Bab 2

Lusi dan keluarganya duduk di lorong rumah sakit setelah menerima pengobatan atas luka-luka kecil mereka. Sebagian korban runtuhnya terowongan juga telah ditangani sebaik mungkin. Tanpa terkecuali pria tampan yang Lusi dan ayahnya selamatkan.

Setelah melengkapi data korban, ayah Lusi mengajak keluarga pulang. Tapi mereka berdiri termangu di depan rumah sakit, bingung cara untuk pulang karena mobil hancur di terowongan.

"Mobilku!! Hancur sudah" sesal ayahnya tidak bisa mengendarai mobil lagi.

"Padahal cicilannya masih tiga tahun lagi" tambah ibunya.

"Aku lapar" kata adiknya mengeluh akan hal lain.

"Kita jalan saja bagaimana?" usul Lusi.

Suasana rumah sakit yang hiruk pikuk terpecah setelah kedatangan dua mobil hitam yang mengapit sebuah ambulance besar. Ketiganya berjejer tepat di depan rumah sakit.

"Pasti pejabat yang ingin menengok korban" kata ayah Lusi.

"Mobilnya terlalu mewah untuk seorang pejabat kota kecil" tambah ibunya.

"Horeee ada orang terkenal!" seru adiknya.

"Ayo kita pulang" ajak Lusi.

Beberapa pria berbadan besar dengan setelan serba hitam keluar dari mobil depan dan belakang. Mereka berlari ke arah rumah sakit dengan gerakan kompak.

Tak lama ada keributan disana. Para pria besar itu ternyata membawa seorang pasien yang masih berada di atas ranjang keluar, menuju mobil mereka. Disertai beberapa dokter dan perawat yang menyusul di belakangnya.

Ternyata pasien yang dibawa adalah pria yang Lusi dan ayahnya selamatkan. Sepertinya pria itu bukan orang biasa.

"Pasti orang kaya" tebak ayah Lusi.

"Pewaris konglomerat kaya" tambah ibunya

"Aku harus mengambil foto" kata adiknya yang siap mengambil foto dengan ponselnya.

"Itu bukan urusan kita, ayo pulang!" ajak Lusi.

Pria tampan itu dibawa masuk ambulance. Meski tidak pernah mengenal pria itu, Lusi merasa lega bisa menyelamatkannya. Dan akhirnya setelah beberapa lama, Lusi dapat mengajak keluarganya pulang.

Bayangan pulang ke rumah untuk berbaring di ranjangnya yang nyaman buyar sudah. Karena rumah yang telah ditinggali selama kurang lebih lima belas tahun itu hancur karena gempa.

"Hancur semuanya" kata ayah Lusi.

"Rumahku!!" ratap ibunya.

"Kapan aku bisa makan??" tanya adiknya.

" ... " Lusi tidak bisa berkata-kata dan segera pergi ke puing-puing rumah untuk menyelamatkan barang-barangnya.

Setelah berjuang menyelamatkan barang berharga mereka, keluarga Lusi terpaksa mengungsi di aula pertemuan desa. Mereka berkumpul dengan beberapa warga yang rumahnya ikut hancur dalam bencana gempa kali ini.

Pemerintah desa Nuli datang ke aula, mencoba untuk menenangkan warganya. Membawa makanan yang akhirnya bisa memenuhi rasa lapar adik Lusi yang sejak tadi merengek terus.

"Pemerintah desa Nuli sangat bersedih atas bencana gempa kali ini. Kami akan membantu pembangunan lagi rumah Anda. Tapi, tidak bisa memberikan banyak karena rumah yang hancur lebih banyak dari perkiraan. Kami mohon pengertian Anda semua"

Demikian pengumuman Kepala desa yang membuat keluarga Lusi kembali termangu. Mereka sedang berada dalam keadaan tidak baik. Ayah Lusi tidak bekerja selama enam bulan terakhir, membuat tabungan tergerus untuk membiayai sekolah dan kebutuhan sehari-hari.

Kalau sisa tabungan diambil semua untuk membangun rumah kembali, jumlahnya pasti tidak akan cukup. Malam itu ketika Lusi dan adiknya beristirahat, kedua orang tuanya berbincang sampai tengah malam. Dan paginya, mereka mengambil keputusan yang mengejutkan.

"Ayah dan ibu memutuskan menyewa rumah di kota Nado" kata ayahnya.

"Nanti setelah dibersihkan, tanah di desa akan dijual. Dan semoga saja bisa untuk membuka usaha kecil-kecilan di kota" tambah ibunya.

"Sekolahku juga pindah ke kota!! Hore!!" sorak adiknya senang atas keputusan orang tua mereka.

"Lusi menurut saja" ucap Lusi karena tahu orang tuanya pasti telah memikirkan segala kemungkinan dan akhirnya mengambil keputusan ini.

Akhirnya keluarga Lusi bekerja sama dengan pemerintah desa, membersihkan puing-puing rumah mereka. Menyisakan tanah kosong yang membuat sedih.

Sebulan kemudian, Lusi dan keluarganya resmi pindah ke kota. Dilepas oleh para tetangga yang sama-sama saling mendoakan.

"Kita harus berjuang di kota!" ucap ayahnya ragu.

"Tenang ayah. Kita akan mendukung ayah. Semua anggota keluarga juga ikut berjuang" tambah ibunya berusaha memberi semangat.

"Selamat tinggal desa kecil. Selamat datang kota besar!" kata adik Lusi begitu bangga pindah ke kota.

" ... " Lagi-lagi Lusi tidak bicara. Dia bingung akan keadaan baru yang akan segera dihadapi di kota.

Sesampainya di kota, Lusi dan keluarganya melihat rumah susun tinggi yang berada dalam lingkungan ramai. Rumah sewa mereka berada di lantai tiga. Dengan tiga kamar kecil dan ruang serbaguna, kamar mandi dan dapur sempit.

"Maaf sisa tabungan kita hanya bisa menyewa rumah seperti ini" kata ayahnya.

"Ini sudah bagus ayah" tambah ibunya.

"Sempit sekali!! Aku mau rumah yang lamaaa!!" ratap adiknya dengan kesedihan berlebihan.

"Mana kamarku?" tanya Lusi segera membawa masuk barang-barangnya.

Seminggu setelah pindah, tanah di desa terjual. Tapi dengan harga yang murah. Karena keadaan di desa cukup berat setelah gempa. Hasil penjualan tanah segera dibuat usaha oleh ayah dan ibu Lusi. Mereka membuka sebuah warung mie.

Di awal berjualan, Lusi harus membantu setelah sekolah. Demi menghemat biaya pegawai.

Perlahan tapi pasti, usaha keluarga Lusi dikenal dan ramai pengunjung. Tabungan mereka yang awalnya menipis, kini semakin menebal. Dan akhirnya dapat membeli rumah di kota Nado ini. Keempatnya begitu senang karena kehidupan mereka membaik setelah enam bulan pindah ke kota.

Dan Lusi tak perlu lagi membantu di warung mie mereka. Dia memiliki banyak waktu untuk belajar dan main.

Tapi, ada yang berubah dengan tubuhnya.

Pada suatu malam, ketika Lusi sedang tertidur. Dia mengalami sebuah sentuhan di bagian intimnya. Tentu saja Lusi tak mempedulikannya. Namun ketika menemukan celana dalamnya basah di pagi hari, Lusi merasa ada yang aneh sedang terjadi.

Ketika hal ini berulang selama tiga kali, Lusi mulai merasa ada yang salah dengan tubuhnya.

Pada suatu malam saat Lusi begadang untuk belajar, dia mengalami hal aneh itu lagi. Kali ini ketika dia terjaga.

Lusi benar-benar merasakan ada sesuatu yang menyentuh bagian intimnya. Menyentuh terus menerus sampai Lusi merasakan sesuatu yang intens di bagian bawah perutnya. Ketika semua selesai, Lusi merasa bahagia namun malu disaat yang sama.

Sungguh sebuah perasaan yang tak pernah dia alami sebelumnya.

Hal ini membuat Lusi sadar ada yang salah dengan dirinya. Dia harus membicarakan hal ini pada orang tuanya. Tapi karena kedua orang tuanya terlalu sibuk membangun usaha, Lusi tak bisa mengatakannya. Dan hanya bisa memendam hal itu dalam hati.

Lama kelamaan, Lusi mulai terbiasa dengan apa yang terjadi pada tubuhnya. Dan tidak pernah berpikir kalau hal itu adalah sesuatu yang aneh lagi. Malah menikmatinya ketika hal itu terjadi.

Terpopuler

Comments

Selfi Azna

Selfi Azna

thooorr,, novel yg satu lagi lanjutkan lah thooorr

2025-04-13

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!