebagai petualang Orichalum, aku memiliki akses lebih besar ke dalam sistem serikat. Kita bisa memanfaatkan sumber daya dan informasi mereka untuk memperluas kekuasaan kita."
Selvhia menatapnya dengan tatapan penuh hormat. "Tuan Jellal," katanya dengan suara lembut namun sarat kekaguman, "Anda bergerak begitu cepat. Tidak ada yang bisa menandingi kecerdikan dan kekuatan Anda."
Jellal hanya mengangguk kecil. "Ini baru permulaan. Status dalam serikat hanyalah alat. Yang terpenting adalah bagaimana kita memanfaatkannya."
Ia meletakkan cangkirnya dan bersandar sedikit, menurunkan suaranya. "Ada sesuatu yang menarik perhatianku," lanjutnya. "Serikat baru saja menerima permintaan dari Kerajaan Zenithra untuk menyelidiki sebuah organisasi misterius, Sekte Penyihir Bintang."
Selvhia mengangkat alisnya. "Sekte Penyihir Bintang?"
"Menurut laporan dari Selene, mereka bukan sekadar penyihir biasa. Mereka adalah organisasi gelap yang bergerak dalam bayang-bayang, berusaha mengendalikan kekuatan bintang dan memanipulasi energi kosmik. Mereka telah muncul dan menghilang berkali-kali, seolah memiliki kendali atas ruang dan waktu."
Selvhia menyipitkan mata. "Jika mereka sekuat itu, mengapa kerajaan meminta bantuan serikat? Seharusnya mereka mengirim pasukan khusus."
Jellal tersenyum kecil di balik topengnya. "Karena mereka telah kehilangan jejak sekte ini berkali-kali. Bahkan Gereja Cahaya pun tidak dapat melacak mereka. Ini bukan sekadar organisasi penyihir, mereka adalah penguasa kegelapan yang bersembunyi di antara bintang."
Selvhia terdiam sejenak sebelum akhirnya berbicara dengan nada serius. "Sepertinya mereka memiliki energi Araksha dan anda ingin kita terlibat untuk mengatasinya?"
"Tentu saja." Jellal menatapnya, sorot matanya penuh ketenangan yang berbahaya. "Bukan untuk menghentikan mereka, tapi untuk menguasai mereka. Jika mereka benar-benar memahami kekuatan bintang, maka mereka bisa menjadi aset berharga atau ancaman yang harus kita lenyapkan."
Selvhia tersenyum tipis, matanya berbinar penuh antisipasi. "Sungguh pemikiran yang luar biasa, seperti biasa. Tidak hanya menaklukkan musuh, tetapi juga mengubah mereka menjadi alat bagi kita."
Jellal menyesap kembali minumannya. "Itulah perbedaan antara penguasa dan pion. Mereka hanya melihat ancaman, sementara aku melihat peluang."
Selvhia menatapnya dengan rasa hormat yang semakin dalam. Baginya, Jellal bukan hanya seorang penguasa kegelapan, tetapi seorang arsitek takdir, seseorang yang tidak cuma menghancurkan, tetapi juga membangun dunia sesuai dengan keinginannya.
Namun, sebelum mereka bisa bergerak, ada sesuatu yang mengganggu rencana mereka.
Tiba-tiba, suara keras menggema di dalam serikat. Seorang pria bertubuh besar dengan rambut pirang panjang dan armor berat menghampiri meja mereka dengan langkah berat. Matanya biru tajam, auranya penuh kepercayaan diri yang arogan.
"Asher," katanya dengan suara lantang. "Akhirnya aku menemukanmu!"
Jellal tidak bereaksi. Ia tetap duduk tenang, hanya menatap pria itu dengan mata gelapnya.
"Namaku Drake Von Astelvain," lanjut pria itu. "Aku sudah mendengar banyak tentangmu. Petualang misterius yang tiba-tiba muncul dan langsung mencapai peringkat Orichalum. Orang-orang bilang kau kuat, tapi aku tidak percaya rumor."
Drake menyeringai, menantang. "Jadi, bagaimana kalau kita mengujinya di arena?"
Beberapa petualang lain mulai memperhatikan. Suasana menjadi lebih tegang.
Selvhia melirik pria itu dengan jijik yang lebih dalam dari sebelumnya. "Manusia bodoh."
Jellal tetap tenang, hanya menghela napas kecil.
"Kau ingin bertarung denganku?" suaranya terdengar datar, tanpa emosi.
"Benar!" Drake menepuk dadanya dengan penuh percaya diri. "Kita petualang kelas atas, kita harus menguji kekuatan satu sama lain!"
Jellal terdiam selama beberapa detik, lalu akhirnya berbicara. "Baiklah."
Drake tampak puas. "Bagus! Kita bertemu di arena dalam satu jam!"
Selvhia mendekatkan diri ke Jellal setelah Drake pergi. "Tuan, perlu saya bunuh sekarang?" bisiknya dingin.
Jellal hanya tertawa kecil. "Tidak perlu. Biarkan dia berpikir dia memiliki kesempatan."
Matanya berkilat tajam.
"Aku akan memberinya pelajaran bahwa ada makhluk yang seharusnya tidak pernah ditantang."
Selvhia tersenyum tipis. "Kalau begitu, baiklah."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments