NovelToon NovelToon

The Hunter

PROLOG

Siang hari nan terik, di sebuah sekolahan ... terjadilah suatu pembullyan.

"Hei, cupu! Sudah miskin, masih saja berani menginjakkan kaki di sini! Sudah kubilang jangan masuk sekolah lagi!" hardik seorang lelaki SMA yang mengenakan jaket baseball berwarna hitam putih.

"A-apa salahku? Kenapa kalian selalu menggangguku?" lirih lelaki yang sudah lemas karena menerima pukulan berkali-kali dari tiga orang yang tak menyukainya.

Lelaki lemah, mengenakan kaca mata, berpenampilan cupu, dan hidup dalam keterbatasan bersama Ayahnya. Dia bernama Lee Min Hae, yang akrab dipanggil Lee. Selama sekolah SMA, dia selalu saja mendapat perlakuan buruk dari teman-temannya. Seperti halnya sekarang, dia menerima bogem mentah dari tiga murid pemain baseball karena tak menyukai Lee.

"Awas saja kalau mengadu atau membuat Cindy bersimpati lagi denganmu! Sudah kukatakan ratusan kali, jangan dekati Cindy! Dasar tuli!" Kembali tendangan dilayangkan oleh Randy ke perut Lee yang sudah terkapar kesakitan.

"Sudah, Bro. Kalau kita hajar terus bisa mati, tuh, orang!" kata seorang sahabat Randy sambil menarik lengannya.

"Oke, cukup untuk hari ini. Awas saja kalau macam-macam!" kata Randy yang kemudian pergi bersama dua orang lainnya.

Lee ditinggalkan sendirian. Merasakan luka di sekujur tubuhnya dan masih meringkuk kesakitan di halaman belakang sekolah. Dia selalu saja menjadi bulan-bulanan ketiga murid populer tadi. Entah mengapa, nasib buruk selalu menimpa Lee karena dirinya bukan orang kaya.

Beberapa saat kemudian, tanpa sengaja Cindy seorang murid wanita terkenal di sekolahan, lewat dan melihat Lee yang kesakitan di halaman belakang sekolah. Sontak saja wanita berparas cantik itu menghampiri.

"Astaga ... Lee, apakah itu kau? Apa yang terjadi?" kata Cindy yang panik dan berlari ke arah Lee yang masih terkapar.

"J-jangan mendekat! A-aku tidak apa. Cindy, kumohon jangan dekat lagi denganku." lirih Lee yang mencoba bangkit berdiri.

"Kenapa Lee? Kita 'kan berteman sejak TK. Mengapa kamu seperti itu? Kalau ada permasalahan, ayo kubantu menyelesaikannya." ucap Cindy dengan mata berkaca-kaca menatap Lee, sahabatnya sejak kecil.

"Sekarang semua sudah berbeda. Lihat kamu dan aku berbeda jauh. Kamu wanita superstar di sekolah ini. Semua lelaki ingin mendekati bahkan ingin mendapatkanmu. Sedangkan aku? Aku hanya lelaki cupu, miskin, dan sering kena bully. Kita sudah tak bisa lagi berteman," jelas Lee sambil menahan air mata.

Mendengar perkataan Lee, Cindy merasa sakit hati. Dia tak pernah memikirkan hal itu karena berteman dengan Lee adalah ketulusan hatinya. Namun kali ini, Cindy merasa sangat sedih.

"Lee ... kenapa kamu ucapkan itu? Sedangkan aku tak pernah mempermasalahkannya." lirih Cindy kecewa..

"Mulai sekarang, kita bukan lagi teman, Cindy. Jangan dekati aku dan jangan kasihan denganku yang sudah menyedihkan ini!" gertak Lee dengan sisa tenaganya.

Cindy pun berlari meninggalkan Lee dengan air mata yang jatuh membasahi pipi. Hari itu, Lee kehilangan sahabat satu-satunya yang ia miliki demi menghindari Randy dan gerombolannya.

Lee berjalan kesakitan dan pulang ke rumah. Rumah Lee berada di apartemen sederhana yang ia tinggali dengan Ayahnya. Apartemen subsidian dari pemerintah. Hidup di Singapura sangatlah sulit. Kehidupan yang berat meski di daerah pinggiran kota.

Sesampainya di rumah, Lee segera membuka pintu dan masuk. Tak disangka, Ayah Lee berada di rumah.

"Wah, anak Ayah sudah pulang rupanya. Astaga! Apa yang terjadi padamu, Nak?" tanya Ayah yang mendadak panik melihat keadaan Lee yang babak belur.

"Tak apa, Yah. Aku mau istirahat." gumam Lee tak ingin melibatkan Ayahnya dalam masalah ini.

"Ayah harus tahu, siapa pelakunya? Katakan pada Ayah, agar Ayah memberinya perhitungan." kata Ayah Lee yang marah melihat anak semata wayangnya dipukuli orang.

"Memangnya Ayah bisa apa? Bahkan untuk hidup sehari-hari kita pun susah payah. Bagaimana bisa Ayah membelaku dan menghadapi tiga anak dari donatur tertinggi di sekolahan? Jelas-jelas aku ini sampah, si culun yang masuk sekolah elite hanya karena beasiswa. Cukup sudah Ayah! Aku mau masuk kamar." hardik Lee yang masih kesal dengan semua ini.

Ayah hanya terdiam mendengar perkataan Lee yang sungguh menyakitkan. Lelaki itu merasa bersalah karena tak bisa membahagiakan anaknya.

***

Malam harinya, Lee masih menangis di atas ranjang dengan memeluk kedua lututnya. Dia merutuk kehidupan yang demikian tidak adil baginya.

"Kalau saja dahulu Ibu tidak meninggalkan kami, pasti Ayah akan semakin semangat bekerja dan tidak bangkrut seperti sekarang. Kalau saja hidupku normal seperti orang lain, pasti tak akan ada pukulan yang selalu kurasakan di sekolahan. Mengapa hidup begitu tak adil bagi orang miskin sepertiku? Mengapa kemudahan hanya dirasakan oleh orang yang kaya? Tidak adil!" gumam Lee berkali-kali dalam kesendiriannya.

Ayah Lee bekerja pagi hingga siang dan kembali lagi bekerja malam hingga subuh. Lee tahu kalau Ayahnya bekerja keras demi kehidupan mereka berjalan dengan baik. Meski kenyataannya, hasil kerja keras itu pun tidak mencukupi kebutuhan mereka tiap bulannya.

Lee pun mengepalkan tangan. Emosinya terhadap nasib buruk yang selama ini menimpa, membuat Lee bertekad kuat untuk sukses.

"Setelah lulus SMA ini aku berjanji akan mengubah nasib! Aku harus sukses dan kaya, bagaimanapun caranya! Cukup saat ini aku dihina dan Ayah mendapat perlakuan buruk karena serba kekurangan. Aku harus bisa menjadi orang berguna!" ujar Lee yang sudah muak dengan segala kesusahannya.

Lee pun bangkit dari ranjang, mengusap wajahnya dengan handuk dan air hangat yang disediakan sejak tadi untuk mengompres memar. Lee menatap dirinya di cermin. Membuka kaca matanya yang selama ini menutupi sinar matanya yang indah.

"Pertama, aku harus menggunakan lensa untuk melepas kaca mata ini." gumam Lee yang sudah seminggu lalu membeli lensa dengan hasil tabungannya, tetapi belum berani mengenakan.

Malam itu, perubahan besar Lee lakukan. Dia mencoba mengenakan lensa, menata rambutnya dan mulai berolah raga dalam kamarnya. Tanpa dia sadari, selama ini wajahnya cukup tampan di balik kaca mata culunnya.

Lee membuat keputusan dan perubahan besar yang akan berdampak luar biasa di kehidupannya mendatang. Dia ingin meraih sukses dengan cara apa pun. Dia sudah muak dengan segala pesakitan yang dihadapinya semenjak perpisahan orang tuanya.

Setelah selesai olah raga, Lee menenangkan diri, dan merebahkan tubuh di atas ranjang. Bersantai serta berangan-angan, berakhir dalam pejaman mata di ranjangnya yang lapuk. Lee tertidur dan berharap besok kehidupannya akan berubah. Berharap tak ada lagi Randy dan kawannya yang memukulinya, berharap tak ada lagi masalah yang melibatkan Cindy, tak ada lagi kesusahan bersama Ayahnya. Mungkinkah keajaiban itu datang pada Lee yang masih berusia enam belas tahun?

...****************...

...Perhatian, novel ini mengandung banyak adegan dewasa dan bunuh membunuh sadis, jika belum cukup umur jangan lanjut membaca, ya^^...

...Jangan lupa Rate bintang 5, share, Favorit, dan like. Terima kasih...

Awal yang Baik?

Sudah seminggu Lee tidak masuk sekolah demi berolah raga dan pengubah penampilannya. Dia terpaksa berbohong kepada ayahnya agar tidak kena marah. Setiap hari berlari keliling lapangan, olahraga agar badan terbentuk dengan cepat. Hasilnya, Lee mulai terlihat segar. Dia akan melakukan itu sepulang sekolah mulai besok.

Malam itu, Lee gelisah karena pertama kalinya dia akan mengubah nasib dengan melepas kaca mata tebal, memakai pakaian yang lebih bagus, dan menjaga penampilannya. Hal ini membuat Lee bertanya-tanya, apa yang akan terjadi besok.

Dia jadi teringat semua yang terjadi padanya selama ini. Sejak TK, hanya Cindy yang mau berteman dengannya. Bukan karena Lee bodoh, tetapi semua karena kondisi orang tua Lee yang miskin. Hal itu membuat Lee belajar dengan giat agar bisa menjadi pandai. Bukannya pandai, Lee justru memakai kaca mata tebal karena terlalu banyak membaca di malam hari.

Kehidupan Lee makin memburuk saat usia sebelas tahun, Ibunya selingkuh dan meninggalkan Lee kecil bersama ayahnya. Hal itu membuat kehidupan Lee semakin terpuruk dan jadi bahan olokan.

"Dasar, sampah! Pantas saja Ibumu pergi. Dasar sampah masyarakat!"

"Lihat saja penampilannya. Ayah dan anak sama buruknya. Pantas saja Ibunya memilih cerai dan menikah dengan CEO di perusahaan tempatnya bekerja. Menjijikan!"

"Mau jadi apa dia. Ayah dan anak sama saja menyedihkan!"

"Gimana nggak selingkuh coba? Ayahnya kerja serabutan, Ibunya kerja kantor. Gosipnya , sih, dulu si Ibu diperkosa biar mau nikah ama Ayahnya. Ngeri banget 'kan?"

Begitulah, kalimat-kalimat kejam yang perlahan membunuh hati dan perasaan Lee dan ayahnya. Kejam. Mereka kejam. Seakan semua kesalahan dijatuhkan ke ayah dan Lee. Seakan ibunya Lee sudah benar dengan segala tindakan kejamnya. Hal itu membuat Lee dendam dan luka hati begitu dalam pada Sang Ibu.

Lee akhirnya terlelap dalam segala pikirannya yang berkecamuk di dada. Tidur malam itu, Lee tak bisa nyenyak karena gelisah.

***

Esok harinya di sekolahan ....

Lee melangkah kaki perlahan masuk ke area sekolahan. Setelah seminggu tidak masuk sekolah, rasanya banyak hal yang berbeda. Banyak orang menatap ke arah Lee. Melihat perubahannya yang drastis. Tanpa kaca mata, Lee menggunakan lensa membuatnya terlihat lebih segar dan tampan. Tubuhnya yang mulai berisi, melihatkan sedikit otot di bahunya.

"Lee, itukah kamu?" sapa Cindy yang menghampiri Lee perlahan.

Lee menatap wanita yang berada di belakangnya. Dia hendak menjawab, tetapi Randy dan gerombolannya baru saja masuk dari pintu utama sekolah. Dia tak ingin jadi masalah di hari pertamanya mengubah penampilan.

Lee meninggalkan Cindy yang masih termenung menatap sahabatnya sejak kecil. Lee berubah, tak hanya penampilan, pun sikapnya pada Cindy. Cindy tak mengerti apa yang terjadi pada Lee.

Lee masuk ke dalam kelas dengan ragu-ragu. Banyak pasang mata menatapnya dengan sorot yang mengerikan. Seakan tak suka dengan perubahan Lee.

"Sabar ... tinggal sebulan lagi sekolah. Setelah itu, aku bisa mencari pekerjaan. Semoga bisa kuliah juga," batin Lee sambil duduk di bangku terdepan seperti biasa.

Sesaat kemudian, bel masuk kelas pun berbunyi. Para murid masuk ke kelas diikuti guru. Mereka pun memberi salam.

"Berdiri. Beri salam." kata ketua kelas.

"Selamat pagi, Bu!" seru para murid bersamaan.

