Setelah mendapatkan mandat dari Kiran untuk mencari tahu tentang gadis bernama Chandana, Roka lantas bergegas menghubungi semua perempuan yang dikenalnya. Ia memulai dari siswi kelas paling dasar, yakni kelas 10 hingga sampai pada siswi kelas 12. Balasan demi balasan telah ia dapatkan dari orang-orang yang dihubunginya, namun sayangnya ia tidak berhasil mendapatkan informasi apapun, sebab secara mengejutkan dari sekian banyak orang yang ia hubungi tak ada satupun yang mengenal gadis bernama Chandana. Hal ini tentu membuat Roka kebingungan, selama beberapa waktu ia sempat berpikir keras dengan menimbang-nimbang apakah gadis ini memang berasal dari sekolah yang sama.
Setelah sempat berpikir keras, pada akhirnya sebuah ide yang tidak bisa dikatakan cemerlang terlintas di pikiran Roka, yakni dengan mencoba mencari informasi mengenai gadis tersebut melalui sosial media. Dengan akun instagramnya yang memiliki puluhan ribu pengikut, ia mulai menjelajahi akun-akun instagram siswa-siswi SMA Tunas Kelapa.
Setelah cukup lama mencari, Roka tak kunjung menemukannya, tak ada satupun dari teman-temannya yang mengikuti ataupun diikuti akun dengan embel-embel nama Chandana. Ia nyaris menyerah dan putus asa mencari hingga hendak menelepon Kiran untuk mengatakan hasil yang ia dapatkan dari seluruh usaha pencarian yang ia lakukan saat tiba-tiba sebuah panggilan masuk datang dari salah satu kontak whatsappnya.
Dengan cepat Roka mengangkat panggilan tersebut tanpa sempat melihat nama kontak yang memanggilnya.
"Halo, ada apaan malem-malem chat gue?"
Roka sempat terdiam beberapa saat hingga akhirnya ia memeriksa kembali layar ponselnya, matanya membelalak saat melihat nama 'Naya Bagong' tertera di layar ponselnya. Untuk sejenak ia terdiam karena merasa terkejut sekaligus heran. Jika diingat kembali, Naya adalah satu-satunya perempuan yang tak pernah luluh dengan rayuannya, tak pernah membalas pesannya jika bukan merupakan hal yang penting, bahkan kerap mengabaikan sapaannya karena ilfeel dengan kelakuan Roka yang kerap tebar-tebar pesona.
Sifat Roka yang centil dan iseng pada semua perempuan itu rupanya membuat Naya mencoret Roka dari daftar lelaki idamannya. Terbukti dari bagaimana garangnya Naya tiap kali mereka bertemu atau berbicara, walaupun Naya memang terkenal cuek dan masa bodoh pada semua laki-laki, tapi tiap kali melihat Roka, gadis tersebut selalu lebih garang, ia selalu nampak sebal dan seperti ingin menjambak.
"Eng.. Enggak ada apa-apa. Gue mau nanya doang sih."
"Nanya apa?"
"Mau nggak jadi pelita hidupku?"
"Bye."
Roka yang sedang mencoba menggoda Naya sontak tertawa menanggapi respon gadis tersebut, ia hendak melontarkan jurus lainnya jika saja ia tidak teringat kembali dengan tujuan awalnya, yakni mencari tahu soal gadis bernama Chandana. "Heeeehhh, tunggu ih elo mah, orang bercanda doang juga. Gue mau nanya, kenal sama yang namanya Chandana nggak?"
Selama beberapa saat tak terdengar balasan apapun dari Naya, Roka bahkan sempat berpikir bahwa Naya mungkin telah menutup telponnya. Ia hendak memeriksa apakah panggilan mereka masih terhubung saat tiba-tiba saja suara melengking Naya mengoyak keheningan yang sempat tercipta sebelumnya.
"Ahhhh, Chandana? Kenal lah, dia kan temen sekelas gue. Eh, jangan bilang lo mau godain dia?"
"Hah? Enak bener tuh mulut berceletuk ya, bukan gue tau. Sori dori nih, tapi dilihat dari namanya dia bukan tipe gue."
"Songong ya. Emang tipe lo yang namanya kaya siapa?"
"Yang kaya elo lah." tanpa sadar Roka tersenyum sesaat setelah ia menyelesaikan kalimatnya. Ia tengah membayangkan bagaimana lucunya ekspresi Naya saat ini.
"Buset, seriusan gue tutup nih telponnya kalo lo gitu terus."
"Ya salah sendiri lo nanya. Ceritain dong si Chandana tuh orangnya gimana."
"Hm, gue nggak deket sih. Sebenarnya, nggak ada orang yang deket sama dia. Kemana-mana selalu sendirian. Sering di deketin anak cowok tapi dia cuek dan pendiem banget. Banyak diomongin sama anak cewek di kelas gue. Dia juga tertutup parah dan nyaris nggak pernah bicara sama yang lain. Tapi gue tahu dia anak baik, gue nggak mau lo gangguin dia ya, awas aja lo."
Roka terdiam. Mendengar ucapan Naya membuatnya berpikir bahwa jalan yang akan ditempuh Kiran untuk menjadi dekat dengan si Chandana ini tidak akan mudah.
Tanpa mereka sadari, percakapan yang awalnya ditujukan untuk membahas Chandana mulai merambah pada topik yang lain. Roka dan Naya sama-sama tak menyadari bahwa untuk pertama kalinya, mereka saling bercerita secara jujur, tanpa ada upaya menggoda ataupun menolak seperti yang biasa mereka lakukan, semuanya mengalir dengan alami. Tanpa ragu keduanya berhasil menjadi diri sendiri.
Malam itu, selama hampir satu setengah jam lamanya, melalui sebuah komunikasi singkat, mereka saling menemukan dan mengetahui fakta baru, bahwa apa yang selama ini mereka pikirkan tentang satu sama lain tidaklah sepenuhnya benar.
---
Kiran menatap Roka sekali lagi untuk memastikan sahabatnya itu serius dan tidak sedang main-main. "Lo serius? Nggak apa-apa kalo gue ngetik 'hai' doang?"
Semalam, Roka berhasil mendapatkan id line Chandana dari Naya. Untuk mendapatkannya tentu tidaklah mudah, Roka harus mengajukan beberapa alasan yang sekiranya mampu meyakinkan Naya. Tapi untung bagi mereka, sebab setelah Naya meminta ijin pada Chandana untuk memberikan id miliknya pada seorang teman, Chandana menyetujuinya.
"Terus lo mau ngetik apaan? Masa lo ngetik 'Hey imut, traktir aku bakso dong di kantin, kan udah aku bantu cariin id line gebetan'." ujar Roka sembari menyisipkan sedikit harapan di dalam tiap kalimatnya.
"Hah, masa gue tiba-tiba minta traktir ama dia sih. Nggak bener lo." balas Kiran yang ternyata tidak dapat menangkap maksud hati Roka.
Setelah melalui begitu banyak perdebatan, Kiran pada akhirnya mengirim pesan berupa sapaann kepada Chandana seperti halnya rencana awal mereka. Meski pesannya telah berhasil terkirim, rupanya perasaan deg-degan yang Kiran alami tidak serta merta hilang begitu saja. Ia terus memeriksa ponselnya guna memastikan apakah Chandana telah membaca pesan darinya atau belum. Hal ini terus berlanjut bahkan saat bel istirahat telah berdering.
Roka yang menyadari kegelisahan Kiran berusaha menghiburnya dengan memberikan sedikit wejangan, namun bukannya merasa lebih tenang Kiran justru semakin tidak kuasa menantikan balasan Chandana. "Lo yang bener dong, nasehat nggak ada yang berguna semua. Makin deg-deg an nih gue."
"Yailah lo kayak baru pertama kali ngechat cewek aja sih." Roka mengetuk-ngetuk layar ponselnya sembari menggumam, Kiran meliriknya dan mendapati sahabatnya itu tengah bermain game pertarungan.
"Ya emang baru pertama kali gimana sih lo," Kiran berusaha untuk tetap tenang dan tidak terlalu khawatir. Meski ini adalah kali pertama baginya mengirim pesan terlebih dahulu pada seorang perempuan, ia merasa bahwa dirinya harus tetap cool dan berwibawa.
Setelah memastikan sekali lagi bahwa Chandana belum membaca pesannya, Kiran memutuskan untuk ikut bermain game bersama Roka. Beruntung baginya sebab bermain game sedikit banyak mengalihkan perhatian dan menghilangkan rasa gelisah di hatinya. Mereka berdua asyik bermain hingga tanpa mereka sadari kantin sekolah sudah nyaris tak berpenghuni.
Sadar bahwa mereka telat kembali ke kelas, Roka mengusulkan pada Kiran untuk membolos sekalian. Awalnya Kiran menolak dengan dalih khawatir mendapat surat panggilan orang tua, ia juga merasa berat hati meninggalkan pelajaran matematika. Namun dengan keahlian Roka sebagai pembujuk profesional, Kiran yang semula teguh pada pendiriannya pun bersedia membolos pelajaran.
Keduanya berjalan beriringan menuju taman belakang sekolah. Mereka memutuskan membolos di taman belakang karena meski tidak sepenuhnya sepi, taman belakang sekolah cukup jauh dari ruang guru serta ruang kelas, sehingga kemungkinan mereka untuk tertangkap basah relatif kecil.
Kiran berjalan menuju sudut taman dan duduk tepat di bawah sebuah pohon besar yang daunnya lumayan rindang untuk berteduh, diikuti oleh Roka yang kemudian duduk di sampingnya. Selama beberapa saat mereka hanya diam sembari mengedarkan pandangan guna mengamati sekeliling. Jika dipikir-pikir, ini adalah kali pertama Kiran pergi ke taman belakang. Sebelumnya ia tak pernah pergi ke mana-mana selain kelas, parkiran, kantin, lapangan, serta perpustakaan. Rasa enggan bertemu banyak orang membuat Kiran malas berjalan-jalan mengelilingi sekolah.
Namun bukan hanya Kiran, Roka pun sebenarnya baru pertama kali pergi ke taman belakang. Meski terkenal dengan image playboy dan laki-laki buaya, nyatanya Roka tidak pernah secara langsung mendekati wanita terlebih dahulu -kecuali saat minta traktiran-. Roka juga sama seperti Kiran yang tak pernah sekalipun berpacaran. Meski banyak wanita yang dekat dengannya, Roka tak pernah benar-benar mengenal mereka dengan baik apalagi berhubungan secara serius. Hanya saling bersapa dan berbagi candaan -berupa rayuan- pada umumnya.
"Sepi bener nih sekolah, kenapa ya?" Kiran merogoh sakunya kemudian mengeluarkan ponselnya untuk kembali memeriksa bagaimana kelanjutan pesan singkatnya untuk Chandana.
"Ini orang lupa diri apa gimana sih, ini kan kita lagi bolos peak," gerutu Roka, yang kemudian melepas sepatunya karena merasakan perasaan tidak nyaman pada kaki kirinya. Dan benar saja, sejumlah kerikil kecil berjatuhan ke tanah saat ia menyentakkan sepatu tersebut.
Roka hendak memeriksa sepatu kanannya saat sudut matanya tanpa sengaja menangkap ekspresi aneh Kiran, sahabatnya itu nampak terkejut seraya menatap layar telepon genggamnya. Roka yang penasaran pun beringsut mendekati Kiran agar bisa turut melihat apa yang kiranya membuat Kiran seterkejut itu. "Udah dibaca?" adalah hal pertama yang Roka katakan sesaat setelah melihat layar ponsel Kiran.
"Udah dari tadi kayaknya. Kenapa nggak dibalas ya?" tanya Kiran pada Roka yang sontak membuat temannya itu kesulitan menjawab. Alih-alih memberikan jawaban yang mungkin akan menyurutkan semangat Kiran, Roka justru mencoba memberi masukan agar Kiran berusaha lebih keras lagi.
"Spam aja udah, mungkin dia pikir lo iseng. Tapi spamnya tuh yang bermutu, jangan sampek nggak jelas, ntar yang ada dia ilfeel." Kiran mengangguk menanggapi saran yang Roka sampaikan. Dengan tangan gemetar, Kiran mulai mengetuk layar ponselnya, mengetikkan beberapa patah kata dan mengirimkannya kepada Chandana.
Setelah berhasil mengirim pesannya kepada Chandana, ia menekan tombol home yang berada di kanan atas ponselnya, mencoba memeriksa sekali lagi beranda milik gadis tersebut. Namun tidak seperti sebelumnya, kali ini Kiran tidak dapat menemukan satupun postingan yang sebelumnya ada di akun Chandana. Ia mencoba merefresh beberapa kali, namun pembaruan tetap tidak termuat. "Heh, ini kenapa sih? Line gue rusak ya?"
Roka mendekat kemudian mengambil ponsel Kiran. Ia memeriksanya beberapa kali, kemudian mengembalikan ponsel tersebut. "Rusak darimana, itu mah elo di block sama dia," ujar Roka sembari mencoba menahan tawa.
Kiran sontak menganga, terkejut bukan main. "Hah? Kok gitu?"
"Dikira lo cowok iseng kali." dengan santainya Roka menaikkan sebelah alisnya sembari mencoba memancing Kiran.
Awalnya Kiran hanya diam sembari memasang wajah kesal, namun ekspresinya melunak beberapa detik setelahnya. "Gue nggak berniat iseng kok. Gue cuma mau berteman sama dia karena gue rasa kita punya selera baca yang sama. Menemukan nama yang sama untuk dua buku di tempat berbeda, mana mungkin gue bisa ngelepasin kebetulan aneh ini gitu aja?" jelas Kiran panjang lebar.
Roka sebelumnya memancing Kiran sebab ingin mendengar pengakuannya kalau-kalau temannya itu memang sedang menyukai seorang gadis, karena jika benar begitu, maka itu tandanya Kiran telah berhasil mengalahkan trauma dan ketakutan masa lalunya. Roka selalu berharap agar Kiran tidak lagi menyalahkan dirinya atas apa yang terjadi di masa lalu, Roka ingin Kiran berhenti menjadi seseorang yang bukan dirinya jika sedang berada di hadapan orang lain. Ia ingin agar orang lain dapat melihat sisi yang selama ini Kiran tunjukkan hanya pada orang-orang terdekatnya, sisi yang tak pernah Kiran perlihatkan di hadapan perempuan dan orang-orang yang bukan teman dekat mereka. Sisi lembut, hangat, perhatian, serta sisi kurang ajar.
Meski tidak mendapatkan jawaban yang ingin ia dengar, Roka sudah merasa puas mendengar perkataan Kiran barusan. Setidaknya, Kiran telah membuat sebuah kemajuan yang cukup baik.
"Samperin aja ke kelasnya," ujar Roka guna menanggapi penjelasan Kiran.
"Dasar gila. Apa kata orang nanti?" balas Kiran setelah mendengar masukan tidak masuk akal yang Roka berikan.
"Kebiasaan banget lo, dengerin gue ya bangsul. Nggak usah dengerin kata orang, kalo lo nggak salah dan apa yang mereka omongin itu nggak bener, kenapa lo ribet sih? Jangan pernah mikirin omongan orang, sesekali pikirin diri lo sendiri. Entar lama-lama kebohongan mulut sampah mereka juga bakal ilang sendiri karena nggak kebukti, sementara kalo lo dengerin terus omongan orang, lo nggak bakal tentram karena setelah selesai sama satu mereka bakal terus ngomongin hal baru. Udah cuek aja, hidup tuh yang bahagia." jelas Roka panjang lebar. Kiran yang mendengar pun nyaris terharu dibuatnya sebab untuk pertama kalinya Roka mengutarakan hal yang berharga setelah sepanjang hidupnya hanya mengatakan hal-hal tidak berguna.
"Jadi intinya gue harus cuek aja gitu sama pendapat orang dan lakuin apapun yang gue mau asal itu bener dan nggak salah?" Kiran mencoba meyakinkan dirinya dengan menanyakan kembali inti dari nasehat panjangnya.
"Yes."
"Terus lo selama ini ngibulin cewek sana sini minta traktir, ngerayu segala macem itu tidak bersalah, wahai kawanku?" Kiran tersenyum kecil sembari memasukkan ponselnya ke dalam saku. Sesekali temannya itu juga perlu ia ingatkan.
"Nggak lah."
"Nggak salah-salah banget maksudnya."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
mar14mut
Roka tp q galfok baca nya Raka trs Thor
thanks a lot dh mau saling dkung
2020-04-19
1