Bab 3: Semakin jomblo semakin punk

Azizah perlahan melangkah keluar dari rumah Jamal. Udara pagi yang seharusnya sejuk terasa begitu menyesakkan. Perutnya yang semakin besar membuat setiap langkahnya terasa berat, tetapi ia tetap berjalan, menahan nyeri di punggung dan kakinya yang mulai bengkak.

Dari seberang jalan, seorang pria paruh baya dengan topi lusuh dan baju sederhana segera menyebrang menghampirinya.

"Neng Gelis, ayo amang sebrangin. Kemana sih suaminya? Gimana kalau lahiran pas nyebrang jalan, coba?" ucap Mang Maman dengan nada penuh perhatian.

Azizah terdiam. Hatinya menghangat. Orang lain, yang bukan saudara, bukan teman, bisa begitu peduli padanya. Tapi suaminya sendiri? Seolah tak pernah memedulikannya.

Kenapa?

Kenapa seakan-akan Raka tidak menantikan kelahiran bayi ini? Kenapa tidak ada rasa khawatir sama sekali? Apakah bayi ini memang tidak diinginkan?

"Terima kasih, Mang," ucap Azizah lirih, menerima bantuan Mang Maman untuk menyeberang.

"Neng, kalau udah mau lahiran mah jangan jalan-jalan terus, atuh. Amang mah dulu waktu si bibi mau lahiran giliran sama ibu mamang buat jagain istri mamang," ujar Mang Maman dengan nada hangat.

Azizah tersenyum samar, tapi hatinya mencelos.

Iya, seharusnya begitu…

Seharusnya, seorang ibu hamil dijaga baik-baik karena ia membawa dua nyawa. Seharusnya, suaminya ada di sisinya, memastikan ia baik-baik saja.

Tapi Raka?

Azizah tidak lagi mengenal suaminya.

Dulu, Raka adalah pria yang penuh kasih sayang, yang selalu membuatnya merasa aman. Tapi sekarang? Yang ada hanyalah Raka yang ambisius, Raka yang kasar, Raka yang sombong.

Azizah menarik napas dalam.

Sudah cukup.

Jika Raka tidak peduli, maka ia pun tidak perlu lagi menaruh harapan.

"Neng mau belanja?" tanya Mang Maman ramah.

"Enggak, Mang. Lagi nunggu jemputan," jawab Azizah sambil tersenyum tipis.

Ia berdiri di pinggir jalan, sesekali mengelus perutnya yang semakin membesar. Hamil tua membuatnya mudah lelah, tapi ia tetap berusaha kuat.

Sementara itu, Mang Maman sigap membantu sebuah mobil yang hendak keluar dari parkiran. Setelah selesai, si pemilik mobil memberinya beberapa lembar uang. Dengan senyum tulus, Mang Maman menerima dan langsung berkata, "Terima kasih, Pak, hati-hati di jalan."

Azizah terdiam.

Pemandangan itu mengingatkannya pada seseorang—pada Raka.

Dulu, sebelum usahanya maju, Raka selalu bersikap sopan dan rendah hati. Ia tak pernah lupa mengucapkan terima kasih, sekecil apa pun bantuan yang ia terima. Saat masih hidup pas-pasan, mereka berdua saling menguatkan, berbagi tawa meski hanya makan dengan lauk sederhana.

Masa-masa itu… terasa begitu jauh sekarang.

Sejak bisnis Raka berkembang pesat, semuanya berubah. Kekayaan membawa serta kesombongan, dan Raka bukan lagi pria yang dulu begitu mencintainya.

Lebih buruknya lagi, sejak Sumarni dan Sari tinggal di rumah mereka, hidup Azizah semakin terasa seperti di neraka.

Ia menarik napas panjang, mencoba menahan air mata yang menggenang di pelupuknya.

Apakah ini harga yang harus ia bayar untuk cinta yang pernah ia perjuangkan?

Azizah menghela napas lega ketika sebuah mobil Pajero putih berhenti di depannya. Ia langsung mengenali kendaraan itu—mobil Cindy, sahabatnya sejak kuliah.

Cindy turun, mengenakan jilbab panjang yang dipadukan dengan kacamata hitam, jaket punk, sepatu boots, dan sebuah tas yang tampak lusuh di mata orang awam. Tapi bagi yang paham barang mewah, mereka pasti tahu tas itu seharga rumah yang cukup mewah.

Azizah mengerutkan kening. "Cindy, lu kesurupan apa?" tanyanya heran.

Cindy mengangkat dagu dengan percaya diri. "Semakin jomblo, semakin punk," jawabnya santai.

Azizah hanya bisa mendengus. Jawaban itu sama sekali tidak nyambung.

"Udah, naik, Bumil," kata Cindy sambil membantu Azizah masuk ke dalam mobil.

Sementara itu, Mang Maman yang sedari tadi mengamati hanya bisa melongo. Baginya, dandanan Cindy adalah sesuatu yang aneh—perpaduan antara muslimah dan punk yang tidak biasa.

Azizah tersenyum tipis. Setidaknya, sekarang ia berada di lingkungan yang membuatnya nyaman. Bersama sahabat yang benar-benar peduli padanya.

Tak lama kemudian, sebuah Pajero putih berhenti dengan gaya dramatis di depan Azizah. Jendelanya turun perlahan, dan muncullah seorang perempuan berkacamata hitam dengan jilbab panjang, jaket punk penuh emblem, sepatu boot, dan tas lusuh—lusuh versi orang kaya, tentu saja. Kalau orang biasa, tas itu udah mirip gombalan mantan: penuh harapan tapi kosong isi. Tapi bagi yang tahu barang branded, tas ini seharga rumah tipe elit.

Azizah mengerutkan dahi. "Cindy, lu kesurupan apaan?"

Cindy menyesuaikan kacamatanya dengan gaya sok misterius. "Semakin jomblo, semakin punk."

Azizah memijat pelipisnya. "Jawaban lu sama sekali nggak nyambung, Cind."

"Udah naik, Bumil! Nih, gue bantu." Cindy buru-buru keluar dan membukakan pintu dengan gaya bak ajudan presiden, bahkan hampir memberi hormat segala.

Sementara itu, Mang Maman yang sedari tadi mengawasi, hanya bisa melongo. Matanya menelusuri Cindy dari atas ke bawah. Dandanan ini… aneh. Muslimah tapi punk? Ini mah aliran baru! Mungkin kalau masuk TV, judulnya bisa jadi Hijrah ke Arah yang Salah.

Azizah naik ke mobil sambil menahan tawa melihat ekspresi Mang Maman yang seperti baru melihat alien turun dari langit. Setelah pintu tertutup, Pajero itu melaju mulus meninggalkan rumah Raka yang makin terasa seperti penjara.

Di dalam mobil, Azizah menghela napas panjang. "Cind, kenapa lu tiba-tiba pake gaya begini? Gue sampe takut mau tanya."

Cindy nyengir, satu tangan tetap di kemudi. "Gaya, Zah. Gue udah janji sama diri sendiri, selama masih jomblo, harus tampil sangar biar nggak ada cowok iseng yang deketin."

Azizah tertawa kecil. "Jadi menurut lu, cowok takut sama cewek punk?"

"Enggak juga sih… Tapi minimal, kalau ada yang nyoba modus, gue tinggal garuk-garuk kepala pura-pura kutuan. Dijamin kabur."

Azizah terbahak. Cindy emang selalu punya cara aneh buat menghadapi hidup.

Club bisnis mereka sebenarnya terbentuk iseng saat masih kuliah. Awalnya sekadar geng anak orang kaya yang suka belanja dan nongkrong, tapi setelah Azizah gabung, arah mereka berubah total. Azizah yang punya jiwa bisnis kuat mulai ngajak mereka fokus ke investasi dan usaha. Hasilnya? Kini mereka bukan cuma sosialita, tapi pengusaha sukses di bidang masing-masing.

"Kok tumben sendirian? Tiffany, Claudia, Renata mana?" tanya Azizah sambil menyandarkan kepalanya.

"Pada sibuk, Zah. Ada yang ngurus bisnis, ada yang ngurus suami. Nah, gue? Gue ngurus jiwa biar tetep waras." Cindy tertawa, lalu melirik Azizah. "Tapi serius, Zah… Lu baik-baik aja?"

Azizah terdiam sesaat. Haruskah dia cerita? Haruskah dia mengakui bahwa hidupnya dengan Raka sudah tak lebih dari neraka? Tapi melihat Cindy yang menatapnya dengan penuh perhatian, hatinya sedikit mencair.

"Gue capek, Cind…" suaranya nyaris berbisik.

Cindy tak langsung menjawab, hanya mengangguk pelan. Tangannya terulur, menggenggam tangan Azizah dengan erat.

"Udah, Zah. Lu nggak sendirian. Kita semua di sini. Dan kalau sikutukupret itu masih belagu, percaya sama gue, gue bisa setel ulang jadi bawaan pabrik."

Azizah tersenyum kecil. Setidaknya, dia masih punya tempat untuk pulang.

"Lu ada duit cash nggak?" tanya Azizah, nadanya setengah malas.

"Yaelah, lu kismin amat, Zah. Gue cuma bawa sejuta. Kalo semilyar mah gue transfer aja, ribet bawa duit segitu." Cindy melirik tajam.

"Gaya lo! Udah kaya banget sekarang, ya?" Azizah mendelik.

Cindy mengibaskan tangan. "Duh, kekayaan gue dibanding lo mah ibarat langit sama… langit-langit rumah kontrakan. Tapi sayang, lo malah kemakan drama online."

"Maksud lo?" Azizah mengerutkan dahi.

"Lo tuh ikut-ikutan tren pura-pura miskin biar dapet suami sejati, biar dapet cowok yang katanya sederhana tapi penuh cinta. Eh, tau-taunya yang lo dapet malah kutukupret! Siapa sih namanya? Neraka?"

"Raka, goblok!" Azizah mendelik, lalu mengulurkan tangan. "Udah, ada duit nggak?"

Cindy menghela napas panjang, lalu menyerahkan uang dengan tampang bosan. "Nih, nyonya Neraka."

Azizah meraih uang itu tanpa ragu. "Mang Maman, sini!" panggilnya.

Mang Maman langsung menghampiri, wajahnya penasaran. "Ada apa, Neng?"

"Parkirin mobil ini ya, Mang," kata Azizah santai.

"Siap, Neng!" Mang Maman sigap memarkirkan Pajero itu dengan lincah.

Begitu selesai, Azizah dengan enteng menyerahkan segepok uang ke Mang Maman. "Nih, Mang."

Mang Maman menerima uangnya tanpa melihat. "Makasih, Neng."

Lalu, saat dia melirik nominalnya, matanya langsung membelalak. "ASTAGHFIRULLAH! NENG, INI SEJUTA?!?"

Cindy sudah tancap gas, mobil melaju kencang meninggalkan Mang Maman yang berusaha mengejar sambil melambai-lambaikan uang.

"Mang, itu uang parkirnya!" teriak Azizah dari jendela.

Mang Maman terdiam di tempat. Tangannya bergetar melihat selembar uang sejuta di genggamannya. Air mata mulai menggenang.

"Laa ilaaha illallah… Ini rezeki dari langit…" gumam Mang Maman penuh haru, sebelum akhirnya… sujud syukur di pinggir jalan.

Sementara itu di dalam mobil, Cindy melirik Azizah dengan alis terangkat. "Lu emang suka bikin orang nangis, ya?"

Azizah menghela napas panjang, menatap ke luar jendela. "Dia itu baik banget sama gue, tau. Dia cerita, pas istrinya mau lahiran, dia gantian sama ibunya jagain istrinya. Harusnya gue juga diperlakukan seperti itu. Tapi yang ada, gue malah…"

Cindy menunggu sebentar sebelum menyahut dengan nada serius, "Kayak Upik Abu. Hahahaha!"

Azizah menoleh cepat, melotot. "Bangs*t, Cindy! Gue lagi curhat!"

Cindy mengangkat bahu tanpa dosa. "Ya terus gue harus apa? Guling-guling? Atau teriak ‘curhat dong, Mah! Alhamdulillah!’ gitu?"

Azizah mengangkat tangannya, siap mencubit. "Kalau gue nggak lagi di mobil, sumpah udah gue cubit lu!"

Cindy nyengir sambil tetap fokus nyetir. "Ya udah, curhatlah, gue dengerin kok. Tapi maaf, nggak janji bakal nangis."

Azizah mendengus, tapi entah kenapa dadanya terasa lebih lega. Meskipun Cindy ngeselin, setidaknya dia masih punya seseorang yang bisa dia ajak ketawa di tengah kekacauan hidupnya.

Terpopuler

Comments

Hanipah Fitri

Hanipah Fitri

Azizah horang kaya, kasih uang parkir ditambah bonus satu juta, jadi senang lah

2025-04-11

0

hidagede1

hidagede1

mmmh selembar sejuta? 🤔

2025-03-23

0

lihat semua
Episodes
1 menantu tak dianggap
2 bab 2 harga sebuah permintaan
3 Bab 3: Semakin jomblo semakin punk
4 bab 4 perhatian cindy
5 bab 5 setelah azizah tidak ada
6 Bab 6: setelah azizah tidak ada
7 Bab 7 kehidupan aziza setelah keluar dari rumah
8 bab 8 pulang ke rumah
9 Bab 9: Kebimbangan Raka
10 bab 10 butuh pembantu
11 bab 11 pembantu datang
12 bab 12 rencana sari
13 bab 13 Romi aditama
14 bab 14 Andi pratama
15 bab 15 masa lalu Romi dan azizah
16 bab 16 susan warseno
17 bab 17 ambisi susan
18 bab 18 nona zee
19 bab 19 Luna wijaya
20 bab 20 kekacauan raka dan ketenangan aziza
21 bab 21 beci dan cinta hadir bersama
22 Susan dan raka
23 23 Aziza melahirkan
24 24 biar suaminya yang jaga bayinya
25 SURYA VS JAYADI
26 BAYINYA NYAMAN SAMA AYAHNYA
27 BAYIKU KETERGANTUNGAN
28 SUSAN MAU .
29 Raka memutuskan menikah dengan susan
30 suaraku lebih indah darimu
31 DIA BAHKAN TIDAK MEMILIH ANAKNYA
32 PERNIKAHAN RAKA SUSAN
33 MUHAMAD AZZAM
34 JADIKAN SUAMIMU SIMPANANMH
35 KEHIDUPAN RAKA DI RUMAH SUSAN
36 bertemu lagi
37 AZIZA MENGUGAT CERAI
38 gedung Prama grup
39 NYONYA ZEE ADALAH AZIZAH
40 Sumarni betemu nyonya zee
41 PERMAINAN TAKDIR
42 menjelang sidang
43 sidang cerai
44 pasca sidang
45 Azizah khawatir
46 kehancuran raka
47 AZZAM SAKIT
48 Raka menang??
49 RAKA INI MANUSIA BUKAN
50 jangan kritis lagi
51 sari di talak
52 Raka jatuh
53 kesadaran
Episodes

Updated 53 Episodes

1
menantu tak dianggap
2
bab 2 harga sebuah permintaan
3
Bab 3: Semakin jomblo semakin punk
4
bab 4 perhatian cindy
5
bab 5 setelah azizah tidak ada
6
Bab 6: setelah azizah tidak ada
7
Bab 7 kehidupan aziza setelah keluar dari rumah
8
bab 8 pulang ke rumah
9
Bab 9: Kebimbangan Raka
10
bab 10 butuh pembantu
11
bab 11 pembantu datang
12
bab 12 rencana sari
13
bab 13 Romi aditama
14
bab 14 Andi pratama
15
bab 15 masa lalu Romi dan azizah
16
bab 16 susan warseno
17
bab 17 ambisi susan
18
bab 18 nona zee
19
bab 19 Luna wijaya
20
bab 20 kekacauan raka dan ketenangan aziza
21
bab 21 beci dan cinta hadir bersama
22
Susan dan raka
23
23 Aziza melahirkan
24
24 biar suaminya yang jaga bayinya
25
SURYA VS JAYADI
26
BAYINYA NYAMAN SAMA AYAHNYA
27
BAYIKU KETERGANTUNGAN
28
SUSAN MAU .
29
Raka memutuskan menikah dengan susan
30
suaraku lebih indah darimu
31
DIA BAHKAN TIDAK MEMILIH ANAKNYA
32
PERNIKAHAN RAKA SUSAN
33
MUHAMAD AZZAM
34
JADIKAN SUAMIMU SIMPANANMH
35
KEHIDUPAN RAKA DI RUMAH SUSAN
36
bertemu lagi
37
AZIZA MENGUGAT CERAI
38
gedung Prama grup
39
NYONYA ZEE ADALAH AZIZAH
40
Sumarni betemu nyonya zee
41
PERMAINAN TAKDIR
42
menjelang sidang
43
sidang cerai
44
pasca sidang
45
Azizah khawatir
46
kehancuran raka
47
AZZAM SAKIT
48
Raka menang??
49
RAKA INI MANUSIA BUKAN
50
jangan kritis lagi
51
sari di talak
52
Raka jatuh
53
kesadaran

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!