💌 MUST GET MARRIED 💌
🍀 HAPPY READING 🍀
.
.
KEESOKAN HARINYA.
Yohanna sengaja minta di turunkan di ujung jalan, jauh dari rumah bibi Renata. Ia tidak ingin bibinya tahu, jika seorang lelaki mengantarnya pulang. Ia sudah menolak ajakan Albert. Namun, Albert bersikeras untuk mengantarnya pulang. Hanna sudah keluar dari mobil dan menunggu sampai mobil itu pergi. Albert kembali menurunkan kaca mobilnya dan memberikan lambaian tangannya.
"Terima kasih Hanna, sudah bersedia aku antar pulang. Aku sangat bersyukur akan itu." Kata Albert tersenyum manis di sana.
"Seharusnya aku yang berterima kasih Albert. Tidak perlu repot-repot."
"Ah....tidak repot kok, aku justru senang Hanna."
"Terima kasih Albert."
Albert mengangguk dan memberikan senyum terbaiknya, ia memutar mobilnya dan meninggalkan Hanna yang masih berdiri di sana. Setelah mobil itu benar-benar pergi, Hanna menarik napasnya dalam dalam. Hanna berjalan menatap bayangannya. Ia tidak tahu apa yang akan dilakukan bibi Renata ketika ia terlambat pulang.
"Praaangggg!!!"
Gelagar suara gelas pecah, menghantam dinding ketika Hanna membuka kenop pintu. Hanna memejamkan matanya, ia masih mengatur napasnya untuk menghentikan debaran jantungnya karena begitu terkejut. Siapa lagi pelakunya kalau bukan bibi Renata. Ia melempar gelas itu kembali kepadanya. Suara yang memekakkan telinga itu sayup-sayup berhenti. Sekarang yang tertinggal hanya rasa keheningan yang mencekam. Sorot mata Renata yang begitu tajam seakan mampu menembus jantung Hanna saat ini.
"Bibi?!"
Hanya itu yang bisa Hanna ucapkan saat ini. Ia menelan salivanya berulang kali.
Renata tersenyum sinis. Ia melangkah panjang dan mendekat untuk memberikan pukulan tepat di bagian kepala Hanna. Pukulan itu berhasil membuat rambutnya berantakan.
"Dari mana saja kau? Kenapa jam segini baru pulang? Hebat ya kamu sekarang. Sudah mulai berani melawan?" sengit Renata menatapnya dengan tajam.
"Kau sangat menyusahkan dan tidak bisa diandalkan. Sekarang kau berani pulang saat tadi pagi kau tidak melakukan pekerjaan rumah. Kau pikir kau siapa? Kau hanyalah anak yatim-piatu bodoh." Renata kembali memukul bagian kepala Hanna sampai membuatnya hampir terjatuh.
Hanna meremas tangannya dengan kuat, Ia merapikan rambutnya dan membalas menatap bibinya dengan tajam. Lagi-lagi kata itu yang ia dengarkan dari wanita itu. Hanna kembali menarik napas sambil terpejam.
"Kenapa bibi seperti ini?" teriak Hanna membuat Renata tersentak. "Aku hanya belajar. Apa itu salah? Kenapa Nara bisa dan aku tidak bisa terlambat pulang? Kenapa bibi begitu membenciku?" Kata Hanna histeris dan menangis. Ia sudah tidak tahan dengan perlakuan bibinya.
"Kau berani membentakku? Dasar brengsek!" teriak Renata mengayunkan tangannya menampar pipi Hanna dengan keras, sampai Hanna mengadu kesakitan. "Kau berani membandingkan dirimu dengan Nara. Kau berbeda dengan Nara. Kau hanyalah anak yang menumpang hidup di rumah ini. Apapun aku katakan kau tidak bisa membantah, apalagi melawan. Kau mengerti?" Kata Renata menekan setiap perkataannya. Sampai ia mengeraskan rahangnya karena menahan emosi.
"Kalau bibi tidak suka, kenapa kalian tidak izinkan aku pergi?" Kata Hanna dengan emosi.
"Aku memang tidak akan mengizinkanmu pergi sampai aku mengusirmu Hanna. Kau harus membayar kerugian selama kau makan dan tidur di rumah ini. Semua itu tidak gratis." Kata Renata dengan nada sangat dingin. Renata tertawa. Kali ini tawanya begitu menakutkan. Ia kembali menatap Hanna dan berbicara. "Saat ada orang yang bersedia membelimu dan saat itu juga kau pergi dari rumah ini."
Mendengar itu, bagikan tamparan yang melekat tanpa rasa sakit. Hanna melangkah mundur ke belakang dan menggeleng pelan, matanya memandang tangannya yang gemetar. Ekspresi wajahnya menegang. Air matanya langsung terjatuh begitu saja. Ia bahkan tidak percaya dengan apa yang di dengarnya saat ini.
"Bibi, kenapa kau kejam?" teriak Hanna dengan derai air mata. Ia tidak menginginkan seperti ini. Ia pernah pergi dari rumah ini. Namun, bibi Hanna berhasil menemukannya. Hanna ingin keluar untuk mencari kebahagiaan.
Jemari kuat Renata mencengkeram pundak Hanna. "Dari kecantikanmu, kau bisa menghasilkan uang banyak, jika waktunya tiba aku akan menjualmu Yohanna." Kata Renata dengan ketus. Ia mendorong tubuh Hanna dengan kasar.
"Sekarang kau masuk...! " kata Renata menekan setiap perkataannya.
"Apa yang bibi lakukan?"
"Kau harus di hukum karena berani pulang terlambat."
"Jangan lakukan itu bibi." Hanna berusaha menghindari cengkraman tangan Renata.
"Apa yang bibi lakukan, lepaskan aku!!" Kata Yohanna memberontak.
"Diammmm !!!" Suara lantang itu membuat Yohanna tidak mampu melawan. Renata mendorongnya masuk ke dalam kamar gudang yang terpisah dari rumah.
Aaahhhhhhhhh tubuh Hanna terdorong dan membuatnya tersungkur jatuh.
"Ini juga hukuman untukmu. Karena kau mengabaikan Nara di sekolah." Renata langsung menguncinya di dalam dan membiarkan Hanna berteriak di sana.
"Cih...dasar menyusahkan. Kau di hukum sampai besok. Jangan sampai aku dengar teriakanmu minta keluar." Ucap Renata menatap pintu kamar dan meninggalkan Hanna terkurung di sana.
Renata merobek beberapa buku pelajaran Yohanna dan membakarnya di depan gudang tempat Yohanna dikurung. Renata tersenyum sinis ketika melihat buku-buku Hanna habis terbakar dan menjadi debu.
MALAM HARI DI KEDIAMAN GEORGE.
Gelisah, Levi terus gelisah. Ia berusaha memejamkan matanya, namun tidak bisa. Yang dia lakukan hanyalah membolak-balikkan badannya ke kiri dan ke kanan. Sudah tiga jam ia melakukan itu. Levi duduk lagi, tak berapa lama ia menjatuhkan tubuhnya lagi.
"Aaarggghh" Levi mengacak rambutnya sendiri.
Ia terus membayangkan wajah Hanna saja. Detak jantungnya terpompa begitu kencang dan ini benar-benar sangat aneh. Levi mencoba memikirkan temannya yang di Jerman. Gadis-gadis cantik yang pernah dekat dengannya. Tapi perasannya biasa-biasa saja. Gak ada perasaan berdebar atau semacamnya. Namun kenapa cuma saat memikirkan Hanna, jantungnya berdebar kencang? ia mengusap wajahnya sambil menghembuskan napasnya dengan kasar.
"Oh ya Tuhan, ada apa denganku? Kenapa saat bersama Jane, Elisabet atau dengan gadis-gadis yang lain, hatiku biasa saja? Apa ini yang dinamakan cinta?"
Huffft...! Levi membuang napasnya, hatinya masih tidak tenang. Ia membolak-balikkan badannya dan terus gelisah. Kemudian menatap langit-langit kamarnya sambil menaruh tangannya di atas keningnya. Levi sama sekali tidak bisa tidur.
"Hanna... Yohanna...Hanna....." Levi Seperti melafalkan nama itu dengan baik di dalam hatinya. Ia tersenyum khayal di sana.
"Dia memang cantik, sangat cantik." Levi mengulum senyum bahagia sambil memejamkan matanya. Ia berusaha menenangkan hatinya, namun bayangan Hanna selalu datang ke pikirannya.
Levi duduk sambil menghembuskan napas. Ia menunduk lesu mencoba kembali berkonsentrasi, agar ia tidak memikirkan Hanna lagi. Ia terus menepis semua perasaan aneh yang terus muncul. Ia menopang dagu melihat ke arah jam yang tergantung di dinding kamarnya. Levi harus menghentikan aktivitas gelisah-nya ini. Ia memilih keluar dari kamar. Mencari udara segar, untuk menghilangkan rasa gundah yang menyelimuti hatinya.
Levi tidak juga tenang. Ia kembali masuk ke kamarnya. Jam sudah menunjukkan pukul 23.00. Levi masih tetap masih melakukan aktivitas gelisah di tempat tidurnya. Memeluk bantal guling dan melepaskannya lagi. Hingga akhirnya ia tertidur. Levi benar-benar terlelap dan tidak tahu pukul berapa ia bisa tertidur. Berharap esok pagi ia bisa melihat wajah Hanna yang terus mengganggu pikirannya itu.
.
.
BERSAMBUNG
^_^
Tolong dukung ya my readers tersayang. Ini novel ke sebelas aku 😍
Salam sehat selalu, dari author yang cantik buat my readers yang paling cantik.
^_^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
Briana Annette
iya levi itu cinta/Facepalm//Kiss//Whimper/
indah kan
ungakpin aja perasaanmu ke hanna
jangan di tunggu lagi
2025-03-19
0
Cheryl Emery
duh, ada yg tidak bisa tidur ni yeee
selalu terpikir wajah cantik Hanna😀😀😀
2025-03-18
1
Cheryl Emery
memang kalau sudah cinta,,,ya begini/Heart//Heart//Heart/
2025-03-18
1