Fighting Dreamer!
...“Bule london yang mampu menghipnotis gadis cuek dengan terus berdecak kagum tanpa sadar.”...
...🍬🍬🍬...
Seperti memiliki kesempatan dalam menyuarakan antusiasme sembari memotret diatas panggung, idola. Berdesak-desak sekali pun tidak membuat diri beranjak dari sana, melainkan memotret sejarah tanpa harus menikmati lewat benda pipih.
Senang campur haru terasa oleh fans indonesia yang telah menanti konser bule london tersebut.
Merelakan nominal-nominal dalam dompet terpakai membeli sekertas tiket konser, untuk lebih dekat mendekap sang idola walau sebatas mendongak dari bawah, cukup mendahagakan rongga asa menanti moment itu.
“Buat apa kamu ke sana, nak?” Kata Ibu, membuyarkan lamunan.
Beliau menangkap ananda sedang melihat harga tiket konser di instagram.
Tidak ada respon selain bungkam pun rumit menelan slavina di tenggorokan.
“Kalau kamu ada teman, ibu ijinkan.”
Sebentar, perempuan hijabers itu tidak salah dalam menangkap apa yang barusan tercetus dari bibir beliau kah?
Ah, betul sekali. Sempat beliau mengatakan kalau menginginkan dalam menganyunkan langkah ke suatu tempat konser, harus ada tempat dari daerah sama untuk ke sana, supaya terjaga juga tidak merasa cemas berasal dari ibunda.
“Rizka ke kamar dulu yah, bu?” Pamit perempuan itu dengan sopan.
Tidak menginginkan hal-hal ngundang tangis, mengetahui satu fakta, beberapa bulan lagi Ujian Nasional. Yang buat langkah itu tertatih-tatih, terhambat karena UN.
Hari perdana melihat idola konser, batas menonton lewat youtube pun menyimpan rasa sesak lirik tiket konser di instagram.
Rizka tahu diri kok, kalau kedua orangtua mengaharuskan diri belajar tekun supaya bisa melanjutkan studi Kedokteran di Universitas Indonesia.
Dan jika ada seulas rasa kecewa lewat ekspresi mereka, bakal meruntuhkan sayap-sayap semangat untuk memberikan kebahagiaan pada orang yang telah membesarkannya susah payah hanya kepentingan diri, egoisme.
Kedua bola mata memotret jejeran poster tertempel di dinding kamar, getir itu tercipta dan kali ini terasa nyeri tak tertolong.
Piu..piu..piu, notifikasi dari grup mengusik isi kepala perempuan itu.
Resya : Rizka..yuhu..ke mana sih nih anak? Tumben nggak nongol, biasanya fans garis depan kalau sudah dekat konser Bang Jey.
Tanpa di kasih tahu, paling pertama nongol dalam grup hanya saja sedang dalam fase sesak, bernestapa seorang diri tidak memungkinkan menghumbar-hambur bahagia dalam grup apalagi batas pengalihan luka, sebab tidak bisa hadir ke sana.
Menghembuskan napas gusar dan lebih memilih opsi silent read.
Oh benar juga, meminimalisir rasa kecurigaan dalam grup maaf Jey, sibuk di rumah lalu menghindari dari beli tiket konser karena pura-pura sibuk memplaster luka.
Gina : Gimana kalau nanti meet di kedai ice cream aja, jey? Sambil tukaran kado..uh, seru pasti nih.
“Hm, coba aku tinggal di Jakarta,” gusar Rizka.
Tetiba saja suara pintu bunyi, “sayang..” panggil ibunda dengan tenang.
Cukup buat jantung lari maraton.
“K-kenapa, bu?”
Justru di balas dengan senyum lebar dari ibunda.
Sembari mengambil tempat yang nyaman lalu mengusap-usap kepala ananda terselimuti jilbab itu, “kalau Ujian Nasionalmu masih lama, kemungkinan ibu masih bisa temani kamu ke sana, tapi sayang tahu kan, harus masuk kedokteran dengan nilai memuaskan?”
Hm. Rizka sudah tahu hal ini tanpa ibu ulangi lagi, lirih perempuan itu dalam batin.
Tidak banyak bicara, hanya mendengarkan apa yang beliau sampaikan.
“Sudah, kalau begitu kamu ke dapur, bantu ibu masak, sedikit lagi papa pulang kantor.”
Papa. Panggil Rizka dalam hati.
Di dapur, hanya suara kegiatan mereka mendominasi selebihnya bungkam satu sama lain, karena beliau tahu kalau mengulangi hal sama bakal menumpukkan rasa kecewa dalam dada.
Sengaja tidak bawa HP saat sedang bantu Ningrum, mama di dapur, takut mengusik fokus perempuan itu.
Ah, benda pipih yang selama ini membawakan kebahagiaan mengenai kisah-kisah sudah lama di nantikan Rizka, konser Harris J juga bertemu fans lainnya bukan lewat online lagi. Sayang harus terhalangi sebab satu hal, fokus belajar.
Tok..tok..tok, suara ketukan pintu rumah membuyarkan lamunan, “biar saya saja yang buka, bu.” Kata Rizka dengan cepat.
Sudah mengerti dengan maksud ananda satu-satunya itu, Ningrum menganggukkan kepala lalu melanjutkan rutinitas di dapur.
“Assalamualaikum anak cantiknya papa,” beliau mengecup kening perempuan itu.
“Waalaikumsalam, pa.”
Reno mengernyit, kok tidak biasanya ceria?
“Ibu kamu di mana, sayang?” Sambil celingak-celinguk.
“Dapur, kali ini ibu masak sayur asam loh, pa.”
Dari intonasi tertangkap daun telinga, cukup buat Reno paham kalau anandanya sedang sedih.
“Sayang, tolong bawakan tas kantor papa ke kamar yah?”
Reno pun melangkah kaki setelah melihat anak perempuannya pergi ke kamar dan melihat situasi dapur, lebih tepatnya memeluk sang istri yang masih masak.
“Eh, sayang? Belum mandi? Mau saya siapkan handuk?” Ningrum terkejut dapat pelukan tiba-tiba dari belakang.
Menggeleng, “sebentar lagi. Ma, tahu ada apa dengan Rizka?”
Bukan hal baru lagi untuk terkejut, “biasa, pa.”
Semakin buat satu alis Reno terangkat, bingung, “masalah sekolah?”
“Bukan, sayang. Tapi Harris J.”
Ah, mendengar nama itu cukup buat Reno paham dengan suasana hati ananda saat ini.
Beberapa menit kemudian, sudah kumpul di meja makan untuk menikmati santapan malam ini.
Harris J bukan lagi menjadi hal baru di telinga mereka berdua, sebab terbiasa mendengar musik bernuansa islam modern seperti salah satunya Salam Alaikum juga mengetahui bule itu penghapal quran.
Tapi yang menjadi penyebab ananda sedih adalah konser bule tersebut.
“Pa, Ma, Rizka ke kamar dulu. Makasih makan malamnya, enak banget.” Pamit Rizka dengan senyum terpaksa.
Ningrum hanya menghelakan napas lalu membersihkan sisa-sisa makanan di meja juga menaruh piring kotor di wastafel.
Sedangkan Reno berjalan pelan ke arah kamar ananda, “sayang?”
Eh, mendadak terkejut dong.
“Kenapa, pa?”
Masih sama, intonasi datar, penuh luka.
“Kamu kenapa? Ada masalah kah di sekolah?”
Terdiam cukup lama, butuh menit-menit waktu untuk jujur ke papa. Mungkin dengan berbagi dengan beliau sedikit di berikan kelonggaran, bisa ikut nonton konser begitu?
“Pa..” Panggil Rizka dengan manja, “konser Harris J,”
Mengerti maksud lawan bicara anak perempuannya itu, “kamu mau nonton?”
Eh, sudah langsung ketebak dengan sempurna dong oleh Reno, lalu diangguki dengan lemah sebagai senjata ampuh agar, “sayang, kamu harus fokus belajar biar lulus bisa masuk di UI.” Hah..hancur sudah harapan itu lewat papa.
“Hm, Rizka tahu, pa.”
...🍬🍬🍬...
“Harris!”
“Hua..aku jamin Bang Jey nyanyi Good Life! My favorit song.”
“Itu..Harris J!”
Pekik yang lantang dipastikan merusak organ vital pendengaran.
Hua..panggung konser bule london terpenuhi oleh antusiasme fans yang sedang menonton namun memiliki rasa risi berasal dari ..
“Lebay! Tidak bisa kah sedikit ayu di situ!” Adinda memuncratkan protes.
Gadis itu batas melihat lewat benda pipih sedang berada dalam genggaman.
Oh, baru mengingat satu hal, dulu ketika ingin melangkah kaki ke konser band smash, ada pelarangan dari ibunda, Hana.
Yang menjadikan diri tidak tahu mengenai tiket bahkan heboh saat masuk dalam gedung konser.
Hana tidak menginginkan perempuan nakal bakal menjadi perbincangan miring dari tetangga, usai balik dari konser apalagi saat itu acaranya malam.
“Lagunya bagus,” gumam gadis itu tanpa sadar.
Walau tadi sempat ketus mendengar teriakan fans fanatik yang cukup mengusik gendangan telinga, nada-nada dari mulut bule london lebih menenangkan jiwa, merdu dan tenang.
Kali pertama duduk santai melihat penampilan orang asing yang bahkan tak terbesit untuk menetap hingga usai lagu dinyanyikan.
Jauh sebelum mengetahui Harris J, dia batas fokus pada dunia anime saja. Bahkan, “cewek baru, kok nontonnya naruto?” Cibir salah satu teman sekolahnya dulu.
“Jih..dari pada kalian, fansnya korea-korea, ngehalu saja.” Adinda tak mau kalah dong.
“Tapi itu kan nyata, lah..kalau film-mu? Hanya 3 dimensi.”
Hah. Membuang napas dengan kasar, kenapa bisa ingatan-ingatan itu kembali terputar dalam kepala?! Menjengkelkan.
Usai menyelesaikan nonton konser itu modal youtube, sekarang beralih pada instagram, menscroll fanspage bule tersebut.
“Oh..banyak juga fansnya di indonesia.” Adinda berbicaras endiri.
Tidak tahu kenapa semenjak pulang dari sekolah, tanpa sengaja Assalamu alaikum .. Alaikum yeah.. Lirik itu mampir di daun telinga Adinda.
Setahun lalu tapi belum ada ketertarikan untuk mencaritahu siapa sosok bule london yang cukup mencuri perhatian gadis cuek tersebut.
Setelah naik daun dan beranda sosial media bertumpukan nama Harris J semakin mengunggah rasa penasaran Adinda hingga saat ini asik menstalker bule itu.
Ok. Semua album terdownload.
Oh, jangan bilang seorang gadis cuek menjelma fans samahalnya dengan mereka yang berdiri di bawah panggung sembari bersorak antusias.
Bule london cukup menarik perhatian Adinda terus menetap pada simfoni mengalun-ngalun penuh lembut lewat melodi tersumpal di headset sedang di dengarkannya saat ini dalam kamar.
Harris J...
Kisah mana yang harus ku mulai duluan?
Nada itu terselip dalam sajak
Tanpa tersadari, sebuah diksi tercipta sangat manis.
Seperti .. Megalirkan sebuah angan menjadi kenyataan tanpa harus ngundang air mata dalam kesunyian.
Aha! Benar sekali, siapa tahu lewat diksi terproduksi tak sebatas puisi melainkan suatu hal membanggakan untuk mama.
Bismillah .. Semoga Harris J menjadi destinasi terbaik dalam menjemput satu kebanggaan lewat hobi termiliki.
Agar Hana tidak menjadikan diri sebuah perbandingan dengan saudara lainnya atas pencapaian prestasi di sekolah maupun kuliah.
Tetiba saja membayangkan ulang mengenai nilai-nilai di sekolah sangat-amat payah, menjadikan nafsi sebuah bahan tak berguna mendapati prestasi melainkan kegagalan terus di rayakan sepulang menjemput raport.
Rin..sibuk kah?
Dari pada memikirkan saudara-saudara yang selalu menjadi perbincangan manis, lebih baik lempar kabar saja dengan sahabat.
Siapa tahu dengan telponan bisa mengurangi rasa insecure diri.
“Duh..tidak di balas lagi.” Gelisah gadis itu sendiri.
Kemungkinan Varinta sedang sibuk dengan tugas-tugas bak laundry di Padang sana, makanya tidak balas SMS-nya dengan cepat.
Rin, kalau sdh tidak sibuk, telponan yok? Pen cerita ..
Tidak lama kemudian, layar HP langsung tertera nama Varinta.
Hua..dengan lompat girang menerima panggilan gratisan lewat whatsapp.
“Hallo..assalamualaikum, kenapa, Din?”
“Waalaikumsalam, i’m fine but pengen dengar suaramu saja sih.” Terdengar ada selingan tawa di sana.
“Lebay! Jujur sudah, saya tahu kamu ada masalah, cerita sudah, mumpung saya lagi jam istirahat nih.”
Ada tawa-tawa menderai menghiasi obrolan mereka siang ini.
Dan menceritakan penyesalan kenapa dulu tidak ambil formulir masuk perguruan tinggi saja di jayapura? Sekarang baru ada niatan untuk kuliah.
Apa karena ingatan-ingatan mengenai saudara-saudara yang terus di banggakan oleh Hana depan keluarga pun tetangga? Sedangkan dirinya menjadi figuran semata?
“Makanya, Din, dulu kita ajak bilangnya mau cari kerja. Sekarang mau kuliah. Hah..gimana sih?” Varinta menghelakan napas lelah.
Bukan. Bukan hanya itu saja yang menjadi ketertakutan Adinda saat ini, melainkan selipan angan yang apakah dapat bersitatap pada prestasi?
Hanya asik mendengarkan motivasi dari sahabat.
Sudah lama sekali tidak mendengarkan hal itu dari Varinta, semenjak kuliah di Padang dan susah di hubungi karena sibuk dengan tugas kuliah sebagai mahasiswa jurusan kebidanan di sana. []
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments