*Kinanti, tinggal selangkah lagi kamu akan menjadi milikku meskipun ada rasa kecewa tapi itu bukan alasan untuk aku tidak mencintaimu lagi ~Rama.
Rama, entah apa yang membuatku mengangguk mengiyakan apa yang kamu tawarkan. Tapi, mungkin ini adalah jalan terbaik ~Kinanti*.
Kedua pasang mata itu saling memandang. Beradu dalam ribuan gejolak. Saling bertanya dan bergumam dalam hati sebelum proses ijab kabul dimulai. Tidak ada kata yang tersirat walau hanya sepenggal. Saling berdiskusi dengan hati dan logika masing-masing.
"Bagaimana kedua mempelai? Sudah siap?"
Bapak berpawakan tinggi dan berkulit sawo matang itu menghentikan perdebatan batin keduanya. Mereka hanya menimpali dengan anggukkan kecil dan bibirnya berkata siap tanpa suara.
Kinanti, memandangi tangan yang sudah saling berjabat,mengucap janji yang dia sendiri tak memahami dari mana asalnya. Hati? Logika? Atau hanya di lisannya saja. Entah! Begitu sadar semua telah usai, semua telah mengucap kata 'sah' dan mengangkat tangan memanjatkan do'a.
"Ibu kecewa sama kamu Ram, kenapa kamu bisa melakukan hubungan diluar pernikahan? Ibu juga tidak suka melihat dia. Dia lebih tua darimu!"
Satu kalimat yang tidak kunjung hilang dari benaknya. Entah, sudah berapa kali Rama mengusap kepalanya seolah berteriak meminta kalimat itu pergi menjauh dan tidak lagi mengganggunya.
"Kalau tidak karena kamu hamil Kin, ibuk ngga sudi restuin kamu nikah sama dia. Sudah badannya kecil, penghasilan juga pas-pasan ."
Sudah dikasih hati, minta jantung. Sudah dibaikkin masih saja ngehina. Dasar si nenek lampir, ah jangan! Ibu mertua yang terhormat. Dia ini adalah contoh manusia yang lupa akan nikmat, lupa caranya bersyukur. Dia tidak paham bagaimana berterima kasih. Sudah baik anaknya ada yang mau menikahi dan menutup aibnya. Coba kalau tidak, ketika ada yang tanya bapaknya kemana? Atau lebih kasarnya kapan nikahnya, udah punya anak aja? Mau dijawab gimana coba? Ngga mungkin kan mau bilang 'ini mukjizat dari Allah' emangnya dia sesuci siti Maryam? Kan kagak!
Ada titik yang membuat Rama senantiasa tersenyum sepanjang masa. Haelah! Maksudnya, ada hal dari keputusan itu yang bisa bikin dia bersyukur, salah satunya adalah Kinanti. Iya, dia sangat merasa beruntung punya kesempatan untuk berbahagia dengan Kinanti. Wanita yang entah sebelah mana yang bikin dia klepek-klepek seperti ini.
Tapi, kepalanya dibikin pusing dengan ibu nya dan juga ibu Kinanti. Keduanya tidak ada yang menyetujui dari hati. Mereka, mengiyakan di lisan saja dan atas dasar terpaksa. Bahkan, mereka saling menolak ketika Rama hendak mempertemukan. Semua ditolak secara mentah-mentah tanpa rasa kasian.
"Ram ? Kamu mikirin apa? Kamu nyesel ya udah keliru nikahin aku"
Kinanti, akhirnya beranjak dari tempat ia berdiri, memandang dari balik daun pintu, memperhatikan lelaki yang kini berstatus suaminya itu. Rama memang sudah lama berdiam diri diteras rumah. Menikmati secangkir kopi yang sudah Ia seduh dari pagi tadi. Namun, wajahnya kusut menyimpan beribu kekacauan.
"Kin, kamu bisa manggilnya pake mas sekarang? Biar lebih sopan saja jika anak kita nanti sudah lahir"
"oh, baiklah!"
"kamu tidak bekerja?"
"nanti, setelah aku menemukan kontrakan"
"kontrakan? Untuk siapa?"
Kinanti mengernyit menatap Rama. Ia tak memahami arah pembicaraan suaminya. Pernikahan yang begitu dingin, tidak ada dasar cinta dihati Kinanti. Mana bisa dia langsung mengerti makna dari kata-kata Rama yang tak sempurna itu.
Matanya tak lepas dari Rama, sampai pria itu beranjak dari bangku. Ia beralih berdiri dan memegangi pembatas tembok yang tingginya hanya setengah badannya. Ia menarik nafas nya dalam, lalu dengan pelan menjelaskan pada Kinanti.
Ia merasa tak nyaman tinggal dalam kegelapan. Bukan berarti rumah itu tanpa lampu, tapi penghuni rumah itu tidak ada yang respect terhadap dia. Mereka acuh bahkan semena-mena.
"Engga Mas, aku tetap ingin tinggal disini"
"tolonglah Kin, hargai aku sebagai suamimu. Aku ngga nyaman disini!"
"hargai? Untuk apa aku harus menghargai orang yang sama sekali tidak aku cintai?"
Sungguh, Rama tak menduga sebelumnya. Ia tak mengira Kinanti bisa bicara sekasar ini. Bahkan ia melotot dan memasang wajah dengan penuh amarah.
Rama hanya menggeleng tak percaya jika sifat asli Kinanti seperti itu. Tapi, naruni nya berbisik lembut. 'dia hanya banyak pikiran Ram'. dan kembali Rama menyuguhkan senyum dan mengiyakan apa yang menjadi keputusannya.
"terserah, mas mau tetap tinggal disini bersama ku, atau mas ngontrak tapi seorang diri!"
Kinan beranjak dan kembali masuk kedalam rumah. Ia mengatakan itu dengan acuh dan sinis. 'belum ada satu bulan menikah, sudah banyak ngatur saja' jeritnya dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments