Aku menjatuhkan diriku diatas sofa. Melepas penatku untuk sejenak. Tadi pria itu benar-benar menemaniku hingga jemputan papa datang. Tadi adalah dialog terpanjang yang pernah terjadi di antara kami. Biasanya kami hanya saling menatap dari kejauhan.
"Drtttdrtt" Ponsel yang berada di saku ku bergetar.
Ada telepon dari grup WhatsApp kelasku. Aku buru-buru mengangkatnya. Siapa tau ada hal penting.
"Halo" Ucap salah satu temanku.
"Ada apa?" Tanyaku penasaran
" Tadi gua denger mereka tetep tawuran di belakang sekolah. Terus gua denger juga dari temen gua kalo mereka besok ga bakal nyerang lagi. Tapi mereka bakal nyulik siapapun itu anak sekolah Nusantara. Dan yang gak bersalah juga bakal terancam." Jelas Temanku.
"Iya gua denger nya juga gitu." Sambung temanku yang lain.
Aku sedikit terkejut, hampir tak percaya. Tapi bagaimanapun itu, benar atau tidak tetap saja kami harus waspada. Pak Ahmad tiba-tiba saja bergabung dengan panggilan grup kami yang sedang berlangsung.
"Halo anak-anak, besok kalian tetap sekolah, bawa jaketnya. Besok kalian pulang sekolah pakai jaket supaya lambang sekolah kita tidak terlihat dan kalian tidak terancam." Instruksi Pak Ahmad.
"Baik pak." Ucapku.
Panggilan berlangsung sebentar. Hanya sekedar memberikan informasi yang yang mereka tahu tentang tawuran tadi. Tadi, setelah aku pulang tawuran masih berlanjut berlanjut. Hanya saja aku tak tahu apakah Kak Sendy ikut-ikutan juga atau tidak.
Hari ini kami sekolah seperti biasanya. Sejauh ini situasi masih aman, meski sebenarnya keadaan kami sudah terancam. Sekarang sudah masuk jam pelajaran ketiga. Bu Misma belum tiba dikelas. Aku mengecek ponselku, Rini mengirimiku sebuah pesan screenshot.
"Sha, anak SMA Harapan tadi rame banget di deket paud sama di depan ayam geprek. Tadi gua lewat sana pas beli sarapan."
Aku tak sempat membalas pesannya karena Bu Misma sudah datang.
Tiba-tiba saja semua anak jurusan otomotif yang sedang praktek mengemudi dilapangan berlari menuju gerbang. Begitu pula yang sedang berada dikelas, mereka berhamburan keluar dari kelasnya. Tak lama para guru langsung mencegah mereka. Semua siswa segera kembali ke kelas masing-masing.
***
"Kalian latihan kan?" Tanyaku pada Zahra dan Rini.
"Iya." Jawab Zahra.
Sementara Rini hanya mengangguk.
Kami sedang makan siang dikelasku. Rini biasanya selalu ke kelasku untuk makan siang bersama aku dan Zahra, atau hanya sekedar menggosip.
"Eresha!" Sahut seseorang dari pintu.
Aku mendongakkan kepalaku, mencari tahu siapa itu.
"Kak Sendy? Ngapain?" Tanyaku.
"Enggak apa-apa kok. Cuma main aja. Boleh kan?" Tanya pria itu lalu langsung mengambil posisi di depanku.
Rini dan Zahra menatapku heran. Mereka memang tau jika aku mengagumi pria ini sejak kelas satu. Bahkan aku sering bercerita kepada mereka tentang Kak Sendy.
"Kakak mau?" Tanyaku canggung sambil menawarkan makan siang ku.
"Oh, enggak makasih. Makan aja. Kenyangin." Ujarnya.
Aku mengangguk sambil mengunyah sisa makanan yang ada di mulutku. Nafsu makan ku hilang seketika. Aku segera menyudahi kegiatanku. Aku benar-benar canggung saat ini. Apa yang ia lakukan disini.
"Nanti pulang sekolah bareng yuk." Ajak pria itu.
"Nanti aku ada jadwal latihan dulu kak." Jawabku.
"Yah, semalam ga jadi. Masa sekarang juga ga jadi." Keluhnya.
"Ya mau gimana lagi." Jawabku dengan nada datar.
" Ya udah gua balik ke kelas dulu ya." Pamitnya padaku.
"Iya." Balasku.
Aku menatap punggungnya yang semakin menjauh.
"Sumpah deg-degan gua tau. Dia kok jadi kayak gitu sih." Ujar ku.
"Cie... Eresha. Ehmmm. Jangan-jangan." Goda Rini.
Aku langsung memukul geram pundak Rini.
***
Kami dipulangkan lebih cepat dari biasanya. Tak ada satupun yang tahu alasannya. Aku dan Zahra keluar paling akhir dari kelas. Karena biasanya kami mengunci kelas. Aku bersandar di samping pintu sambil menunggu Zahra keluar. Mataku menyisir setiap orang yang lewat. Terutama anak jurusan otomotif. Kalian pasti tahu siapa yang sedang kucari.
"Yuk Sha." Ajak Zahra.
Kami berjalan ke ujung koridor, tepat dibawah tangga. Rini belum turun dari kelasnya, jadi kami mengunggu nya ditangga.
***
Latihan selesai pukul lima sore. Masih ada beberapa anak voli dan paskibra yang sedang latihan waktu itu. Aku dan kedua sobat karibku menuju gerbang bersama. Suasana di gerbang utama sangat ramai. Mereka bukan anak voli atau paskibra yang sedang latihan. Mereka siswa sekolah kami. Entah apa yang mereka lakukan, padahal kelas XII tak ada jadwal les hari ini. Dan beberapa anak otomotif tampak disana, padahal mereka tak ekskul, les, atau bahkan PKL. Semua guru tampak mencoba menertibkan situasi. Mereka didominasi siswa laki-laki. Aku sempat mendengar beberapa selentingan jika sekolah Harapan dan lima sekolah lainnya kembali menyerbu sekolah kami.
”Dasar! Beraninya main keroyokan!”
Aku buru-buru menelepon papa untuk menjemput ku karena hari sudah mulai gelap dan situasi sedang tak kondusif.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments