💌 MUST GET MARRIED 💌
🍀 HAPPY READING 🍀
.
.
Pulang dari rumah sakit, Hanna mengistirahatkan tubuhnya di tempat tidur yang sudah reyot. Hanna di suruh pulang sendiri, sementara Bibi Renata dan Nara sudah lebih dulu pulang. Hanna menarik napasnya dengan berat. Pikirannya tidak pernah habis memikirkan banyak hal. Hingga, setiap kali dia kembali ke rumah bibinya yang setiap hari penuh kemarahan, ke kamarnya yang lebih sepi dan ke hatinya yang jauh lebih sepi. Hanna hanya duduk, membuka beberapa lembar catatannya dan menulis sesuatu yang tak pernah ia tahu apa isinya.
Selebihnya, Hanna merebahkan badannya dan memejamkan mata. Seolah-olah itulah ketenangan yang selama ini ia cari. Nyatanya bukan, pikirannya tetap riuh dengan pertanyaan, hatinya tetap khawatir dengan kemungkinan. Hanna tetap gelisah dan tidak bisa tidur. Ia menyentuh dadanya, hatinya bergetar saat mengingat lelaki itu. Getaran itu berbeda dan membuatnya sulit bernapas.
"Ada apa denganku?"
"Apakah aku memiliki penyakit serius? Kenapa jantungku masih berdebar seperti ini? Bukankah kata dokter aku hanya demam biasa?"
Huffft...! Hanna kembali duduk di tepi ranjang reyot miliknya. Ia membuang napas lesu, ia kembali menatap pantulan dirinya di cermin usang di dalam kamarnya. "Ibu, apakah aku akan mati? Kenapa jantungku masih berdebar seperti ini. Apa yang harus aku lakukan? Aku tidak mau mati di usiaku yang masih muda." Ucap Hanna dengan wajah meringis.
Hanna menarik napasnya, perasaan yang membuatnya tidak tenang tidak bisa ia tutupi. Ia menarik napasnya lagi, pandangannya sayu menatap ke arah lantai.Tubuhnya tertunduk lesu. Hanna berdiri untuk mengambil pasokan oksigen agar bisa memenuhi paru-parunya. Ia mengangkat wajahnya, menatap dirinya di cermin usang begitu lama. Mencoba mengembalikan seluruh kesadarannya. Ia menepuk-nepuk pipinya di depan cermin lalu berulang-ulang menghembuskan napas lewat pipi yang menggembung. Ia masih kesal kepada dirinya sendiri.
"Apa yang sebenarnya aku rasakan?" Hanna membatin sambil memejamkan matanya. Ia terus memikirkan perkataan Levi saat di rumah sakit.
FLASHBACK ON
Hanna merasakan sesuatu yang perih di punggung tangannya saat ia menggerakkan tangannya. Ia melihat punggung tangannya sudah tertancap infus. Pandangannya buram, masih beradaptasi dengan cahaya ruangan. Perlahan-lahan Hanna akhirnya berhasil membuka matanya dengan sempurna. Ia melihat sekelilingnya di dominasi warna putih. Aroma obat-obatan tercium di hidungnya.
"Ah...kepalaku?" Hanna meringis kesakitan. Ia berusaha mengingat. Ingatan itu kembali seakan berputar putar di dalam otaknya. Bahwa ia ternyata pingsan di sekolah dan diselamatkan Levi.
"Suara apa itu?" Hanna mendengar gemercik air dari arah kamar mandi. "Siapa itu? apakah itu bibi Renata?" Pikirannya berkecamuk dan berusaha menenangkan dirinya. Kalau benar itu bibi Renata, makian-makian yang akan keluar dari mulutnya.
CEKLEK!
Pintu terbuka dan bersamaan itu Hanna kembali memejamkan matanya.
Suara langkah kaki terdengar mendekati ranjang tempat tidur.
Levi mengambil kursi dan duduk di dekat ranjang dimana Hanna sedang tertidur. Hanna dapat merasakan jika Levi sedang merapikan selimutnya. Ia juga merasakan Levi mengambil tangannya dan memberi usapan lembut di punggung tangannya. Jantungnya berdetak kencang dan sungguh menegangkan.
Deg... deg... deg...!
Hanna menahan napasnya. Jantungnya berdebar begitu keras saat Levi lagi-lagi memberikan usapan lembut di bagian tangannya. Hanna berusaha menenangkan dirinya, bersikap biasa saja seperti wanita yang memang sedang tertidur.
"Kau cantik sekali Hanna, kau seperti bayi polos jika sedang tertidur seperti ini." Kata Levi pelan hampir tak terdengar.
Hanna dapat mendengar hembusan napas Levi, ia seperti menikmati wajah Hanna yang sedang tertidur di sana. Tiba-tiba hening, tidak ada suara lagi. Hanna perlahan-lahan membuka matanya. Benar saja Levi sudah tertidur dengan posisi duduk sambil memegang tangannya.
FLASH BACK OFF.
Hanna masih terus memikirkan lelaki bernama Levi itu. Hanna mencoba menepis, ia tidak mungkin menyukai lelaki itu. Apalagi melihat kehidupannya seperti ini. Kehidupan yang tak pernah terpikirkan olehnya. Ia hanya menginginkan kebahagiaan tinggal bersama ibunya. Tapi Tuhan berkehendak lain, ibunya sudah lebih dulu meninggalkannya selamanya. Hanna harus sadar, bahwa ia tidak pantas untuk Levi.
Hanna mencoba membuka alkitab untuk mencari-cari sesuatu. Dia mencari ketenangan. Sedang dia sendiri tidak pernah tahu bagaimana dan seperti apa ketenangan yang dia maksud.
Di luar sana Hanna menenggelamkan diri dalam kegiatan sekolah untuk mencari kesibukan agar ia lupa dengan makian-makian dari bibinya Renata yang terus menyalahkannya. Dengan kesibukan itu Hanna berharap bisa menemukan ketenangan itu di salah satu tempat yang dia datangi. Tapi, ternyata tidak demikian. Hatinya tetap tidak tenang. Bahkan, ibadah pun belum membuatnya tenang. Hanna sudah mengenal dengan baik kelelahan, kekhawatiran, kegelisahan, ketakutan. Semua itu telah menjadi teman perjalanan yang tidak lagi mengkhawatirkan. Hanna harus tetap melanjutkan perjalanan hidupnya yang sunyi.
🔹🔹🔹🔹🔹
Levi berlari kecil saat melihat Hanna berjalan menuju ruang musik yang sering di kunjunginya akhir-akhir ini.
"Hanna!" Panggil Levi.
Hanna tidak mendengar panggilan itu, ia sudah lebih dulu masuk ke ruang musik. Levi terus melangkah panjang untuk menemui Hanna. Semenjak melihat kejadian di rumah sakit, hati Levi tidak tenang dan memikirkan Hanna.
"Bagaimana keadaan Hanna sekarang?"
"Apakah dia baik-baik saja?"
"Apa yang dia lakukan sekarang?"
Levi terus mondar-mandir dengan gelisah di kamarnya dan terus memikirkan Hanna. Ia tidak bisa melakukan apa-apa pada saat melihat kejadian itu. Levi hanya bisa merutuki kebodohannya. Mengepalkan tangannya berkali-kali. Memegang dagu, berkacak pinggang, melepas lagi dengan frustasi. Hampir semua gerakan kebingungan ditunjukkan Levi pada saat itu.
Sekarang yang bisa dilakukan Levi hanyalah menemui Hanna. Menanyakan kabarnya jauh lebih menenangkan hatinya. Tak lama Levi mendengar lantunan musik klasik Fur Elise dari Beethoven. Dentingan tuts piano terdengar lembut namun juga bertenaga. Sangat lembut dan juga berperasaan. Kesan lagu yang menyimpan banyak kesedihan.
Levi perlahan membuka pintu dan melihat Hanna sedang bermain di tuts-tuts piano dengan lihai sambil bernyanyi di sana.
Sementara Hanna terus memainkan jari-jarinya di atas di tuts-tuts piano. Saat mengangkat wajahnya matanya bertemu dengan Levi. Ia melihat Levi berdiri dan mendekat membuat jantung Hanna berdetak nakal. Membuat debaran-debaran yang membuatnya tidak nyaman. Sungguh ia tidak mau terusik dengan tatapan Levi yang terus memperhatikannya. Ia tidak mau Levin menangkap kegugupannya. Bayangan Levi yang semakin mendekat membuat Hanna menahan napasnya dan reflek menghentikan permainan pianonya dan berdiri di sana.
Levi terus berjalan ke arah Hanna yang diam di sana. Hingga jarak tubuh mereka hanya sekitar satu meter.
Deg...
Deg...
Deg...
Hanna menarik napasnya lewat mulut. Debaran itu semakin terasa banyak dan semakin intens. Degupan jantung yang kuat, terasa seakan menembus dada.
"Bagaimana kabarmu Hanna, apa kau baik-baik saja?" Tanya Levi menatap Hanna dengan lekat.
Hanna terdiam, tidak langsung menjawab. Ia menarik napasnya, lalu menatap Levi kembali.
"Aku baik-baik saja Levi. Aku tidak sempat mengucapkan terima kasih kepadamu saat itu." Hanna menunjukkan rasa terima kasihnya kepada Levi lewat senyumnya.
Tatapan mata Levi masih tetap mengunci.
GLEK!
Hanna menelan salivanya berulang kali. Saat tatapan mereka bertemu lagi, perasaannya menjadi tidak tenang, ia gelisah.
"Ada apa denganku, kenapa perasaanku menjadi tidak enak seperti ini?" Hanna terus berbisik dalam hatinya. Wajahnya terasa panas karena tidak nyaman dengan tatapan itu. Ia melarikan pandangannya ke bawah dan mencoba mengalihkan perhatiannya menatap ke arah lain.
Melihat wajah Hanna pucat, Levi menyentuh pelan dahi Hanna. "Apa kau masih sakit? wajahmu masih terlihat pucat." Tanya Levi pelan.
Reflek Hanna terkejut saat tangan Levi menyentuh dahinya. "Maaf, aku baik-baik saja..." Ucap Hanna langsung meninggalkan Levi di sana.
"Hanna.....?!" Panggil Levi, ia sedikit terkejut melihat reaksi Hanna yang tiba-tiba berlari meninggalkannya.
"Hanna?" Panggilnya lagi.
Namun, Hanna tidak perduli dengan panggilan itu. Ia terus melangkah panjang meninggalkan ruang musik.
🔹Mohon maaf untuk satu Minggu ke depan saya tidak update. Saya kembali tanggal 7🔹
BERSAMBUNG
^_^
Tolong dukung ya my readers tersayang. Ini novel ke sebelas aku 😍
Salam sehat selalu, dari author yang cantik buat my readers yang paling cantik.
^_^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
✨Margareth💫
Suka kali dengan jalan ceritanya Thor
keren ah ceritanya
jangan lama lama update nya Thor
jamuran kita nunggu
2025-04-07
0
Hosanna Feodora
ternyata author lagi mudik ya 😆
sama Thor saya juga lagi pulang mudik
mudik kemana Thor
2025-04-07
0
Magdalena💨
Suka banget jalan ceritanya gak bertele tele
lanjut dengan semangat
2025-04-08
0