The Hunter
Siang hari nan terik, di sebuah sekolahan ... terjadilah suatu pembullyan.
"Hei, cupu! Sudah miskin, masih saja berani menginjakkan kaki di sini! Sudah kubilang jangan masuk sekolah lagi!" hardik seorang lelaki SMA yang mengenakan jaket baseball berwarna hitam putih.
"A-apa salahku? Kenapa kalian selalu menggangguku?" lirih lelaki yang sudah lemas karena menerima pukulan berkali-kali dari tiga orang yang tak menyukainya.
Lelaki lemah, mengenakan kaca mata, berpenampilan cupu, dan hidup dalam keterbatasan bersama Ayahnya. Dia bernama Lee Min Hae, yang akrab dipanggil Lee. Selama sekolah SMA, dia selalu saja mendapat perlakuan buruk dari teman-temannya. Seperti halnya sekarang, dia menerima bogem mentah dari tiga murid pemain baseball karena tak menyukai Lee.
"Awas saja kalau mengadu atau membuat Cindy bersimpati lagi denganmu! Sudah kukatakan ratusan kali, jangan dekati Cindy! Dasar tuli!" Kembali tendangan dilayangkan oleh Randy ke perut Lee yang sudah terkapar kesakitan.
"Sudah, Bro. Kalau kita hajar terus bisa mati, tuh, orang!" kata seorang sahabat Randy sambil menarik lengannya.
"Oke, cukup untuk hari ini. Awas saja kalau macam-macam!" kata Randy yang kemudian pergi bersama dua orang lainnya.
Lee ditinggalkan sendirian. Merasakan luka di sekujur tubuhnya dan masih meringkuk kesakitan di halaman belakang sekolah. Dia selalu saja menjadi bulan-bulanan ketiga murid populer tadi. Entah mengapa, nasib buruk selalu menimpa Lee karena dirinya bukan orang kaya.
Beberapa saat kemudian, tanpa sengaja Cindy seorang murid wanita terkenal di sekolahan, lewat dan melihat Lee yang kesakitan di halaman belakang sekolah. Sontak saja wanita berparas cantik itu menghampiri.
"Astaga ... Lee, apakah itu kau? Apa yang terjadi?" kata Cindy yang panik dan berlari ke arah Lee yang masih terkapar.
"J-jangan mendekat! A-aku tidak apa. Cindy, kumohon jangan dekat lagi denganku." lirih Lee yang mencoba bangkit berdiri.
"Kenapa Lee? Kita 'kan berteman sejak TK. Mengapa kamu seperti itu? Kalau ada permasalahan, ayo kubantu menyelesaikannya." ucap Cindy dengan mata berkaca-kaca menatap Lee, sahabatnya sejak kecil.
"Sekarang semua sudah berbeda. Lihat kamu dan aku berbeda jauh. Kamu wanita superstar di sekolah ini. Semua lelaki ingin mendekati bahkan ingin mendapatkanmu. Sedangkan aku? Aku hanya lelaki cupu, miskin, dan sering kena bully. Kita sudah tak bisa lagi berteman," jelas Lee sambil menahan air mata.
Mendengar perkataan Lee, Cindy merasa sakit hati. Dia tak pernah memikirkan hal itu karena berteman dengan Lee adalah ketulusan hatinya. Namun kali ini, Cindy merasa sangat sedih.
"Lee ... kenapa kamu ucapkan itu? Sedangkan aku tak pernah mempermasalahkannya." lirih Cindy kecewa..
"Mulai sekarang, kita bukan lagi teman, Cindy. Jangan dekati aku dan jangan kasihan denganku yang sudah menyedihkan ini!" gertak Lee dengan sisa tenaganya.
Cindy pun berlari meninggalkan Lee dengan air mata yang jatuh membasahi pipi. Hari itu, Lee kehilangan sahabat satu-satunya yang ia miliki demi menghindari Randy dan gerombolannya.
Lee berjalan kesakitan dan pulang ke rumah. Rumah Lee berada di apartemen sederhana yang ia tinggali dengan Ayahnya. Apartemen subsidian dari pemerintah. Hidup di Singapura sangatlah sulit. Kehidupan yang berat meski di daerah pinggiran kota.
Sesampainya di rumah, Lee segera membuka pintu dan masuk. Tak disangka, Ayah Lee berada di rumah.
"Wah, anak Ayah sudah pulang rupanya. Astaga! Apa yang terjadi padamu, Nak?" tanya Ayah yang mendadak panik melihat keadaan Lee yang babak belur.
"Tak apa, Yah. Aku mau istirahat." gumam Lee tak ingin melibatkan Ayahnya dalam masalah ini.
"Ayah harus tahu, siapa pelakunya? Katakan pada Ayah, agar Ayah memberinya perhitungan." kata Ayah Lee yang marah melihat anak semata wayangnya dipukuli orang.
"Memangnya Ayah bisa apa? Bahkan untuk hidup sehari-hari kita pun susah payah. Bagaimana bisa Ayah membelaku dan menghadapi tiga anak dari donatur tertinggi di sekolahan? Jelas-jelas aku ini sampah, si culun yang masuk sekolah elite hanya karena beasiswa. Cukup sudah Ayah! Aku mau masuk kamar." hardik Lee yang masih kesal dengan semua ini.
Ayah hanya terdiam mendengar perkataan Lee yang sungguh menyakitkan. Lelaki itu merasa bersalah karena tak bisa membahagiakan anaknya.
***
Malam harinya, Lee masih menangis di atas ranjang dengan memeluk kedua lututnya. Dia merutuk kehidupan yang demikian tidak adil baginya.
"Kalau saja dahulu Ibu tidak meninggalkan kami, pasti Ayah akan semakin semangat bekerja dan tidak bangkrut seperti sekarang. Kalau saja hidupku normal seperti orang lain, pasti tak akan ada pukulan yang selalu kurasakan di sekolahan. Mengapa hidup begitu tak adil bagi orang miskin sepertiku? Mengapa kemudahan hanya dirasakan oleh orang yang kaya? Tidak adil!" gumam Lee berkali-kali dalam kesendiriannya.
Ayah Lee bekerja pagi hingga siang dan kembali lagi bekerja malam hingga subuh. Lee tahu kalau Ayahnya bekerja keras demi kehidupan mereka berjalan dengan baik. Meski kenyataannya, hasil kerja keras itu pun tidak mencukupi kebutuhan mereka tiap bulannya.
Lee pun mengepalkan tangan. Emosinya terhadap nasib buruk yang selama ini menimpa, membuat Lee bertekad kuat untuk sukses.
"Setelah lulus SMA ini aku berjanji akan mengubah nasib! Aku harus sukses dan kaya, bagaimanapun caranya! Cukup saat ini aku dihina dan Ayah mendapat perlakuan buruk karena serba kekurangan. Aku harus bisa menjadi orang berguna!" ujar Lee yang sudah muak dengan segala kesusahannya.
Lee pun bangkit dari ranjang, mengusap wajahnya dengan handuk dan air hangat yang disediakan sejak tadi untuk mengompres memar. Lee menatap dirinya di cermin. Membuka kaca matanya yang selama ini menutupi sinar matanya yang indah.
"Pertama, aku harus menggunakan lensa untuk melepas kaca mata ini." gumam Lee yang sudah seminggu lalu membeli lensa dengan hasil tabungannya, tetapi belum berani mengenakan.
Malam itu, perubahan besar Lee lakukan. Dia mencoba mengenakan lensa, menata rambutnya dan mulai berolah raga dalam kamarnya. Tanpa dia sadari, selama ini wajahnya cukup tampan di balik kaca mata culunnya.
Lee membuat keputusan dan perubahan besar yang akan berdampak luar biasa di kehidupannya mendatang. Dia ingin meraih sukses dengan cara apa pun. Dia sudah muak dengan segala pesakitan yang dihadapinya semenjak perpisahan orang tuanya.
Setelah selesai olah raga, Lee menenangkan diri, dan merebahkan tubuh di atas ranjang. Bersantai serta berangan-angan, berakhir dalam pejaman mata di ranjangnya yang lapuk. Lee tertidur dan berharap besok kehidupannya akan berubah. Berharap tak ada lagi Randy dan kawannya yang memukulinya, berharap tak ada lagi masalah yang melibatkan Cindy, tak ada lagi kesusahan bersama Ayahnya. Mungkinkah keajaiban itu datang pada Lee yang masih berusia enam belas tahun?
...****************...
...Perhatian, novel ini mengandung banyak adegan dewasa dan bunuh membunuh sadis, jika belum cukup umur jangan lanjut membaca, ya^^...
...Jangan lupa Rate bintang 5, share, Favorit, dan like. Terima kasih...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Riyantie Yanzz
Mukai mengikuti
2024-07-12
1
Tiara Tiara
mulai baca
2021-09-30
0
Rustamaji
semoga dpt cerita menarik !!
2021-07-13
0