Suara kebisingan mengganggu pendengaran seorang gadis dari balik pintu kamarnya.
“Kau itu tidak berguna sama seperti anakmu!” Suara keras wanita membuat gadis itu jengah.
“Dia itu anakmu juga, bukan hanya anakku. Kalau kau tidak mau, kau buang saja anak itu.” Balas seorang pria dengan nada sama kerasnya.
Gadis itu, Evanna Kexia. Terlihat melamun menatap kosong jendela kamarnya. Anna sudah lelah setiap hari mendengar pertengkaran orangtuanya yang itu-itu saja.
Dengan sisa keberanian yang dia punya, Anna pun mencoba keluar dari kamarnya hendak memasak untuk keluarganya.
Baru beberapa langkah keluar dari kamarnya, suara bentakan itu pun terdengar lagi.
“Hei.. anak tidak tau di untung! Harusnya kau itu mati saja. Aku menyesal melahirkanmu.!”
“Iya, maaf karena aku sudah lahir. Kenapa tidak anda bunuh saja aku saat itu?”
Plaaakk..
Tamparan keras mendarat sempurna di pipi putih yang sedikit berisi itu membuatnya tampak merah seketika. Anna terdiam.
Namun tak lama ia mengangkat kepalanya dan menatap mata ibunya tanpa sepatah kata pun yang keluar dari bibir ranumnya.
“Haha.. sudah berani kau menatapku seperti itu, hah? Anak pembawa sial!”
Plaaakk..
Tamparan kedua mulus mengenai pipinya lagi.
Tapi tetap tak membuat Anna gentar. Dia sudah lelah.
Semakin hari semakin berkurang keinginannya untuk bertahan hidup di dunia ini di sebabkan kedua orantuanya sendiri.
Sang ayah yang menatapnya dari sofa hanya diam. Tak berbuat apapun.Tapi Anna tak memikirkan ayahnya lagi.
Bahkan sudah tak menganggapnya sebagai ayah. Dan sekarang, dia merasa bahwa dia akan berhenti menganggap wanita di depannya itu sebagai ibunya.
Tak ada lagi air mata. Senyuman. Semuanya kosong. Anna sudah tak bisa merasakan apa-apa lagi. Bahkan dia sudah lupa bagaimana rasanya bahagia.
“Dasar anak bodoh! Pergi saja kau dari sini.! Gara-gara melahirkan kau, hartaku habis. Andai saja aku tak melahirkanmu, aku takkan bangkrut!”
Anna melangkahkan kakinya pergi dari hadapan ibunya. Dia harus melakukan pekerjaan seperti biasa, agar orang itu tak berteriak lagi padanya.
Tapi langkahnya terhenti dan dengan satu tarikan Anna terhempas ke lantai dan menabrak sisi rumah kayunya.
Di lihatnya tetesan darah membasahi lantai dan kening kirinya.
‘Sakit sekali.’ Ucapnya dalam hati.
“Berani-beraninya, aku belum selesai bicara kenapa kau pergi begitu saja!”
Anna bangkit dengan sisa tenaga yang di milikinya dan mengelap darah yang masih mengalir dari keningnya.
“Aku hendak mengerjakan pekerjaan rumah. Apa salahnya? Sedangkan yang ibu lakukan itu tidak ada. Hanya menyalahkanku terus menerus.”
“Wah, anak ini benar-benar membuatku muak.”
“Ibu pikir aku juga tidak muak? Aku capek. Setiap hari bekerja untuk kalian. Tapi sedikitpun kalian tidak pernah menghargaiku. Kalau memang tidak mau aku, kenapa ibu membiarkanku sampai sekarang?”
Ibunya semakin berang, matanya menyala. Tubuhnya bergetar menahan gejolak amarah yang sudah membara.
“Kau, pergi dari rumah hari ini juga. Aku muak punya anak sepertimu!”
Anna mendengus.
‘Bagus kalau aku keluar dari rumah ini.’ Ujarnya dalam hati.
“Baiklah. Jangan pernah mencariku lagi. Aku sudah tak peduli akan surga neraka yang di katakan orang-orang. Jadi aku akan memutuskan hubungan keluarga ini seperti keinginan kalian.”
Anna segera masuk ke kamarnya lagi dan membereskan baju-bajunya ke koper. Dia tidak takut karena dia juga sudah mempunyai tempat tinggal. Meskipun itu sebuah kamar yang di sediakan dari tempat kerjanya.
15 menit akhirnya selesai. Dan Anna pergi tanpa mandi terlebih dahulu. Dia sudah tidak peduli, sebab pikirnya setiba disana, dia bisa membersihkan tubuhnya dan mengobati lukanya.
Di lihatnya sang ibu sedang memainkan ponselnya. Dan ayahnya yang menonton TV.
Anna melangkah tanpa melihat kedua orangtuanya. Hubungannya dengan mereka akan berakhir. Setiba di batas pintu, Anna membalikkan tubuhnya.
“Aku harap, kita tidak akan pernah bertemu lagi. Dan ayah, apa kau tau?”
Sang ayah menatap tajam Anna yang sedang tersenyum mengerikan.
“Apa? Kau mau apa?”
“Anda masih berani berkata kasar padaku setelah anda melecehkanku?”
Sang ayah tampak canggung dalam duduknya. Sesekali ia melirik istrinya.
“Dan ibu..” Sang ibu membalas tatapan Anna dengan ekpresi datar.
“Apa suamimu tahu bahwa selama ini kau menjual tubuhmu untuk para lelaki di luar sana?” Anna tersenyum lebar mengintimidasi.
“Selamat bertengkar. Kalau kalian mau cerai juga silahkan. Sudah tidak ada urusannya lagi sama saya. Kalau begitu, saya pergi dulu. Dan jangan pernah mencari saya.” Ucap Anna setelah melihat kedua orangtuanya menahan amarah begitu dalam atas terbongkarnya rahasia mereka.
Dan Anna pun segera menuju salah satu tempat kerjanya. Sebuah Panti Asuhan Kasih.
...****************...
“ Bos besar datang. Berikan hormat kalian.” Ucap salah satu pengawal.
Seorang lelaki berjalan dengan gagah menggunakan jas hitamnya yang pas di tubuh atletisnya. Rahangnya yang tajam dan namun memiliki sorot mata yang meneduhkan.
Tapi siapa sangka, bahwa lelaki itu adalah pebisnis berdarah dingin yang terkenal di seluruh penjuru dunia, Damian Xavier. Dia tidak akan segan-segan terhadap orang-orang yang mengusik kehidupannya apalagi kekayaannya.
“Berikan Laporannya.” Ucapnya singkat dan tegas
“Baik, Tuan.”
Sekretarisnya mengikuti langkah Damian yang terkesan terburu-buru. Dia tahu akan menjadi seperti apa ketika bosnya itu marah.
Jeff, sekretarisnya membukakan pintu utama ruangan khusus Damian.
“Jadi..” Ucap Damian ketika ia berhasil mendaratkan tubuhnya di kursi singgasananya.
“Ada seseorang merusak fasilitas club bahkan mencuri beberapa barang berharga. Dia juga telah membuat reputasi kita buruk dengan membuat berita-berita palsu tentang Tuan.”
Damian mengerutkan alisnya.
‘Siapa yang berani merusak salah satu clubnya.’ Pikirnya
“Berita apa yang dia sebarkan?”
Jeff ragu-ragu menjawab pertanyaan Damian.
“Kenapa kau lama sekali hanya untuk menjawabnya?”
Tiba-tiba saja Jeff bergidik melihat sorot mata Damian yang berubah mengerikan.
‘Akan lebih mengerikan ketika aku mengatakannya’ ucapnya dalam hati penuh dengan ketakutan.
Dengan melawan ketakutannya, Jeff pun menjawab hampir terbata-bata.
“Tu-tuan di kabarkan sebagai penyuka sesama jenis.”
Jeff menunduk takut ketika ia selesai berbicara. Takut menatap Damian.
Prraanggg
Dan benar saja dugaan Jeff. Damian mengamuk. Dilihatnya gelas yang biasa di persiapkan untuk Damian sudah hancur pecah di lantai.
“Sial.. siapa yang menyebarkan berita seperti itu, hah?”
Damian berjalan mendekati Jeff hingga membuat tubuhnya semakin bergetar hebat.
“Uhuuk.. Tuan.” Cengkraman tiba-tiba Damian di kerah baju Jeff membuat ia batuk dan sulit bernapas.
Damian menatap tajam pada Jeff.
“Apa kau yang membocorkannya?”
“Tidak, Tuan. Bukan saya.” Damian melepas kasar cengkramannya pada Jeff. Sehingga membuat pria itu sedikit terhempas ke belakang.
“Cari tahu siapa yang membocorkan hal itu dan wanita itu. Jika kau tidak bisa menemukannya, kau yang akan ku bunuh. Mengerti?”
“Ba-baik, Tuan.” Jeff mundur berlahan dan segera melaksanakan perintah Bosnya.
Damian berjalan angkuh ke arah jendela besar yang berhadapan langsung dengan suasana kota XX. Tangannya mengepal kuat menahan gejolak amarahnya yang kapan saja bisa meledak.
“Bisa-bisanya ada manusia menjijikan yang menyebarkan hal sensitif seperti itu di negara ini. Akan ku buat mereka berlutut di bawah kakiku sampai 7 turunan mereka.”
.
.
Sebelumnya udah pernah aku up terus aku hapus lagi karena masalah pribadi(stuck ga tau mau tulis apa lagi). Ini coba aku tulis ulang, semoga bisa sampai tamat, aamiin😭🙏🏻
Anna menggerakkan tubuhnya ketika telinganya menangkap suara Alarm alami dari alam.
Burung-burung berkicauan itu membangunkannya dari tidur yang sudah lama dia tidak rasakan. Terasa nyaman dan aman.
Anna segera membersihkan tempat tidurnya lalu keluar untuk membantu para ibu asuh lainnya.
Sudah menjadi kebiasaan Anna setiap pagi memasakkan untuk anak-anak dan mengajarkan pelajaran pada mereka.
Selain di Panti, Anna bekerja sebagai penjaga toko pakaian.
Karena ia tak menerima bayaran apapun di Panti jadi mengharuskan Anna untuk mencari pekerjaan lain yang bersedia membayarnya.
Sudah di izinkan tinggal di Panti saja sudah sangat beruntung. Sebab, jika ia harus mencari kos ia benar-benar akan kekurangan uang.
“ Oh, Anna kamu sudah bangun. Itu anak-anak pada cariin kamu tuh..” Ucap Sesil Ibu asuh utama panti.
Anna tersenyum manis.
“Iya, kak.”
Sesil tertegun melihat senyum tulus Anna. Entah kapan terakhir gadis itu tersenyum tulus.
“Hari ini kamu lagi senang ya?” Tanya Sesil lembut sambil menghampiri Anna.
“Hm.. Anna merasa beban Anna sedikit terangkat. Meskipun Anna masih terpikirkan perihal dosa Anna.” Ujarnya sambil sedikit tertawa.
Satu sisi ia merasa tenang sudah tidak perlu lagi mendengar ucapan menyakitkan di rumahnya itu lagi. Namun sisi lain, ia juga memikirkan dosa jika bersikap kurang ajar. Bohong jika ia tak memikirkan walau sedikit saja.
Tapi, yang ia tahu, sebelum ada anak yang durhaka, ada juga orangtua yang durhaka.
“Tidak apa-apa. Sesekali boleh kok kalau kamu memikirkan dirimu sendiri. Jangan terlalu terpaku pada mereka yang tidak tahu caranya menghargai.”
“Iya, Kak. Kalau gitu, Anna main sama anak-anak dulu ya kak.” Sesil hanya membalas dengan senyuman dan mengangguk.
Anna sedikit berlari menghampiri anak-anak yang sudah berada di halaman yang bisa di bilang cukup luas sambil melambaikan tangannya.
Dia bercengkrama dengan sangat ramah. Tertawa dan bermain bersama.
Sesekali ia melamun, betapa menyedihkannya nasib mereka. Meskipun bernasib sama dengan dirinya, tapi setidaknya dia sudah besar.
Sudah 21 tahun. Berbeda dengan mereka yang ada di panti. Dengan usia mereka yang rata-rata 2-10 tahun. Bahkan ada yang benar-benar seperti bayi yang baru saja lahir.
Mengapa mereka para orangtua melahirkan mereka jika mereka saja tak menginginkan keberadaan anaknya sendiri.
Hal itu yang terus terlintas di pikiran Anna setiap kali dia bermain dengan anak-anak.
Lama bergelut dengan pikiranya sendiri akhirnya Anna tersadar ketika matanya melihat ada sebuah mobil hitam dari luar pagar.
Anna terus menatap mobil itu sampai mobil itu pergi menjauh tanpa ada satu orang pun yang turun dari mobil itu.
Anna mengangkat kedua bahunya tak peduli. Bisa saja hanya melihat-lihat. Pikir Anna.
...****************...
Jeff memarkirkan mobilnya dan memasuki area mansion milik Damian.
Beberapa pelayan memberikan hormat pada Jeff seperti biasa ketika ia ke rumah Damian. Sampai di ruang kerja Damian, Jeff mengetuk pelan pintu hingga terdengar suara sahutan dari dalam.
Perlahan Jeff memutar knop pintu dan masuk sambil menunduk.
“Tuan.. “ Panggilnya pelan.
Damian yang tengah berdiri di balkon pun menghampiri Jeff. Pria itu bertelanjang dada sehingga menampakkan tubuhnya yang sempurna serta beberapa tato di sekitar dadanya.
“Informasi apa yang kau dapat?” Tanyanya dengan cepat.
“Anu.. Saya kehilangan wanita itu. Kabar yang kami dapat, ia melarikan diri di bagian barat. Dan saya mendapatkan bahwa wanita itu memiliki seorang anak perempuan yang tinggal di Panti Asuhan Kasih.”
“Panti Asuhan Kasih?” Tanya Damian bingung.
“Iya, Tuan. Panti itu adalah salah satu panti yang didanai oleh Tuan Dareen.”
“Benarkah? Apa mereka saling mengenal?”
“Tidak, Tuan.”
“Baiklah, ikutin terus gadis itu. Dan tetap cari tahu informasi wanita sialan yang sudah merusak citraku.”
“Baik, Tuan. Ini dokumen berisikan sedikit tentang gadis itu. Dan kami akan tetap mengikutinya.” Jeff pun pamit setelah memeberikan dokumen penting tentang gadis itu.
Jeff pun segera keluar dari ruang kerja Damian dan melanjutkan pekerjaannya lagi. Damian membuka perlahan dokumen itu dan membacanya satu persatu.
Sesekali ia mendengus dan tersenyum angkuh.
“Yang satu wanita sialan. Yang satu terlalu bodoh.” Damian meletakkan dokumen itu dalam laci kerja miliknya.
“Evanna kexia. 21 tahun. Bekerja di toko baju dan panti asuhan. Bermasalah dengan keluarga. Tulang punggung yang tak di hargai. Dan.. Gadis yang bodoh.” Ucapnya sambil berjalan pindah ke kamarnya dan menuju balkon serta sesekali menghisap rokoknya.
...****************...
Seorang berpakaian rapi keluar dari mobil mewahnya. Dengan santainya ia berjalan sambil memasuki Mansion mewah milik seseorang yang dia sayangi.
Bibirnya tak berhenti bersenandung menandakan bahwa ia sedang merasa senang. Kedua tangannya masuk ke dalam celana jeans hitamnya.
“Hai..” Sapa nya pada beberapa pelayan di rumah itu. Para pelayan pun membalas sapaan itu yang memang sudah kenal dengan sang tamu.
Seperti sudah biasa, orang itu langsung menuju suatu tempat yang sering dia kunjungi. Tanpa mengetuk pintunya, dia pun masuk dengan santai.
Terlihat seorang pria yang sangat menawan di matanya.
“Damian..” Ucapnya lembut.
Damian yang merasa di panggil pun menoleh ke sumber suara yang tenyata itu adalah sosok yang sangat di kenalnya.
“Sudah lama datang?” Tanya Damian tak kalah lembutnya.
Orang itu pun mendekat dan bergelayut manja pada lengan Damian.
“Belum kok..” Senyuman manis tak lupa ia ukirkan pada bibirnya.
Damian mengelus kepala orang itu dan mencium pipinya dengan mesra.
“Kamu sudah makan?” Tanya Damian pada orang itu.
Orang itu sedikit menjauh dan melepaskan tangan Damian yang berada di pinggangnya.
“Kenapa?” Tanya Damian heran.
“Kamu habis merokok ya?”
“Ah maaf, aku pusing dengan kerjaan. Hanya satu batang saja kok.” Jawab Damian takut kalau saja orang itu kembali merajuk kepadanya.
“Kan aku udah larang kamu buat merokok.”
“Iya, maaf ya. Nanti aku latih.”
“Dih.. kamu dari kemarin begitu terus jawabnya. Tapi tetap merokok tuh.”
“Tidak mudah untuk berhenti total, Chris..”
Orang itu diam saja tak bergeming ketika Damian membujuknya agar tidak marah.
“Christopher.. Sayang..” Panggil Damian lembut.
Ya, orang itu adalah seorang pria. Kekasih seorang Damian, pengusaha dengan kekayaan terbesar di dunia.
Kekasih yang hanya dia dan seketarisnya lah yang tahu.
Rahasia besar, seorang Damian.
.
.
.
Next 👉🏻👉🏻
Anna pamit pada pengurus panti untuk bekerja siang hari di toko. Seperti biasa Anna menggunakan sepedanya yang terlihat sangat biasa itu.
Mengayuhnya dengan santai. Hatinya sudah sedikit tenang setelah ia meninggalkan rumahnya. Seharusnya memang dari dulu ia kabur. Pikirnya.
Namun tanpa sadar keasikan melamun, Anna menabrak mobil sport milik seseorang yang menyebabkan sedikit penyok di bagian belakangnya.
Anna mendongak ke atas melihat rambu lalu lintas.
“Ah.. lampu merah ternyata. Bagaimana ini..”
Anna menghampiri pemilik mobil dengan perasaan takut. Berlahan ia mengetuk pelan kaca mobil itu.
Saat kaca mobil itu turun, Anna melihat sorot mata yang indah dari orang itu.
Anna terdiam layaknya tersihir oleh tatapan pria itu.
“Kenapa?” Tanya pria itu menyadarkan Anna.
“Maaf, saya tidak sengaja menabrak mobil bapak."
“Sudahlah, tidak apa-apa. Lain kali kamu harus hati-hati.”
Anna bingung harus bagaimana. Pria ini meloloskan seseorang yang sudah membuat mobilnya rusak?
“Tapi,. Bukankah saya harus tanggungjawab?”
Pria itu menaikan satu alisnya dan tersenyum.
“Baiklah.. berikan nomormu.”
“Hah?” Anna semakin bingung. Apa ia harus memberikan nomor HP nya kepada orang asing.
Pria itu tertawa.
“Bukannya kamu mau tanggungjawab? Kalau gitu berikan nomormu. Akan aku beritahu nanti berapa biaya perbaikannya. Bagaimana?”
“Ah.. benar juga.” Anna pun setuju dan memberikan nomornya pada pria itu.
Setelah pria itu pergi, Anna kembali berpikir keras.
‘Berapa biaya perbaikannya ya. Sepertinya aku harus mencari pekerjaan lagi.’ Ucapnya dalam hati.
Anna pun melanjutkan perjalanannya menuju Toko.
Sesampainya di toko Anna pun merapikan dan memajang beberapa pakaian yang best seller menurut tokonya.
Membersihkan lantai dan mengepelnya seperti biasa.
Meskipun gajinya tak terlalu besar, tapi cukup untuk menghidupi Anna dan keluarganya saat itu. Dan sekarang ia bisa menabung dengan sisa uangnya.
Jam sudah menunjukan pukul 5 sore. Hari ini banyak pengunjung datang untuk fitting baju pengantin.
“Apa aku bisa menikah nanti?” Ucapnya pada diri sendiri saat bercermin.
“Anna..” Panggil Rani salah satu rekannya menyadarkan Anna pada kenyataan.
“Iya, kenapa?”
“ Itu ada pengunjung yang meminta kamu untuk melayani dan memilihkannya baju.”
Anna mengerutkan alisnya.Tak yakin dengan apa yang di dengarnya.
“ Ha? Kenapa aku?”
“Entahlah, sudah sana pergi. Jangan mengecewakan toko.”
Anna pun segera mencari pengunjung yang di maksud dalam ruangan khusus jas pria.
Terlihat hanya ada satu pria tinggi membelakanginya.
‘Mungkin itu’ ucapnya dalam hati.
“Permisi, Pak. Ada yang bisa saya bantu?” Ucap Anna sopan.
Pria itu pun membalikkan tubuhnya dan menatap Anna yang sedang tersenyum ramah.