"Selamat pagi, silahkan duduk." kata Bu Guru yang kemudian terkejut melihat Lee. "Ini, murid baru?" imbuh Bu Guru saat menatap Lee di meja paling depan.

"Tidak, Bu. Saya Lee Min Hae." jawab Lee dengan lantang.

Tidak seperti biasanya, Lee tak malu menjawab pertanyaan orang lain termasuk guru. Bu Guru pun terperangah melihat perubahan Lee.

"Lee, kamu ke mana saja seminggu tidak masuk sekolah? Minggu depan sudah Ujian Kelulusan. Mau jadi apa kamu jika mulai membolos!" ucap Bu Guru mengalihkan rasa kagumnya.

"Maaf, Bu. Saya ada kepentingan selama seminggu. Saya akan berusaha keras mengejar ketinggalan materi pembelajaran." ucap Lee yang kemudian membuat Bu Guru yang bernama Hera pun mendapatkan ide.

"Baik, sepulang sekolah kamu akan mendapatkan tambahan pelajaran." kata Bu Hera.

"Baik, Bu." jawab Lee yang tak mengerti maksud Bu Hera sesungguhnya.

Lee terlihat tampan tanpa kaca mata dan gaya rambut yang berbeda. Hal itu mengusik jiwa Bu Hera yang terkenal pecinta berondong di sekolahan. Meski di SMA favorit, Bu Hera tahu jika Lee termasuk murid kekurangan karena mendapat beasiswa dalam studinya. Bu Hera memiliki rencana tersendiri untuk menggoda Lee.

Pembelajaran berlangsung dengan cepat. Lee berusaha mengikuti ketinggalan pelajaran. Setelah lulus SMA, di singapore ada wajib militer sebelum masuk kuliah atau bekerja. Lee yang bulan Oktober berusia delapan belas tahun mau tak mau harus masuk wajib militer selama dua tahun.

Bel pelajaran berakhir pun berbunyi. Para murid satu per satu meninggalkan kelas, kecuali Lee. Dia mendapatkan pelajaran tambahan padahal waktu sudah menunjukkan jam tiga sore. "Lee, pelajaran tambahan akan dilaksanakan mulai hari ini. Kamu mau di sekolah atau di rumah Ibu?" tanya Bu Hera sedikit menggoda.

"Di sini saja, Bu. Bukannya tambahan belajar sama dengan kegiatan sekolah, Bu?" tanya Lee yang membuat Bu Hera tak bisa mengelak.

"I-iya. Baiklah kita mula pelajaran tambahannya." kata Bu Hera.

Saat pembelajaran tambahan, sesekali Bu Hera menggoda Lee. Mulai dari caranya duduk, atau mendekati Lee, hingga berbicara di hadapan wajah Lee.

Lee yang tak pernah sedekat ini dengan orang lain, terutama dengan wanita, jelas gugup. Namun Lee mencoba menutupinya sebisa mungkin.

Setelah dua jam, tambahan pelajaran pun berakhir. Senja menggelayut manja pada langit. Menyeruak Kan warna oranye yang menghias cakrawala. "Lee, mau pulang bersama Ibu?" Bu Hera menawarkan ajakan pulang bersama karena kebetulan apartemen mereka searah. Hanya saja Lee berada di apartemen yang disubsidi pemerintah.

"Saya tak ingin merepotkan, Bu." lirih Lee sambil berdiri dan membereskan bangkunya.

"Tidak merepotkan, Lee," ucap Bu Hera yang kemudian merangkul tangan Lee dengan manja.

Lee terlihat gugup karena dua gundukan kenyal milik Bu Hera menyentuh erat di lengannya. Belum pernah Lee memikirkan hal itu, tetapi situasi ini membuatnya menjadi bingung.

Bu Hera menggandeng Lee sepanjang koridor sekolah yang sudah sepi. Semua orang sudah pulang karena hari mulai gelap. Sesampainya di parkiran mobil, Bu Hera mengajak Lee masuk ke mobilnya. Mereka pulang bersama.

"Lee, mampir makan ramen dulu, yuk. Ibu lapar. Eh, kalau sudah selesai pelajaran begini jangan panggil Ibu, ya? Panggil Hera atau Tante Hera aja. Kalau panggil Bu kelihatan tua banget," ucap Bu Hera sepanjang jalan.

Lee hanya bisa mengangguk tanda paham karena sulit baginya menolak. Terlebih Bu Hera salah satu guru penting di sekolahnya. Lee pun berharap ini awal yang baik baginya mengubah nasib. Meski kenyataannya tak pernah tahu akan seperti apa.

Hera

Bu Hera mengajak Lee ke restauran Ramen yang terkenal. Belum pernah Lee makan di sana. Hanya saja dia pernah mendengar cerita anak-anak sekelasnya yang pergi ke Ramen Gyu-gyu dan menceritakan betapa lezatnya santapan di sana.

"Lee, kamu pernah ke sini?" tanya Bu Hera sambil mengajak Lee masuk.

Usia Lee dan Bu Hera memang berbeda jauh. Saat ini Bu Hera berusia tiga puluh delapan tahun, tetapi belum mempunyai suami. Gosip yang beredar, Bu Hera suka dengan berondong atau anak SMA. Lalu, yang menjadi hal tak terlihat publik adalah Bu Hera selalu mendekati calon berondongnya dengan memberi les tambahan dan mentraktir.

Lee tak menyadari hal itu karena dia terlalu cupu saat bersekolah. Dia tak pernah terlibat dalam interaksi, apalagi berbincang tentang gosip. Lee sering berbicara hanya dengan Cindy. Itu pun dia langsung kena bogem mentah milik Randy dan kawan-kawannya yang suka membully.

Terkadang, hidup memang begitu adil bagi orang yang serba ada. Namun, begitu tidak adil bagi orang yang berkekurangan. Sebagai laki-laki, sudah bertahun-tahun lamanya Lee bersabar menanggung semua hal pahit yang harus ditanggungnya selama ini.

"Lee, kenapa diam aja? Nggak suka ramen?" ucap Bu Hera membuyarkan lamunan Lee. Tak terasa mereka sudah duduk di ruangan tersendiri dengan meja kecil di tengah karpet merah yang hangat.

"Ma-maaf, Bu. Eh, Tante. Maaf, tadi Lee masih belu menyangka bisa makan di sini," jawab Lee apa adanya.

"Loh, kamu belum pernah ke sini?" Kukira sudah pernah ke sini karena sebagian besar para murid sering makan siang di sini sepulang sekolah." kata Bu Hera yang kemudian mengelus tangan Lee.

"Iya, Tante. Hanya saja Lee belum pernah ke sin. Terima kasih sudah mengajak Lee ke sini," ujar Lee yang kemudian tersenyum sangat manis menambah tampan di wajahnya.

"Iya sama-sama, ayo pesan dulu. Beli yang kamu suka. Mau minum apa milih aja." Bu Hera memperhatikan Lee yang sedang memilah menu apa yang diinginkan.

"Lucu sekali kamu, Lee. Selama ini aku tak sadar jika kamu setampan ini. Kalau begini, tak perlu aku cemas dan galau karena diputuskan Randy berandal itu." Bu Hera berbicara dalam hati sambil menatap Lee.

Setelah mereka selesai memesan makanan, sambil menunggu makanan datang Bu Hera dan Lee berbincang banyak hal. Bu Hera sebisa mungkin membuat Lee nyaman bersamanya. Makanan pun datang. Mereka menyantap ramen sambil melanjutkan pembicaraan.

Saat perbincangan sedang asyik, Lee tak sengaja menceritakan pembullyan yang dialaminya selama ini. "Untung saja si Randy dan kawannya tidak membunuhku minggu lalu, kalau iya, tak bisa makan ramen seenak ini." gumam Lee sambil mengunyah ramen yang sangat lezat.

"Randy dan kawan-kawannya membullymu? Iyakah, Lee?" selidik Bu Hera yang terkejut mendengar pernyataan Lee tadi.

"Eh, nggak, Tante. Lupakan," kata Lee mencoba menutupi apa yang terjadi padanya.

"Cerita saja. Aku nggak akan menceritakan ke orang lain. Lee, jika ada pembullyan, bisa menjadi hal serius karena di sekolahan kita menjunjung tinggi nilai kedisiplinan siswa. Selama ini Randy bersikap baik ternyata menipu, ya?" tanya Bu Hera yang akhirnya tak bisa Lee pungkiri.

"I-iya, Bu. Eh, Tante. Randy sering menghajarku. Lebih tepatnya Randy dan kedua temannya. Mereka seperti komplotan berandal. Maka dari itu, aku tidak masuk seminggu. Nilaiku turun drastis karena selalu merasa ketakutan di sekolah." jawab Lee yang kemudian menunduk. Meletakkan sumpitnya dan berhenti menyantap ramen di hadapannya.

"Sudah, jangan sedih. Sekarang lanjutkan makan dahulu. Aku janji akan membantumu, Lee. Ayo makan dulu, habiskan. Lalu, kita segera pulang." Bu Hera mencoba mencairkan suasana hati Lee.

Lee pun tersenyum dan mengangguk. Dia melanjutkan menyantap mie ramen itu sampai habis. Lee yang sering dibully menjadi kurang percaya diri dan cenderung pendiam serta tertutup.

Setelah selesai makan, Bu Hera pun mengajak Lee pulang. Dia menyetir mobil sesekali memperhatikan muridnya yang terdiam saja.

"Ada apa, Lee? Kok, diam saja?" tanya Bu Hera heran.

"Nggak ada, Bu. Aku heran saja Randy itu berandalan, kenapa nilainya selalu bagus? Padahal aku berjuang untuk belajar siang malam, tetapi belum bisa meraih prestasi yang memuaskan," lirih Lee teringat orang yang sering melukai hati dan fisiknya.

"Jelas saja berandal itu nilai bagus karena menjadi pacarku! Awas saja si berandal mulai besok tak ada ampun. Sudah berani memutuskanku, bertingkah di sekolahan pula, aku akan buat nilainya paling jelek di angkatan ini," batin Bu Hera yang dendam pada Randy.

Selama ini Bu Hera menyukai Randy dan mereka mempunyai hubungan spesial. Namun, setelah bosan pada Bu Hera, Randy dengan mudah memutuskan hubungan itu. Bahkah mengancam Bu Hera jika berani bertingkah, akan diumbar ke seluruh sekolah dan media sosial tentang kelakuan Bu Hera yang suka berondong. Bu Hera jelas marah pada Randy tetapi tak bisa melakukan apa-apa. Namun, kali ini Bu Hera mempunyai celah untuk membalas Randy.

"Entah, Lee. Eh, ini apartemenmu, ya? Aku antar sampai gerbang saja, ya?" kata Bu Hera menghentikan mobilnya di depan gerbang.

Lee pun turun dari mobil dan berpamitan. Jam sudah menunjukkan pukul 20.00 terlalu larut karena mereka makan dan berbincang banyak hal. Lee segera berlari ke rumahnya.

"Ayah pasti sudah khawatir. Aku harus segera sampai rumah," gumam Lee sambil berlari ke rumahnya.

Sesampainya di rumah, Ayah Lee tak ada di rumah. Ayah Lee sudah pergi bekerja lagi. Dia meninggalkan sebuah pesan.

[ Lee, kamu ke mana saja sepanjang sore? Ayah mencarimu tadi. Kalau sudah pulang, makanlah ada kimchi dan daging di kulkas untukmu. Jaga kesehatan karena minggu depan ujian sekolah akan dimulai, bukan? Semangat dan berjuang untuk masa depan lebih baik^^ ]

Lee pun meletakkan kertas itu. Dia segera ke kamar, melepas pakaian, lalu mandi. Saat mandi air hangat, Lee menangis. Tak kuasa menahan rasa sedihnya.

"Ayah selama ini sudah bekerja terlalu keras. Aku akan segera lulus dan mendapatkan pekerjaan yang bagus. Aku ingin membantu Ayah agar tidak seperti ini. Bekerja pagi hingga siang, lalu berangkat kerja lagi malam hingga subuh. Maafkan aku belum bisa membantu, Ayah," lirih Lee yang menangis. Derai air mata jatuh bersamaan kucuran air hangat yang menerpa tubuhnya.

Lee sengaja mengguyur sekujur tubuhnya dengan air hangat untuk melepaskan lelah dan juga melepaskan penat. Dia sudah muak dengan segala kesusahan dan hinaan yang terjadi bertahun-tahun. Terlebih, Ibunya sama sekali tak peduli dan menganggap Lee sebagai aib.

Padahal Ibu Lee berselingkuh, tetapi mengapa Lee yang dianggap aib? Lee tak habis pikir. Hal itu membuat Lee dendam dan tak bisa berpikir jernih. Lee benci dengan Ibunya. Lee benci dengan keadaan yang membuat Ayahnya tersudut. Lee benci dengan kehidupannya yang sekarang. Mampukah Lee mengubah hidupnya hanya dengan penampilan yang berubah tampan?

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!