bab 12 rencana sari

Sesampainya di rumah, Raka segera membuka pintu dan melangkah masuk. Lina mengikutinya dari belakang, menatap rumah besar itu dengan penuh rasa ingin tahu.

"Assalamualaikum," ucap Raka dengan nada santai.

"Waalaikumsalam," sahut sebuah suara malas dari dalam rumah.

Tak lama, seorang wanita keluar dari ruang tengah—Sumarni. Wajahnya tampak kusut, rambutnya awut-awutan, jelas sekali ia belum mandi. Ia menatap Raka dengan setengah malas sebelum matanya beralih pada Lina.

"Bu, perkenalkan ini Lina, pembantu baru kita," kata Raka sambil melirik Lina, mengisyaratkan agar perempuan itu segera memperkenalkan diri.

Lina segera mengulurkan tangan dengan ramah. "Salam kenal, Nyonya."

Namun, Sumarni hanya menatap tangan itu tanpa menyambutnya.

Lina menarik kembali tangannya dengan canggung, tapi dengan cepat ia memasang senyum. Ia sudah menduga bahwa menjadi bagian dari rumah ini tidak akan mudah. Ia harus cerdik menyesuaikan diri.

Berusaha mencairkan suasana, Lina bertanya dengan suara ceria, "Ibu usia berapa?"

Sumarni langsung mendelik tajam. "Kenapa nanya umur saya?" nadanya terdengar ketus. "Ingat, jangan pernah menanyakan umur dan berat badan seorang wanita. Itu nggak sopan!"

Lina terkesiap.

Astaga, salah ngomong aku!pikirnya panik.

Sumarni sebenarnya tidak benar-benar marah—dia hanya merasa tersinggung karena saat ini penampilannya berantakan. Pikirannya langsung dipenuhi ketakutan: Jangan-jangan pembantu baru ini menganggapku sudah tua!

Namun, Lina dengan cepat mencari cara untuk memperbaiki keadaan. Ia memasang wajah polos dan tersenyum lebar.

"Maaf, Nyonya, saya tadi cuma heran... soalnya wajah Nyonya dan Tuan Raka kok nggak jauh beda," katanya, nada suaranya dibuat penuh kekaguman. "Dari tadi saya perhatikan, ini kakaknya Tuan Raka atau ibunya, ya?"

Sumarni spontan memegang pipinya, merasakan hangat yang menjalar di sana.

"Astaga, benarkah itu? Haha! Ternyata ada yang bilang aku awet muda!"batinnya berbunga-bunga.

Raka hanya menghela napas melihat ekspresi ibunya yang tiba-tiba berubah sumringah. Sumarni yang tadi malas-malasan kini berdiri lebih tegap, wajahnya berbinar.

"Sini," kata Sumarni tiba-tiba, meraih tangan Lina dan menyeretnya ke dalam rumah.

Lina terkejut. Wah, apa-apaan ini? Tuan Raka pasti salah kasih informasi! Kenapa Nyonya malah jadi begini setelah aku puji? pikirnya bingung.

Sumarni membuka pintu sebuah kamar di bagian belakang rumah. "Ini kamar kamu sekarang," katanya dengan suara lebih ramah. "Kamu boleh makan sepuasnya di rumah ini. Jangan terlalu capek dalam bekerja, setelah menyelesaikan pekerjaanmu, kamu boleh istirahat."

Lina menatapnya dengan heran. Tadi kesannya galak, sekarang berubah jadi begitu baik.

"Baik, Nyonya," jawab Lina cepat. Dalam hati, ia membatin, Eh, bener juga kata Tuan Raka, ternyata Nyonya gampang luluh dengan pujian!

Setelah menaruh barang-barangnya di kamar, Lina segera bergegas ke dapur. Ia ingin melihat seperti apa kondisi rumah ini sebenarnya.

Begitu pintu dapur terbuka, bau busuk langsung menyeruak ke hidungnya.

Lina menutup mulutnya refleks. Matanya membesar melihat pemandangan di depan.

"Astaga! Ini dapur atau tempat sampah?!"pikirnya kaget.

Sisa-sisa makanan yang sudah membusuk berserakan di meja dapur. Piring dan gelas kotor menumpuk di wastafel, beberapa sudah ditumbuhi jamur. Di sudut dapur, ada kantong plastik berisi sampah yang sepertinya sudah berhari-hari tidak dibuang.

Lina menghela napas panjang.

"Ini rumah besar, tapi nggak ada yang mengurus. Seperti nggak ada perempuan di rumah ini... apa Nyonya nggak suka bersih-bersih, ya?"

Tanpa banyak bicara, Lina segera mengambil kain lap dan mulai membersihkan meja. Tangannya dengan cekatan memisahkan makanan yang masih bisa diselamatkan dengan yang harus dibuang. Setelah itu, ia membuka jendela dapur agar udara segar bisa masuk.

Saat tangannya sibuk bekerja, pikirannya melayang.

"Kalau seperti ini, mungkin aku nggak akan kesulitan bekerja di rumah ini. Yang penting aku bisa menghadapinya dengan baik. Dan yang paling penting... aku bisa membawa pulang uang untuk anakku."

Sambil menyapu lantai dapur, Lina tersenyum kecil.

Ia tahu hidup tidak akan mudah, tapi setidaknya, ia sudah menemukan satu kelemahan majikannya yang bisa ia manfaatkan.

Dalam waktu singkat, dapur sudah bersih mengilap. Tak ada lagi sisa makanan basi atau tumpukan piring kotor. Lantai yang tadinya lengket kini terasa licin dan segar. Aroma busuk telah tergantikan oleh wangi sabun cuci dan lantai yang baru dipel.

Terlihat sekali, Lina memang terampil dalam urusan rumah tangga. Mulai dari mencuci piring, mencuci baju, mengepel, hingga merapikan perabotan, semua ia lakukan dengan cekatan, tanpa sedikit pun mengeluh. Gerakannya lincah, seakan sudah bertahun-tahun terbiasa dengan pekerjaan ini.

Sumarni, yang awalnya hanya mengawasi dari kejauhan, akhirnya menghampiri Lina sambil membawa segelas air dingin. "Minum dulu, Lina," katanya dengan nada lebih lembut dari sebelumnya.

Lina menerima gelas itu dengan sopan. "Terima kasih, Nyonya cantik," katanya sambil tersenyum.

Sumarni yang tadinya berniat sekadar memberi air, langsung tersenyum puas. "Haha, kamu ini bisa aja. Pinter ngomong ya!"

Lina hanya tersenyum. Dari pengalaman singkatnya di rumah ini, ia sudah mulai memahami satu hal: keluarganya Tuan Raka sangat menyukai pujian.

Tiba-tiba, suara teriakan nyaring menggema di seluruh rumah.

"Ibuuuuuu!"

Lina terlonjak kaget. Ia buru-buru meletakkan gelas kosong di meja dan berjalan cepat ke arah pintu. Begitu membukanya, seorang wanita berdiri di depan rumah, wajahnya tampak tidak sabar.

Lina memperhatikan penampilannya. Wanita itu mengenakan pakaian modis, dengan tas bermerek tergantung di lengannya. Wajahnya riasan tipis, meskipun terlihat sedikit lelah.

Lina tersenyum sopan. "Silakan masuk, Nyonya," ucapnya ramah.

Wanita itu tidak segera masuk. Matanya menyipit, meneliti Lina dari atas ke bawah.

"Siapa kamu?" tanyanya ketus.

"Saya pembantu baru di sini, Nyonya," jawab Lina dengan nada tetap sopan.

"Oh, pembantu," gumam wanita itu, suaranya terdengar meremehkan.

Lina tetap tersenyum, meskipun dalam hati ia sudah menduga akan diperlakukan seperti ini. Tapi, ada sesuatu yang membuatnya penasaran. Dari penampilan wanita ini, ia tampak lebih muda daripada bayangannya tentang "kakak" Tuan Raka.

"Inii... kakak atau adiknya Tuan Raka?" tanya Lina, suaranya dibuat seolah benar-benar penasaran.

Mata wanita itu menyipit semakin tajam. "Emang Raka nggak cerita siapa aja yang tinggal di rumah ini?" tanyanya dengan nada yang masih ketus.

Lina menggeleng pelan, lalu tersenyum kecil. "Kayaknya Tuan Raka salah kasih informasi ke saya, Bu."

Sari menaikkan alis. "Kenapa emang?"

"Kata Tuan Raka, dia tinggal sama ibunya dan kakaknya."

"Terus?"

Lina berpura-pura ragu sejenak, lalu berkata, "Kayaknya saya salah denger, deh. Sepertinya Tuan Raka tinggal sama adiknya ya? Ini pasti adiknya Tuan Raka, kan? Nyonya masih kuliah, ya?"

Wajah wanita itu langsung berubah. Pipinya mulai merona, dan ekspresi ketusnya perlahan mengendur.

"Masak sih?" katanya, suaranya kini lebih lembut.

Lina mengangguk yakin. "Iya, beneran! Nyonya awet muda banget! Saya sampai bingung, ini kakaknya atau adiknya Tuan Raka. Wajahnya masih kayak anak kuliahan!"

Wanita itu—yang seharusnya adalah kakak Tuan Raka—tiba-tiba tersenyum. Dengan gaya sok santai, dia menyibakkan rambutnya ke belakang, seakan ingin menegaskan kecantikannya.

"Aku ini kakaknya Raka, lo," katanya, meskipun nadanya kini terdengar lebih lunak.

Lina memasang ekspresi terkejut yang dibuat-buat. "Wah, seriusan? Kok bisa sih awet muda gitu? Pasti punya rahasia, kan? Saya mau dong tips-nya, Nyonya, biar awet muda juga!"

Sari terkekeh, lalu tiba-tiba merangkul lengan Lina dengan akrab. "Hahaha, kamu manis banget, Lina!" katanya, kini terdengar jauh lebih ramah. "Ya udah, nih, bawain barangku ke dalam." Ia menunjuk koper dan beberapa kantong belanjaan di sampingnya.

"Tentu, Nyonya!" Lina segera mengangkat koper itu dengan cekatan.

"Eh, itu ada brownies, bawa aja buat kamu," tambah Sari, kini sepenuhnya berubah menjadi sosok yang lebih ramah.

Lina tersenyum dalam hati sambil menerima brownies itu.

Sari berjalan cepat ke ruang tamu dengan wajah sumringah. Sumarni yang sedang duduk santai di sofa langsung melirik ke arah putrinya.

"Ibu, aku ada kabar gembira!" seru Sari, suaranya penuh semangat.

Sumarni menegakkan tubuhnya. "Apa tuh?" tanyanya penasaran.

Sari duduk di samping ibunya, lalu berbisik dengan antusias. "Bu, Susan mau ketemu sama Raka! Tinggal ibu yakinkan Raka supaya mau ketemu Susan dan..." ia menatap ibunya penuh arti, "meninggalkan Azizah."

Mata Sumarni berbinar. "Oh, ini berita bagus!" Ia langsung menepuk tangan dengan penuh semangat. "Oke, nanti ibu yang bicara sama Raka. Dia pasti bisa diyakinkan!"

Sari tersenyum puas, lalu bersandar ke sofa. "Tapi ibu penasaran, seperti apa sih Susan itu?" tanya Sumarni, nada suaranya penuh rasa ingin tahu.

Sari menyilangkan kaki, menampilkan ekspresi bangga. "Aku sudah selidiki, Bu," katanya percaya diri. "Dia anaknya Bos Warseno."

Sumarni mengernyit. "Warseno?"

Sari mengangguk mantap. "Iya, dia punya usaha di berbagai bidang. Memang, usahanya masih di bawah Pratama dan Aditama, tapi Warseno juga nggak bisa diremehkan. Keluarganya berpengaruh, koneksinya luas, dan dia pasti bisa bantu Raka buat naik kelas lebih tinggi lagi!"

Sumarni tersenyum puas. "Bagus, yang penting dia dari keluarga kaya raya, wanita karir, dan punya koneksi luas. Ini baru calon istri yang pantas buat Raka!"

Sari mengangguk setuju. "Iya, Bu. Nggak kayak Azizah. Wanita macam apa sih dia? Nggak punya keluarga, nggak punya koneksi, nggak kerja, cuma jadi ibu rumah tangga yang nempel sama Raka. Kalau Raka terus sama dia, Raka nggak bakal berkembang!"

Sumarni menghela napas panjang. "Iya, itu yang selalu bikin ibu kesal. Raka itu pengusaha muda berbakat. Harusnya dia punya istri yang bisa mendukung bisnisnya, bukan istri yang bisanya cuma di rumah, ngurus anak, dan masak!"

Sari tersenyum licik. "Makanya, Bu, kita harus pastikan Raka ketemu Susan. Sekali Raka lihat Susan, aku yakin, dia bakal mulai berpikir untuk meninggalkan Azizah."

Sumarni mengetuk dagunya dengan jarinya, berpikir. "Iya... tinggal cari cara supaya Raka nggak bisa nolak pertemuan ini."

Sari tersenyum penuh kemenangan. "Tenang, Bu. Aku sudah punya rencana..."

Episodes
1 menantu tak dianggap
2 bab 2 harga sebuah permintaan
3 Bab 3: Semakin jomblo semakin punk
4 bab 4 perhatian cindy
5 bab 5 setelah azizah tidak ada
6 Bab 6: setelah azizah tidak ada
7 Bab 7 kehidupan aziza setelah keluar dari rumah
8 bab 8 pulang ke rumah
9 Bab 9: Kebimbangan Raka
10 bab 10 butuh pembantu
11 bab 11 pembantu datang
12 bab 12 rencana sari
13 bab 13 Romi aditama
14 bab 14 Andi pratama
15 bab 15 masa lalu Romi dan azizah
16 bab 16 susan warseno
17 bab 17 ambisi susan
18 bab 18 nona zee
19 bab 19 Luna wijaya
20 bab 20 kekacauan raka dan ketenangan aziza
21 bab 21 beci dan cinta hadir bersama
22 Susan dan raka
23 23 Aziza melahirkan
24 24 biar suaminya yang jaga bayinya
25 SURYA VS JAYADI
26 BAYINYA NYAMAN SAMA AYAHNYA
27 BAYIKU KETERGANTUNGAN
28 SUSAN MAU .
29 Raka memutuskan menikah dengan susan
30 suaraku lebih indah darimu
31 DIA BAHKAN TIDAK MEMILIH ANAKNYA
32 PERNIKAHAN RAKA SUSAN
33 MUHAMAD AZZAM
34 JADIKAN SUAMIMU SIMPANANMH
35 KEHIDUPAN RAKA DI RUMAH SUSAN
36 bertemu lagi
37 AZIZA MENGUGAT CERAI
38 gedung Prama grup
39 NYONYA ZEE ADALAH AZIZAH
40 Sumarni betemu nyonya zee
41 PERMAINAN TAKDIR
42 menjelang sidang
43 sidang cerai
44 pasca sidang
45 Azizah khawatir
46 kehancuran raka
47 AZZAM SAKIT
48 Raka menang??
49 RAKA INI MANUSIA BUKAN
50 jangan kritis lagi
51 sari di talak
52 Raka jatuh
53 kesadaran
Episodes

Updated 53 Episodes

1
menantu tak dianggap
2
bab 2 harga sebuah permintaan
3
Bab 3: Semakin jomblo semakin punk
4
bab 4 perhatian cindy
5
bab 5 setelah azizah tidak ada
6
Bab 6: setelah azizah tidak ada
7
Bab 7 kehidupan aziza setelah keluar dari rumah
8
bab 8 pulang ke rumah
9
Bab 9: Kebimbangan Raka
10
bab 10 butuh pembantu
11
bab 11 pembantu datang
12
bab 12 rencana sari
13
bab 13 Romi aditama
14
bab 14 Andi pratama
15
bab 15 masa lalu Romi dan azizah
16
bab 16 susan warseno
17
bab 17 ambisi susan
18
bab 18 nona zee
19
bab 19 Luna wijaya
20
bab 20 kekacauan raka dan ketenangan aziza
21
bab 21 beci dan cinta hadir bersama
22
Susan dan raka
23
23 Aziza melahirkan
24
24 biar suaminya yang jaga bayinya
25
SURYA VS JAYADI
26
BAYINYA NYAMAN SAMA AYAHNYA
27
BAYIKU KETERGANTUNGAN
28
SUSAN MAU .
29
Raka memutuskan menikah dengan susan
30
suaraku lebih indah darimu
31
DIA BAHKAN TIDAK MEMILIH ANAKNYA
32
PERNIKAHAN RAKA SUSAN
33
MUHAMAD AZZAM
34
JADIKAN SUAMIMU SIMPANANMH
35
KEHIDUPAN RAKA DI RUMAH SUSAN
36
bertemu lagi
37
AZIZA MENGUGAT CERAI
38
gedung Prama grup
39
NYONYA ZEE ADALAH AZIZAH
40
Sumarni betemu nyonya zee
41
PERMAINAN TAKDIR
42
menjelang sidang
43
sidang cerai
44
pasca sidang
45
Azizah khawatir
46
kehancuran raka
47
AZZAM SAKIT
48
Raka menang??
49
RAKA INI MANUSIA BUKAN
50
jangan kritis lagi
51
sari di talak
52
Raka jatuh
53
kesadaran

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!