"Kamu kekecilan, makanya susah diliatnya." Ejek Bryan.Lalu semuanya kembali sibuk dengan makanan masing-masing. Bryan melihat ada sesuatu antara putrinya dan anak pemilik rumah sakit itu. Bryan juga buaya rawa pada masanya, tidak mungkin ia tidak paham dengan situasi aneh antara Davina dan Kai, apalagi setelah kehadiran Ricky.
"Vinaya mau balik sekarang?". Tanya Joon Young.
"Balik?", tanya Kai sangat terkejut.
Semua orang yang ada disekelilingnya mengarahkan pandangan kepada mereka dengan bingung.
"Akh... Ehhmmm... ", Kai mendehem, ia malu, wajahnya me merah.
"Belum appa, masih seru. Bayi Vina belum gede semua, ntar dulu, ntar kalo tante mau murka Vina nanggungnya belakangan. "
"Astaga... Tante kamu ngga segitunya sayang, paling nangis dulu baru ngomel."
Acara makan malam dadakan di Kids Camp itu berjalan lancar, sambil mengunyah mereka bercengkerama, bercerita, hanya Kai yang hanya menyahuti sesekali, tertawa lirih sesekali, tidak seperti Claren dan Ricky yang lebih luwes.
Bukan sepenuhnya karena Davina, disana ada dua dokter favoritnya yang membuatnya berasa bertemu idolanya, jika bisa ia ingin minta foto sekarang, ia ingin berfoto di apit Joon Young dan Bryan di kiri dan kanan. Tapi, ia malu.
Hingga waktu hampir menunjukkan tengah malam, Davina mulai resah.
"Sayang, papa..."
"Ngga bisa besok aja, atau lusa, atau seminggu lagi... ", seru Davina spontan melotot karena ia sudah tahu apa yang akan dikatakan Bryan. Joon Young sudah terkekeh melihat ekspresi Davina.
"Kami punya jadwal operasi besok sayang, appa di siang hari, sementara papa kamu pagi."
"Pagi?", kaget Davina. " Okay... ", serunya lemas.
Bryan sudah terkikik geli, ia tahu putri manjanya ini akan seperti ini.
Suara berisik dari lapangan luas rumah sakit mengganggu pendengaran semua orang didekat mereka. Seluruh penghuni Kids Camp keluar, mereka sudah ditunggu sebuah helikopter dan suster kepala yang berdiri disana.
"A-appa.... Kalian berdua naik itu?", gagap Davina.
"Eoh, kalau ke bandara terlalu lama sayang. Appa dan papa balik ke Seleste dulu ya."
Davina tidak menjawab, ia hanya menunduk pelan-pelan matanya kembali penuh.
"Gwenchana... Nanti kalau appa ada waktu lagi appa akan main kesini."
"Jinjja?", tanya Davina mendongak matanya benar-benar merah dan penuh air mata.
Ricky dan Claren sudah saling senyum, pasalnya gadis yang selalu agak datar itu ternyata se menggemaskan ini, se cengeng ini, bahkan Ricky melihatnya seperti anak anjing yang disiram air es.
"Papa balik dulu ya cantik, Ricky, Claren, titip anak cengeng ini ya."
Ricky hanya tersenyum sambil mengacungkan jari jempolnya, sementara hati Kai agak mencelos mendengar mandat itu, kenapa bukan dirinya yang di suruh tadi kan katanya papanya adalah sahabat papa Davina, apa tidak lebih menyakinkan dirinya yang di tugaskan menjaga gadis itu. Itulah yang melintas di pikiran Bryan.
Hingga Bryan dan Joon Young benar-benar naik ke helikopter itu dan melambaikan tangannya sekali lagi pada semua orang, Davina tidak mau menatapnya, ia hanya melambaikan tangannya dan melihat ke arah lain, dan kedua ayahnya benar-benar pergi dari sana.
Davina langsung melangkah entah kemana, meninggalkan rombongannya yang masih sibuk menengadah melihat semakin tingginya helikopter yang ditumpangi Bryan dan Joon Young. Claren yang pertama menyadari itu dan menyikut lengan Ricky sambil mengarahkan dagunya ke arah Davina melangkah.
Tanpa banyak intro ia segera memantapkan langkahnya menyusul gadis sedang biru itu.
"Ah... Keduluan lagi gua." Batin Kai menatap punggung Ricky yang semakin menjauh.
"Kenapa dok?", tanya Claren disampingnya.
"Hah? Oh tidak, permisi dokter Claire."
"Claren... ", seru Claren dengan nada agak keras.
"Iya, maaf, dokter Claren maksudnya.
🍁🍁
"Bibi tahu Davina anaknya dokter Bryan David dari Emery Hospital."
"Hm... Tahu, kenapa?".
Kai tidak habis pikir, kenapa ia tidak tahu sama sekali.
"Kenapa bibi ngga bilangin?", rengek Kai.
"Lah? Buat apa? Buat apa bibi bilangin ke kamu, mau dia anaknya Park Chanyeol juga urusan sama kamu apa? ", tanya Suster Kepala balik.
"Aku suka Davina, Bi. Suka banget, aku harus tahu semuanya tentang dia."
Suster kepala menghela napasnya, menatap Kai dengan ekspresi yang sama sekali tidak dipahami pria itu.
"Memangnya kamu bilang sama bibi kamu suka dia? Atau ada rencana deketin dia? Aneh kamu. Bibi tahunya setelah kalian bertengkar, mana ada orang suka tapi nyiksa dulu, itu cuma kamu. Rasain sendiri, perjuangin sendiri, sana keluar, bibi mau istirahat dulu." Suster kepala mendorong Kai untuk keluar dari ruangan sekaligus ruang kerjanya itu.
Sekarang Kai gundah sendiri, merasa jahat sekali, gadis baik-baik yang di putri kan ayahnya malah ia sakiti dan rendahkan di antah berantah ini, apalagi ketika tahu gadis itu anak dari para dokter terhormat yang pernah menghiasi jurnal yang ia kerjakan selama pendidikan dokternya.
Dan ia kalah lagi malam ini, di malam yang dingin ini gadis yang tadi sesegukan dipeluk kedua ayahnya itu kini sesegukan lagi tapi dipelukan pria lain, rivalnya, Ricky Nam Syaland.
"Hikss... Hikss... ", tidak ada kata-kata antara mereka berdua, hanya suara isak tangis Davina yang samar sampai ke rungu Kai, yang kebetulan saja hendak melewati mereka dan spontan berhenti.
Bagaimana Ricky memeluknya di bangku taman itu, bagaimana ia menepuk sayang punggung Davina yang gemetaran itu.
"Mau balik?", tanya Ricky pelan.
Davina menggeleng.
"Udah ya, stop nangisnya. Kasian mata kamu, udah bengkak tuh, ayo aku cariin sendok dingin biar bengkaknya berkurang, jelek amat besok matanya kalo dibiarin."
"Ricky... ".
"Hmm? ".
"Aku boleh balik ke posnya Kai?".
Deg
Pertanyaan itu mendebarkan hati dua pria yang mendengarnya.
"Boleh, cantik."
"Begitu doang? Kamu ngga tanya kenapa?", heran Davina.
"Hmm. Aku ngga penting sama alasannya, keputusan kamu kan? Bukan dipaksa Kai juga kan? Jadi buat apa aku pertanyakan, yang penting itu karena kamu sendiri. Tapi kamu harus ingat, sekali lagi itu anak ngomong seenaknya bukan cuma aku yang bakal jadi lawannya, aku bawain om Jun sama om Iyan sekalian."
Davina hanya terkikik geli dengan mata bengkaknya.
"Ya udah cantik, sana balik ke kamar kamu. Tunggu disana ya, ntar aku bawain sendok beku, tungguin ya, jangan langsung tidur."
"Sip... Aku tungguin nih, aku punya matcha, mau?".
"Absolutely."
Lalu Davina pergi dengan girang, ketika benar-benar yakin gadis itu sudah jauh, Ricky melangkahkan kakinya kepada seseorang yang ia tahu ada didekatnya.
"Lu liat kan? Cewe se lembut itu lu kasarin, otak lu boleh pinter tapi hati lu batu bener. Dia kesayangan orang tuanya seenak jidat elu ngasarin dia, mulut lu di saring. Bahkan dengan elu udah jahatin dia, dia masih mau balik kerja bareng elu, sekali lagi lu macam-macam, habis lu di gua." Ancam Ricky.
"Siapa elu ngatur gua?", tantang Kai dengan senyum sinis.
"Gua balikin pertanyaannya, siapa elu bisa semena-mena sama Davina?".
Kai terdiam, skakmat.
"Hanya karena elu anak pemilik rumah sakit, bukan berarti lu punya kuasa di mana-mana. Elu cuma berkuasa di Timio, disini, kita setara, kita sama. Elu dokter, gua dokter, lu relawan, gua juga, Davina temen gua, sahabat gua, elu? Siapanya dia?". Skakmat part 2, lalu Ricky meninggalkan Kai yang masih diam mematung.
.
.
.
TBC... 🍁
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments