Tersandera
Suara kebisingan mengganggu pendengaran seorang gadis dari balik pintu kamarnya.
“Kau itu tidak berguna sama seperti anakmu!” Suara keras wanita membuat gadis itu jengah.
“Dia itu anakmu juga, bukan hanya anakku. Kalau kau tidak mau, kau buang saja anak itu.” Balas seorang pria dengan nada sama kerasnya.
Gadis itu, Evanna Kexia. Terlihat melamun menatap kosong jendela kamarnya. Anna sudah lelah setiap hari mendengar pertengkaran orangtuanya yang itu-itu saja.
Dengan sisa keberanian yang dia punya, Anna pun mencoba keluar dari kamarnya hendak memasak untuk keluarganya.
Baru beberapa langkah keluar dari kamarnya, suara bentakan itu pun terdengar lagi.
“Hei.. anak tidak tau di untung! Harusnya kau itu mati saja. Aku menyesal melahirkanmu.!”
“Iya, maaf karena aku sudah lahir. Kenapa tidak anda bunuh saja aku saat itu?”
Plaaakk..
Tamparan keras mendarat sempurna di pipi putih yang sedikit berisi itu membuatnya tampak merah seketika. Anna terdiam.
Namun tak lama ia mengangkat kepalanya dan menatap mata ibunya tanpa sepatah kata pun yang keluar dari bibir ranumnya.
“Haha.. sudah berani kau menatapku seperti itu, hah? Anak pembawa sial!”
Plaaakk..
Tamparan kedua mulus mengenai pipinya lagi.
Tapi tetap tak membuat Anna gentar. Dia sudah lelah.
Semakin hari semakin berkurang keinginannya untuk bertahan hidup di dunia ini di sebabkan kedua orantuanya sendiri.
Sang ayah yang menatapnya dari sofa hanya diam. Tak berbuat apapun.Tapi Anna tak memikirkan ayahnya lagi.
Bahkan sudah tak menganggapnya sebagai ayah. Dan sekarang, dia merasa bahwa dia akan berhenti menganggap wanita di depannya itu sebagai ibunya.
Tak ada lagi air mata. Senyuman. Semuanya kosong. Anna sudah tak bisa merasakan apa-apa lagi. Bahkan dia sudah lupa bagaimana rasanya bahagia.
“Dasar anak bodoh! Pergi saja kau dari sini.! Gara-gara melahirkan kau, hartaku habis. Andai saja aku tak melahirkanmu, aku takkan bangkrut!”
Anna melangkahkan kakinya pergi dari hadapan ibunya. Dia harus melakukan pekerjaan seperti biasa, agar orang itu tak berteriak lagi padanya.
Tapi langkahnya terhenti dan dengan satu tarikan Anna terhempas ke lantai dan menabrak sisi rumah kayunya.
Di lihatnya tetesan darah membasahi lantai dan kening kirinya.
‘Sakit sekali.’ Ucapnya dalam hati.
“Berani-beraninya, aku belum selesai bicara kenapa kau pergi begitu saja!”
Anna bangkit dengan sisa tenaga yang di milikinya dan mengelap darah yang masih mengalir dari keningnya.
“Aku hendak mengerjakan pekerjaan rumah. Apa salahnya? Sedangkan yang ibu lakukan itu tidak ada. Hanya menyalahkanku terus menerus.”
“Wah, anak ini benar-benar membuatku muak.”
“Ibu pikir aku juga tidak muak? Aku capek. Setiap hari bekerja untuk kalian. Tapi sedikitpun kalian tidak pernah menghargaiku. Kalau memang tidak mau aku, kenapa ibu membiarkanku sampai sekarang?”
Ibunya semakin berang, matanya menyala. Tubuhnya bergetar menahan gejolak amarah yang sudah membara.
“Kau, pergi dari rumah hari ini juga. Aku muak punya anak sepertimu!”
Anna mendengus.
‘Bagus kalau aku keluar dari rumah ini.’ Ujarnya dalam hati.
“Baiklah. Jangan pernah mencariku lagi. Aku sudah tak peduli akan surga neraka yang di katakan orang-orang. Jadi aku akan memutuskan hubungan keluarga ini seperti keinginan kalian.”
Anna segera masuk ke kamarnya lagi dan membereskan baju-bajunya ke koper. Dia tidak takut karena dia juga sudah mempunyai tempat tinggal. Meskipun itu sebuah kamar yang di sediakan dari tempat kerjanya.
15 menit akhirnya selesai. Dan Anna pergi tanpa mandi terlebih dahulu. Dia sudah tidak peduli, sebab pikirnya setiba disana, dia bisa membersihkan tubuhnya dan mengobati lukanya.
Di lihatnya sang ibu sedang memainkan ponselnya. Dan ayahnya yang menonton TV.
Anna melangkah tanpa melihat kedua orangtuanya. Hubungannya dengan mereka akan berakhir. Setiba di batas pintu, Anna membalikkan tubuhnya.
“Aku harap, kita tidak akan pernah bertemu lagi. Dan ayah, apa kau tau?”
Sang ayah menatap tajam Anna yang sedang tersenyum mengerikan.
“Apa? Kau mau apa?”
“Anda masih berani berkata kasar padaku setelah anda melecehkanku?”
Sang ayah tampak canggung dalam duduknya. Sesekali ia melirik istrinya.
“Dan ibu..” Sang ibu membalas tatapan Anna dengan ekpresi datar.
“Apa suamimu tahu bahwa selama ini kau menjual tubuhmu untuk para lelaki di luar sana?” Anna tersenyum lebar mengintimidasi.
“Selamat bertengkar. Kalau kalian mau cerai juga silahkan. Sudah tidak ada urusannya lagi sama saya. Kalau begitu, saya pergi dulu. Dan jangan pernah mencari saya.” Ucap Anna setelah melihat kedua orangtuanya menahan amarah begitu dalam atas terbongkarnya rahasia mereka.
Dan Anna pun segera menuju salah satu tempat kerjanya. Sebuah Panti Asuhan Kasih.
...****************...
“ Bos besar datang. Berikan hormat kalian.” Ucap salah satu pengawal.
Seorang lelaki berjalan dengan gagah menggunakan jas hitamnya yang pas di tubuh atletisnya. Rahangnya yang tajam dan namun memiliki sorot mata yang meneduhkan.
Tapi siapa sangka, bahwa lelaki itu adalah pebisnis berdarah dingin yang terkenal di seluruh penjuru dunia, Damian Xavier. Dia tidak akan segan-segan terhadap orang-orang yang mengusik kehidupannya apalagi kekayaannya.
“Berikan Laporannya.” Ucapnya singkat dan tegas
“Baik, Tuan.”
Sekretarisnya mengikuti langkah Damian yang terkesan terburu-buru. Dia tahu akan menjadi seperti apa ketika bosnya itu marah.
Jeff, sekretarisnya membukakan pintu utama ruangan khusus Damian.
“Jadi..” Ucap Damian ketika ia berhasil mendaratkan tubuhnya di kursi singgasananya.
“Ada seseorang merusak fasilitas club bahkan mencuri beberapa barang berharga. Dia juga telah membuat reputasi kita buruk dengan membuat berita-berita palsu tentang Tuan.”
Damian mengerutkan alisnya.
‘Siapa yang berani merusak salah satu clubnya.’ Pikirnya
“Berita apa yang dia sebarkan?”
Jeff ragu-ragu menjawab pertanyaan Damian.
“Kenapa kau lama sekali hanya untuk menjawabnya?”
Tiba-tiba saja Jeff bergidik melihat sorot mata Damian yang berubah mengerikan.
‘Akan lebih mengerikan ketika aku mengatakannya’ ucapnya dalam hati penuh dengan ketakutan.
Dengan melawan ketakutannya, Jeff pun menjawab hampir terbata-bata.
“Tu-tuan di kabarkan sebagai penyuka sesama jenis.”
Jeff menunduk takut ketika ia selesai berbicara. Takut menatap Damian.
Prraanggg
Dan benar saja dugaan Jeff. Damian mengamuk. Dilihatnya gelas yang biasa di persiapkan untuk Damian sudah hancur pecah di lantai.
“Sial.. siapa yang menyebarkan berita seperti itu, hah?”
Damian berjalan mendekati Jeff hingga membuat tubuhnya semakin bergetar hebat.
“Uhuuk.. Tuan.” Cengkraman tiba-tiba Damian di kerah baju Jeff membuat ia batuk dan sulit bernapas.
Damian menatap tajam pada Jeff.
“Apa kau yang membocorkannya?”
“Tidak, Tuan. Bukan saya.” Damian melepas kasar cengkramannya pada Jeff. Sehingga membuat pria itu sedikit terhempas ke belakang.
“Cari tahu siapa yang membocorkan hal itu dan wanita itu. Jika kau tidak bisa menemukannya, kau yang akan ku bunuh. Mengerti?”
“Ba-baik, Tuan.” Jeff mundur berlahan dan segera melaksanakan perintah Bosnya.
Damian berjalan angkuh ke arah jendela besar yang berhadapan langsung dengan suasana kota XX. Tangannya mengepal kuat menahan gejolak amarahnya yang kapan saja bisa meledak.
“Bisa-bisanya ada manusia menjijikan yang menyebarkan hal sensitif seperti itu di negara ini. Akan ku buat mereka berlutut di bawah kakiku sampai 7 turunan mereka.”
.
.
Sebelumnya udah pernah aku up terus aku hapus lagi karena masalah pribadi(stuck ga tau mau tulis apa lagi). Ini coba aku tulis ulang, semoga bisa sampai tamat, aamiin😭🙏🏻
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments