"Lusi, bangun!"
"Lusi!!"
Lusi mendengar suara ibunya yang memohon dia untuk bangun. Tapi matanya begitu sulit terbuka. Tubuhnya juga seakan disuntik kakiku. Sama sekali tidak bisa digerakkan.
Satu jam kemudian, Lusi mulai dapat menggerakkan jari-jari tangannya. Kemudian kaki, lutut dan pinggang. Beberapa saat kemudian Lusi dapat menggerakkan semua anggota tubuhnya. Lalu secara sadar memukul sesuatu yang berada dekat di sekitarnya.
"Sial, apa ini?!!"
Ternyata Lusi memukul kepala adik yang tidur di ranjangnya. Anak itu melihat ke arah Lusi dan berlari keluar kamar
"Ayah!! Ibu!!! Kakak bangun!!"
Terdengar suara derap langkah mendekat dan Lusi dapat melihat ayah dan ibunya yang khawatir
"Akhirnya, kamu bangun juga" kata ibunya begitu bersyukur.
"Aku sudah bilang, dia tidak apa-apa" tambah ayahnya.
"Ayah yang paling panik! Terus bertanya pada dokter kakak kenapa. Padahal tidak luka sama sekali tapi belum sadar juga selama tiga hari" sahut adiknya tak mau kalah.
Tiga hari? Ternyata Lusi tidak sadar selama tiga hari setelah kejadian di terowongan itu.
"Apa semua baik-baik saja?" tanya Lusi dengan suara lemah.
"Baik. Tentu saja semua baik-baik saja. Kamu juga harusnya baik. Seandainya tidak kembali ke terowongan untuk menyelamatkan orang itu"
Menyelamatkan orang itu? Apa maksud ibu, pria tampan yang bisikan permintaan tolong ya terdengar hanya oleh Lusi? Pria tampan itu?
"Dia? Bagaimana?" tanya Lusi.
Ayah, ibu dan adiknya saling berpandangan lalu mengangkat pundak mereka bersamaan.
"Tidak tahu" jawab ketiganya.
Semoga saja pria tampan itu baik-baik saja, pikir Lusi. Meski dia tidak sempat bertanya nama pria itu, paling tidak mereka berhasil keluar dari terowongan dalam keadaan selamat.
Tiga hari kemudian, Lusi diperbolehkan keluar dari rumah sakit. Dia berdiri bersama ibunya di depan rumah sakit untuk menunggu ayah yang mengambil mobil.
Kemudian beberapa mobil hitam mewah datang dan berhenti berjajar di depan lobi rumah sakit. Orang-orang dengan pakaian serba hitam keluar dari mobil tersebut kemudian kompak memberi hormat.
"Selamat telah sembuh Tuan Muda!" ucap mereka bersamaan.
Baru saja Lusi ingin melihat siapa yang diberi hormat oleh orang-orang berpakaian serba hitam itu, namun ...
"Lusi!!! Ayo pulang!!" ajak ayah yang berhasil membawa mobilnya ke depan rumah sakit.
Lusi dan ibunya tidak membuang waktu dan segera masuk ke dalam mobil yang terpaksa berhenti agak jauh. Tidak menunggu seorang pria yang keluar dari rumah sakit dalam keadaan hampir sembuh.
Ketika pulang, Lusi hanya bisa bersyukur karena keadaan rumahnya baik-baik saja meski ditempat oleh gempa bumi beberapa hari lalu. Berbeda dengan terowongan yang hampir runtuh itu.
Setelah sepenuhnya sembuh, Lusi kembali bersekolah seperti biasanya. Dia tidak pernah lagi mendengar bisikan seperti ketika di terowongan waktu itu.
Tapi di sebuah malam yang dingin. Ada sesuatu yang terjadi pada tubuh Lusi. Sesuatu yang bahkan dia sendiri sulit untuk menjelaskan.
Malam itu sama seperti malam-malam biasanya. Hanya udaranya sedikit lebih dingin karena hujan baru saja turun setelah matahari tenggelam.
Dalam tidurnya yang nyenyak, mendadak Lusi merasa seseorang menyentuh tubuhnya. Seakan sebuah tangan besar bergerak menyapu pipi, leher, tulang selangka dan terus bergerak ke bawah tubuhnya. Dan ketika sesuatu itu berada di sekitar bagian sensitif milik Lusi. Dia tersentak.
"Apa itu?" tanyanya dalam hati lalu melihat sekeliling.
Tidak ada apa-apa di kamarnya. Lalu kenapa dia merasakan hal seperti ini?
Saat Lusi ingin kembali tidur, ada sesuatu yang terjadi tepat di bagian bawah perutnya. Rasa menggelitik yang aneh disertai sesuatu seperti ... Masuk ke dalam tubuhnya. Berhasil membuat Lusi merasa ketakutan.
Dia berlari keluar kamar dan berteriak memanggil ibunya.
"Ibu!!!"
Syukurlah ibunya belum tidur karena sedang menonton film. Lusi segera meringkuk tepat di pelukan ibunya.
"Ada apa?" tanya ibunya bingung.
"Di kamarku ... Ada setan!!" ucap Lusi membuat ibunya heran.
"Apa?"
"Iya. Ada setan yang menggerayangiku" kata Lusi lagi dengan wajah ketakutan.
"Apa? Apa sih maksudnya?"
Lalu Lusi menjelaskan apa yang terjadi pada dirinya sebelum berlari keluar dari kamar. Ibunya yang terkejut setelah mendengar penjelasan Lusi segera bergerak ke arah kamar putrinya. Berbekal sebuah bantal dan bacaan doa, ibunya membuka pintu kamar. Tapi tidak menemukan apapun di dalam kamar putrinya.
"Ada Bu?" tanya Lusi yang bersembunyi di belakang tubuh ibunya.
"Tidak ada apa-apa"
Lusi keluar dari persembunyian dan melihat kamarnya. Memang tidak apa-apa disana. Hanya kamarnya seperti biasa. Lalu ibunya berbalik, menggeret Lusi untuk duduk di atas ranjang dan memulai pembicaraan yang tak nyaman baginya.
"Kamu pasti sedang berada dalam tahap pubertas. Kamu sudah menerima pelajaran ini di sekolah?"
Pubertas? Tentu saja Lusi sangat mengerti tentang hal itu. Perubahan tubuh disaat seorang perempuan telah mencapai usia yang cukup. Ditandai dengan keluarnya darah dari bagian itu. Juga tumbuh payudara, berubah bentuk pinggul, munculnya beberapa rambut di ketiak dan bagian itu. Lusi sangat mengerti tentang pubertas. Tapi tidak pernah sekalipun dia mendapatkan penjelasan tentang apa yang baru saja dia alami malam ini.
"Apa benar kalau yang aku alami adalah bagian dari pubertas, Bu?" tanyanya ragu.
"Hemmm ... Iya" jawab ibunya tidak menghapus keraguan dalam diri Lusi. Lalu sebuah suara seperti pintu berderit muncul. Lusi dan ibunya melihat ke arah pintu kamar dan pecahlah tawa adik Lusi.
"Hahahahaha, ternyata kakak cabul. Perempuan tapi mimpi basah. Hahahahaha"
Mimpi basah?
Lusi melihat ke arah ibunya yang menutup mulut erat-erat.
Bukankah mimpi basah adalah ciri pubertas anak laki-laki? Kenapa dia yang merupakan perempuan mengalami mimpi basah? Atau ... Apa memang dia cabul?
Hi ... Membayangkan kata itu saja membuat Lusi jijik. Untuk menutupi rasa malu yang dirasakannya, Lusi mengejar adiknya yang bermulut besar itu. Memukul adik kurang ajar itu dengan bantal berkali-kali sampai akhirnya mereka berdua melihat sebuah adegan di televisi.
"Ahhh Ahhh ... Iya benar. Tetap disitu. Enak sekali. Ahhh ... Ahhh "
Keduanya masih menatap gambar bergerak yang tak senonoh itu sampai akhirnya televisi menjadi gelap.
Baik Lusi dan adiknya menoleh, melihat ibunya tertawa lalu pergi.
"Buahahahaha ... Ternyata perempuan di rumah ini cabul!!" kata adiknya tanpa filter.
Sedangkan Lusi, dia tidak bisa menerima kenyataan bahwa dirinya mungkin memang cabul. Bukan karena faktor lingkungan yang mempengaruhi. Namun faktor genetik yang diturunkan langsung oleh ibunya.
Apa setelah menjadi dewasa nanti, dia akan menjadi seperti ibunya? Suka menonton film seperti itu.
"Tidak. Tidaaaaaaakkkk" teriaknya tidak ingin menerima kenyataan.
Lusi tidak tahu kalau apa yang dia alami berkaitan erat dengan seorang pria yang sedang melepas melakukan kesenangannya sebagai seorang pria untuk pertama kalinya di saat usianya tepat menginjak dua puluh lima tahun.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Selfi Azna
thooorr,, novel yg satu lagi lanjutkan lah thooorr
2025-04-13
0