Anna merasa canggung ketika pria itu memperhatikannya dari atas hingga ke bawah.
“Maaf, pak..”
Pria itu pun tersenyum.
“Pilihkan saya pakaian yang cocok untuk menghadiri pesta resmi.”
“Baik, Pak. Silahkan tunggu sebentar. Akan saya bawakan beberapa yang paling bagus untuk anda pilih.”
Anna pun berjalan menjauh dan segera mencarikan beberapa setelan jas yang cocok untuk pengunjungnya.
Dia merasa risih terus di tatap intens oleh pria itu. Meskipun memiliki wajah yang sangat tampan, namun aura pria itu sangat menakutkan bagi Anna.
Akhirnya Anna menemukan 5 setelan yang menurutnya cocok untuk pria itu.
Anna menunduk setelah di lihatnya pria itu masih menatapnya serius.
‘Apa ada yang salah denganku?’ Pikirnya sambil melihat tubuhnya sendiri.
“Ini, Pak. Menurut saya akan sangat cocok jika anda yang pakai.”
Pria itu pun mengangguk setuju.
“Ternyata matamu bagus juga. Aku suka semua yang kamu bawakan. Tapi..”
Anna menatap pria itu yang menggantungkan ucapannya.
“Bagaimana kita bisa tahu jika tidak di cobakan?”
“Ah.. iya, Pak. Silahkan di coba.”
Pria itu bangkit dari duduknya dan mendekati Anna yang berdiri canggung.
Semakin mendekat hingga membuat Anna refleks mundur.
Pria itu tersenyum lebar melihat raut ketakutan Anna. Tapi tak membuatnya berhenti mendekati Anna. Sampai jarak mereka hanya beberapa centi saja.
“Aku mau kau yang pakaikan.” Ucap pria itu dengan nada datar.
“Ta-tapi, pak..”
“Tidak ada bantahan.”
Anna masih diam tak bergeming.
“Kalau kau tetap tidak mau, akan ku bongkar pada sekitarmu bahwa kau anak dari seorang pelacur.”
Napas Anna tercekat.
Dari mana pria ini tahu bahwa ibunya pelacur.
Dengan sisa keberaniannya Anna membantah ucapan pria ini.
“Mungkin anda salah orang. Saya tidak memiliki ibu.”
Pria itu tiba-tiba tertawa.
“Evanna Kexia. 21 tahun. Tidak pernah di anggap dan di buang oleh keluarganya sendiri. Kau kan orangnya?”
Anna melotot tak percaya. Bagaimana masalah keluarganya sampai di ketahui orang asing.
“Jadi, kau mau pakaikan aku, atau aku sebar hal-hal yang kau sembunyikan dari orang-orang?”
Ancam pria itu lagi.
Mau tidak mau Anna menuruti pria itu untuk membantunya melepaskan pakaiannya dan mencoba jasnya. Tangan Anna bergetar hebatnya karena berusaha menahan air matanya.
Satu persatu Anna membuka kancing kemeja yang di kenakan pria itu. Terlihat jelas bentuk dadanya yang bidang terukir sebuah tato berbentuk ular.
Tiba-tiba Anna menghentikan aktifitasnya setelah pria itu memegang tangan Anna.
Anna terkejut dan mencoba melepaskan genggaman pria itu dengan sekuat tenaga yang di milikinya. Namun tetap saja ia kalah.
Anna memberontak.
“Lepaskan saya.”
“Tidak akan.”
“Pak, saya mohon.”
Seketika Anna terdiam membatu. Tubuhnya tidak bisa ia gerakan. Dia merasakan bibirnya bersentuhan dengan benda yang terasa kenyal dan lembut. Anna membuka matanya dan melihat pria itu menciumnya.
Anna mendorong tubuh pria itu ketika ia sadar sepenuhnya.
Terlihat air matanya sudah membasahi pipinya. Matanya yang menyala tanda ia sedang marah.
“Aku, Damian Xavier. Kau harus ingat itu.”
Plaak..
Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Damian. Membuat ujung bibirnya berdarah terkena cincin yang di pakai Anna. Anna pun berlari keluar ruang ganti dengan tergesa.
“Sialan.. Beraninya dia menamparku.” Ucap Damian kesal..
.
.
.
Next 👉🏻
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!