Dari sekian banyak tempat yang runtuh dan remuk, hanya rumah sakit ini jadi satu-satunya tempat berlindung bagi mereka yang kehilangan segalanya, rumah sakit yang tidak lagi mereka sebut namanya, tapi mereka ganti dengan yang baru Safe Zone, zona aman.
.
.
.
.
Korban bencana terus berdatangan, membuat mereka kekurangan banyak kebutuhan, terutama para bayi dan anak-anak. Entah kenapa kebutuhan bayi lama sekali datangnya, makanya Davina inisiatif untuk bekerja sendiri dan dalam diam, mengeluarkan kartu hitam andalannya, Papa, Appa, dan tantenya.
Sibuk dengan ponselnya lalu pandangannya teralih pada seseorang yang menunduk dipembatas koridor. Itu, Kai. Ia terlihat lebih berantakan dari biasanya, sepertinya ia baru saja selesai dengan pasiennya, bahkan masker dan sarung tangannya masih menempel. Setiap pergerakan Kau tidak lepas dari pandangan Davina, bahkan bagaimana pria jangkung itu berusaha menegakkan badannya dan melepas sarung tangan berikut maskernya.
"Apa dia bisa cape juga? ", lirih Davina.
"Heeeeeiiii... ".
"Anjir.... "
"Hahaha... Kamu siang bolong sendirian malah ngelamun, kesambet tau rasa kamu." seru Claren dengan aksennya.
"Bisa ngga jangan ngagetin begitu, Claire laper, kantin yuk... "
"Claren... Claire Claire, kamu kapan sih lulus manggil nama ku dengan benar? ."
"Hayuk... "
"Dia baik-baik aja tanpa gua, gua yang ngga baik tanpa dia." Lirih Kai melihat Davina dari kejauhan pergi dengan senyum ceria di wajahnya bersama Claren.
Tidak sampai disana, Kai juga pergi ke kantin pada akhirnya, dan mendapati tiga sekawan yang selalu dilihatnya duduk bersama dengan makanan masing-masing di meja yang sama, membelakanginya. Kai pun duduk disebelah mereka tanpa mereka sadari.
"Claire, udah sejauh mana lu sama cowo bedah umum itu?", tanya Ricky sambil menyedot minumannya.
"Dih, kepo bener kamu."
"Cerita aja ndoro ayu, kita kepo. Masa ngga sharing-sharing sih, ngga asik." Celetuk Davina.
"Sejauh kokopan." seru Claren dengan santainya.
"Uhhukkk.... Uhhukkk..... ", Davina tersedak minumannya sendiri. Ricky sibuk memberikan air putih. " Secepat itu anjir? Lu baru pedekate kurang dari sebulan lu udah ciuman? ", tanya Davina tidak habis pikir.
"Bravo... Bravo... ", Ricky malah kegirangan sambil bertepuk tangan.
"Emang kenapa sih? Ciuman doang, belum yang lain-lain." Balas Claren lagi dengan santainya.
"Kamu aja yang cupu, otaknya kerja mulu, ngga ada luwes-luwesnya."
"Dih...".
"Atau standar kamu yang ketinggian?".
"That's right mas dimple, kamu bener. Spek idaman aku aja yang kadang ngga ngotak lagi."
"Emang idamanmu yang kayak gimana sih Vin? Jangan bilang Kim Nam Joon dan jajarannya." todong Claren.
"Hahahhh.. Tau aja." Jawab Davina bercanda.
"Jawabnya yang serius mama Vina, aku udah kepo beneran ini, kriteria kamu yang kayak gimana? Siapa tahu aku masuk? Secara kan kamu ibu anak-anakku di masa depan." Kekeh Ricky menunjukkan deretan giginya, sementara Claren sudah menunjukkan ekspresi jijiknya.
"Dengan begini aja kamu udah kalah, flirting tiap hari."
"Huahahaha.... Mampus kamu Rick.. ", Claren puas sekali menertawainya.
"Kalau ditanya maunya yang kayak gimana, aku mau yang kayak Papa dan Appaku di mix jadi satu."
"Hah?".
"Papanya ada dua." Jawab Claren sambil menyendok makanannya.
"Iya, aku punya dua tapi ngga punya mama. Papa itu papa kandungku, Appa itu suaminya tanteku yang adik sepupu mamaku. Kalo diceritain semuanya ngga bakal kelar sampai besok. Intinya begitu. Keduanya dokter, papaku bedah jantung, Appaku bedah anak, aku liat gimana mereka memperlakukan wanita, gimana papa treat mama ku dulu sebelum meninggal, gimana appa memperlakukan tanteku, gimana keduanya manjain aku, tanpa buat aku jadi cengeng. Aku mau yang kayak gitu, papa dan appa yang sifatnya di mix jadi satu. Woahhh...".
"Kamu kok jadi diem Rick, takut ya?", ledek Claren.
"Ngga ya, cuman lagi nyimak aja. Terus, selama ini kamu ngga pernah pacaran gitu? Atau punya mantan atau apa?", kepo Ricky lagi.
"Nah ini Vin, aku juga udah lama mau tanya, tapi berhubung ada yang ngewakilin."
"Ya pernah lah, tapi kapok ahahah... Udah deh ngga usah bahas yang itu. Ngga enak pokonya."
"Kepo bestie... ", rengek Claren.
"Ngga penting buat dibahas, heboh amat sih hidup harus pacaran, mending single lagi ngetrend tuh. Kamu juga, Hati-hati sama cowo, ada yang gila, ada yang waras, ada yang amphibi."
"Kodok dong hahahaha... ", tawa Ricky meledak.
🍁🍁
Dua hari kemudian saat subuh, Kai ditemukan tergeletak di posnya sendirian. Seluruh pos jadi heboh gara-gara hal itu.
Tok tok tok... Pintu kamar asrama Davina diketuk agak terburu-buru diikuti suara samar yang memanggil namanya.
Klek
"Iya... Ada apa suster?", seru Davina serak sambil membuka pintu juga berusaha membuka matanya lebih lebar karena memang waktunya masih terlalu pagi.
"Maaf ganggu kamu subuh begini, tapi bisa kamu gantikan Kai di pos nya hari ini. Dia pingsan, baru ditemukan subuh di posnya, tidak sadarkan diri."
"Hah? Kenapa Sus? Kok bisa? ", spontan Davina mendapatkan seratus persen kesadarannya.
"Kelelahan, bagaimana Vin? Bisa?".
"Bisa suster, nanti saya gantikan. Keadaannya gimana?".
"Belum sadar, tapi dia baik-baik saja, tidak ada yang cukup serius."
"Aohh... Syukurlah."
"Ahhh sepertinya keduanya sama saja." Batin suster kepala menahan senyumnya menatap ekspresi dan reaksi Davina ketika mendengar kabar Kai.
"Nanti jenguk dia ya, jangan terlalu lama perang dinginnya." seru suster kepala. Davina hanya tersenyum tipis menanggapi permintaan itu.
🍁🍁
Benar saja hari itu hampir ia habiskan seorang diri di pos Kai, pasien datang satu persatu, ada yang kontrol kesehatannya, ada yang mengganti perban, ada yang minta di resep kan obat lagi, dan ada juga yang hanya menemani kerabatnya berobat.
"Dok, kok udah lama ngga keliatan?".
"Oh iya bu, saya pindah ke pos lain?".
"Loh? Kok pindah dok? Mas dokter yang cakep itu keliatannya cocok banget sama mba dokter, sama-sama cepet ngerawat pasien."
"Nah kan? Kai setan... Ada yang mengakui gua itu berguna disini, elu aja yang kelewatan... ", umpat Davina dalam hati sambil tersenyum ke arah si ibu yang berkata itu.
"Mas dokter cakepnya dimana ya dok?".
"Oh beliau sedang istirahat bu, besok pasti sudah kembali."
"Ada yang cari saya?".
Deg
Seruan yang membuat Davina tersentak, dan si ibu sumringah.
"Wahhh mas dokter, kirain ngga akan disini hari ini."
"Tadi saya istirahat sebentar bu, masih ada keluhan lain?". Tanya Kai dengan ramahnya, raut wajah Davina yang semula sumringah berubah datar, dan langsung beranjak dari meja itu, menuju ruangan kecil yang dibuat khusus untuk ruangan obat. Kai melirik sekilas dan kembali fokus pada pasiennya.
Berada di ruangan itu membuat Davina kembali mengkritik Kai dalam hatinya, seingatnya sewaktu ia masih disana ruangan obat ini selalu rapi dan tertata, tapi belum dua bulan ia tinggalkan semuanya jadi amburadul, berarti manusia yang dibencinya habis-habisan itu tidak sesempurna itu kan? Ia sibuk mencari pembenaran dalam dirinya sembari menatap dan merapikan stok obat mereka yang berantakan.
"Makasih, Vina."
Tangan gadis itu tadinya terulur hendak meraih sesuatu, tapi berhenti ketika mendengar suara serak yang sedikit lemah itu.
"Kalo sakit itu istirahat aja, ngga usah dipaksain, aku juga bisa sendiri." Seru Davina masih sibuk dengan obatnya, dan spontan berhenti mendapati sepasang tangan kokoh tiba-tiba melingkari tubuhnya dari belakang.
"APA INI NEPTUNUS...!!! ", teriak Vina dalam hati, suhu tubuh Kau yang memang lebih hangat benar-benar ia rasakan ter transfer ke tubuhnya.
"Vina...". suara itu berat tapi lirih hampir berbisik.
Jangan tanya se berisik apa pikiran Davina, jantungnya berdetak lebih cepat, takut sekali ia Kau mendengar degupnya.
"K-kamu k-enapa?", gadis itu gugup sekali tanpa berusaha melepaskan diri, pria yang di hindarinya dan diumpatinya dalam hati setiap hari malah memeluknya kini. Hangat sekali.
"Lima menit aja, Vina. Lima menit aja kamu diem begini, aku benar-benar cape. Kalo gini rasanya napas aku lebih nyaman. "
"Gua harus apa anjir, jantung gua kenapa pargoy begini, astaga Tuhan... ", batin Davina, tapi ekspresi wajahnya datar sekali.
"Makasih kamu masih mau nolongin aku setelah aku banyak jahatin kamu tanpa aku sadari. Aku terlalu yakin sama diri aku sendiri, kamu bukan kurang cepat, bukan kurang gesit, bukan kurang apa-apa. Aku aja yang egois. Aku ngga mau berbagi kamu dengan siapapun, aku nyaman kamu dideket aku, aku nyaman kamu selalu nempelin aku, aku harap dengan aku keras begitu kamu selalu bareng aku, berharap kamu terus mau belajar bareng aku, tapi ternyata caraku salah. Aku suka kamu, Vina, sedari awal. Sejak awal kamu adalah partnerku, aku tertarik, lalu aku suka, dan sekarang aku ngerasa kehilangan setelah kamu pergi, ngga bareng aku lagi di pos ini. Aku benar-benar kehilangan, Vina."
Vina membeku. Ia benar-benar tidak tahu harus apa. Berdebar? Bukan hanya berdebar lagi, ia hampir pingsan, kakinya sudah lemas. Bagaimana mungkin pria paling tampan dan dingin se Safe Zone ini menyukainya? Apa tidak salah? Apa benar hanya karena ia ingin terus bersama Davina makanya ia memperlakukan Vina se keras itu? Se semena-mena itu.
"Kayanya kamu memang masih sakit deh, sana balik lagi ke ruangan kamu. Istirahat aja, aku ngga perlu dibantuin disini, biar ngga se cepet kamu, aku masih bisa handle semua."
"Vina..."
Jangankan menoleh melirik saja tidak, ia malah dengan santainya melangkah keluar ruangan. Turunan Tania memang, sebisa mungkin ia mengelola ekspresinya, padahal jantungnya sudah jungkir balik didalam sana.
Sapp...
"Mmmmpph... K-kaimmph... "
.
Pov otor : Ngerti kan? Masa ngga ngerti 😏?
.
.
.
TBC... 🍁
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments