“Dalam kelompok ini kami segera mengakhiri diskusi dalam waktu lima menit. Jika ada yang ingin dipertanyakan kami persilakan.” pungkas Vintaria yang memimpin kelompoknya.
Pagi ini di kelas XI MIPA 2 belajar diskusi tentang suatu materi, dan tepatnya kelompok Vintaria ditunjuk untuk menyampaikan tugas kelompoknya.
Dengan senyum anggun dan santai, seorang gadis berambut panjang bergelombang mengacungkan tangannya. Kelompok dua segera mengalihkan perhatiannya, satu orang gadis yang memakai kacamata mendirikan pena. Mengapit di antara jari telunjuk dan ibu jarinya, dia siap menulis pertanyaan perempuan itu. Alih-alih mata elang milik gadis cantik berhijab ini tampak tak lepas dari pandangan Shaila yang tersenyum miring, tidak terlalu jelas. Dia tersenyum samar. Akan tetapi Ryuna hanya memandangnya biasa, seperti sudah tahu apa isi otak perempuan itu. Sebuah dendam.
“Di dunia ini selalu dikategorikan dengan berbicara, tanpa bicara mereka tidak akan tahu apa maksud dari tindakannya.” Shaila sekali lagi memandang ke salah satu gadis, dia memang mendengarkannya, namun matanya melihat ke buku paket di hadapannya.
Shaila menyeringai. Lo pikir gue nggak tau? Lo itu terlalu malu ngomong di depan orang banyak. Jadi gue bakal bikin kamu ngomong dasar cewek gila! Shaila menghela napas pelan hingga tidak terdengar kasar.
“Kenapa introvert selalu dikatakan sebagai orang yang pasif? Jika itu benar, kenapa mereka tidak mau berubah untuk menjadi lebih baik. Seperti berubah menjadi orang ekstrover misalnya, biar mereka sama seperti orang lain. Apakah jaminan mereka di masa depan akan sukses? Sementara mereka terlalu malu untuk menunjukkan diri di depan umum. Sekian pertanyaan dari saya." ia setengah membungkuk pertanda pertanyaannya telah berakhir, lalu kembali duduk dengan santainya.
Vintaria merupakan salah satu anggota yang bertugas sebagai moderator mengemukakan pendapatnya sebisa mungkin, wanita berkacamata tadi membatalkan untuk menulis pertanyaan yang panjang itu, dia yakin Shaila tak akan mungkin mengulang kata yang panjang itu, lagi pula pertanyaan itu sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan materi yang dibahas. Namun walau bagaimanapun bentuknya pertanyaan tetaplah pertanyaan yang harus dijawab.
“Interupsi!” Shaila mengangkat tangannya menyela penjelasan yang tengah diungkapkan Vintaria, dia lantas terdiam.
“Saya ingin Ryuna Aryna yang menjawabnya.” pinta Shaila melirik Ryuna yang terlihat menegang. Dia sedari tadi hanya diam.
Oh, saudari yang baik. Gue udah duga ini bakal terjadi. Gerutu Ryuna dalam hati. Ia tahu ini akan terjadi, lagi pula ia sudah tahu apa yang diinginkan gadis itu. Membuatnya berbicara. Ryuna tersenyum samar dan misterius dengan sorot mata yang tajam. Untung ia orang yang luwes dalam pemikiran. Oke. Kalau ini yang dia mau, gue bakal ngelakuin akting yang menghayati sampai lo terdiam tak berkutik.
Teman-teman kelompok lain setengah berbisik membicarakannya. Mereka tahu Ryuna adalah gadis yang paling pendiam di kelas, mungkin saja dia yang paling pendiam di seantero SMA Klaria 1 ini. Bahkan di muka bumi. Di kelompok itu saja dia jarang sekali mengeluarkan suara. Sedari tadi dia hanya menuliskan apa pendapatnya dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kelompok-kelompok lain lalu memberikannya pada teman kelompoknya agar mereka yang menjawabnya dan bukan dirinya. Benar-benar terlihat seperti orang bahlul.
Vintaria yang satu kelompok dengannya menyuruh Ryuna untuk berdiri, “Lo bisa kan kasih jawabannya sendiri? Kalau dia nggak puas sama jawabannya, gue bakal bantu.”
Ryuna berdiri dari duduknya, menyusun kata dalam waktu singkat dengan disuruh orang rasanya sangat sulit diungkapkan, apalagi di depan umum. Detak jantungnya semakin bertambah kecepatan dua kali lipat. Telapak tangannya juga sudah panas dingin, bisa dirasakannya bulir keringat dingin sudah mengucur deras di dahinya.
Ryuna memang pintar berkata-kata tapi jika harus mengeluarkan pendapatnya pada banyak orang itu akan terlihat lebih sulit lagi. Ia hanya bisa berbicara pada satu orang atau dua orang saja, dan jika jadinya seperti ini akan bingung mau berbicara apa. Ryuna selalu melakukan jika dirinya memang terpaksa harus berbicara di depan umum ia akan berbicara seperlunya saja, tentu dengan suara kecil sehingga membuat mereka tak puas dengan apa yang disampaikannya, tapi jika ia sedang sendiri dan bebas, maka apa pun bisa ia ucapkan.
Glek!
Ryuna menelan salivanya ketika banyak pasang mata yang menatapnya, di ruangan ini terasa luas baginya, seluas lapangan sepak bola. Mereka terlalu banyak dan hening. Kegugupannya semakin bertambah. Mata mereka seolah-olah seperti mata seekor rubah, embusan untuk terakhir kalinya adalah untuk berbicara.
“Liat tuh, dia udah pucat.” Rana terkekeh kecil, dia berbisik dengan teman di sebelahnya yang hanya tersenyum penuh kemenangan, ingin sekali menertawakannya tapi ingat posisinya sekarang berada di dalam kelas.
Vintaria tidak sabar lagi ingin berlama-lama duduk di depan kelas segera mencolek lengan Ryuna, refleks ia menoleh karena terkejut.
“Bilang aja apa opini lo,” dukungnya. Sebenarnya di dalam hati Vintaria gemas melihat sikap Ryuna yang pasif. Tak bisakah dia berubah jadi aktif? Pasti banyak yang suka padanya, dia cantik dan juga berkarisma.
Ryuna merasa dirinya didukung, samar-samar bibirnya membentuk senyuman miring. Untuk kali ini ia tidak akan mau keluar kelas dengan hasil mengecewakan. Harus bisa! Semangatnya dalam hati.
"In... introvert... memang dianggap pasif di mata orang. Mereka cenderung suka menyendiri dan melamun.” di awal kata Ryuna merasa gugup, namun mencoba menyingkirkan semua itu. Ia mulai mengemukakan opininya sebisa mungkin, matanya terus menyoroti pupil mata Shaila. Tak lupa dia juga berkata secara eksplisit.
Sampai kapan pun Ryuna dan Shaila tidak akan pernah bisa berdamai, sampai kapan pun. Dia musuh bebuyutan yang harus dihindari, bukan diperangi. Meski Shaila selalu memulainya, maka Ryuna dengan senang hati selalu memberi pelajaran yang mengerikan untuk Shaila.
Pernah sekali diam-diam Shaila mengerjainya dengan memberi kuah baksonya dengan saus bermacam-macam level agar dirinya merasakan perut dan buang angin terus-menerus. Saat itu masih dipesan di salah satu kantin.
Tapi dengan cermatnya Ryuna lantas mengetahui hal itu dan keesokan harinya diam-diam ia juga membalas Shaila dengan memberi makanannya lipan, ulat bulu serta anak kalajengking yang masih hidup di dalam jus mangganya.
“Terkadang manusia bisa berubah sewaktu-waktu, namun tak semua orang bisa berubah seperti orang-orang diharapkan. Si introvert memiliki cara tersendiri untuk melakukan bagaimana cara dia menjadi orang yang aktif dan tidak perlu berubah menjadi orang ekstrover. Karena mereka hanya ingin hidup pada sifat mereka masing-masing, apa yang membuatnya merasa nyaman. Jika mereka terpaksa hidup seperti yang dikatakan orang-orang, itu sama saja sedang memakai topeng.” Ryuna menjeda dengan situasi yang masih hening, pasang mata masih meliriknya dengan bermacam-macam ekspresi.
“Dengan adanya sifat introvert tanpa banyak orang ketahui, mereka memiliki wawasan yang luas, suka berpikir dan suka sekali berimajinasi. Mereka akan menuangkan semua itu melalui tulisan, gambar atau mungkin pada sebuah kata-kata yang mereka jadikan sebuah kata-kata motivasi, dan mungkin saja mereka bisa memotivasi orang-orang lain dengan caranya sendiri. Jaminan mereka di masa depan tergantung pada apa mereka lakukan, dan tidak ada sangkut pautnya dengan sikap mereka yang introvert.”
Suasana mendadak merinding jika Ryuna berbicara lebih dari 20 kata. Sangat mustahil, Viona sahabatnya saja sampai bingung. Kebetulan sekali dia mau berkata banyak.
“Banyak para ahli yang bersikap introvert, mereka tidak menjadikan sikapnya itu menjadi penghalang untuk mencapai kesuksesan. Ambil saja dari salah satu seorang penulis terkenal dengan judul buku Harry Potter. Novel yang terkenal sampai ke negeri kita ini, nama penulis itu dikenal dengan nama J.K Rowling yang lebih lengkapnya dengan nama Joanne Kathleen Rowling. Jadi, tidak ada penghalangnya untuk menjadi sukses.” terang Ryuna dengan santai, dia menerangkan semua opininya seperti guru.
Seutas senyum kecil terukir saat Ryuna tertarik mengamati ekspresi tercengang Shaila, dia terlihat kesal dengan jawaban panjangnya, jelas dan tentunya memuaskan.
Ryuna kembali duduk seraya menutup bukunya, diskusi telah selesai dan saatnya bubar. Menarik. Jam istirahat berbunyi setelah ucapannya berakhir. Rencana lo kali ini gagal Shaila, gue bakal tunggu aksi lo yang lainnya. Ryuna tersenyum licik di dalam hati.
“Baik, penjelasan dari Ryuna tadi apakah Shaila bisa menerimanya?” Vintaria kembali meminta pendapat dari seseorang yang sudah bertanya.
“Saya menerimanya. Jawaban yang memuaskan, terima kasih.” tutur Shaila memaksakan diri untuk tersenyum. Di sisi lain ia sangat kesal dan ingin bertanya terus-menerus hingga gadis itu kesusahan untuk menjawabnya, tapi waktu tidak mengizinkannya.
Bukan hanya Vintaria dan Shaila yang tertegun dengan jawaban diungkapkan oleh seorang Ryuna. Tetapi juga pada teman-teman lain dan juga Bu Sarmi yang mengajar, ternyata dari sisi lain Ryuna pandai mengeluarkan kata-kata panjang yang mampu membuat semuanya terbungkam.
Meski sempat bengang, Viona sebagai sahabat akhirnya dapat tersenyum bangga. Sahabat gue memang luar biasa pintarnya. Dia terkekeh-kekeh kecil ketika semua orang di ruangan ini masih bergeming tak percaya.
Dengan tertibnya mereka keluar dari kelas menuju kantin untuk menambah energi kesigapan menghadapi pelajaran selanjutnya, kefokusan diri untuk belajar harus memiliki daya tahan tubuh serta ingatan yang bagus agar bisa menangkap pelajaran dengan baik.
“Maskasih Bu.” Ryuna tersenyum samar pada ibu kantin yang membuatkannya segelas jus alpukat segar.
Kedua tangannya kini telah berisi, satu tangannya membawa minuman dan tangan yang satunya lagi membawa piring berukuran sedang yang berisi makanan kesukaannya. Tak hanya Ryuna, ekornya selalu ada di sebelahnya. Dia juga membawa makanan.
Dua gadis itu berjalan beriringan mencari bangku kosong untuk mereka tempati, memilih meja yang berdekatan dengan dinding. Dua orang ini selalu suka di tempat yang berdekatan dengan dinding. Itu karena Ryuna tidak suka di tengah-tengah ruangan, rasanya seperti menjadi pusat perhatian saja dan ia risi dengan hal itu.
“Ryuna, kapan-kapan ajari gue dong. Gimana caranya bikin orang jadi bungkam dengan lisan.” Viona kemudian terkekeh pelan, Ryuna hanya menanggapinya dengan tersenyum miring.
Shaila, Rana dan Metha yang duduk mengelilingi meja di tengah kantin, hanya terdiam mendengar perkataan Viona. Mereka duduk membelakangi dua gadis itu. Metha sejemang menoleh ke belakang, menatap sekilas dua teman yang sedang asyik menyantap makanan di hadapannya. “Sama sekali nggak nyangka, Ryuna bisa ngomong panjang seperti tadi.”
“Keren sih, diam-diam dia pintar juga.” sanjung Rana dengan raut muka yang tak ikhlas mengucapkannya.
"Jangan memuji dia," gerutunya. Shaila benar-benar kesal dengan kejadian di kelas tadi. Bukannya membuat Ryuna malu tapi malah sebaliknya. “Paling cuma sekali itu aja, nggak dengan di hari lain kan?” Shaila akhirnya bisa tersenyum angkuh. Menatap kimcinya yang tertinggal setengah.
Rana dan Metha hanya tersenyum kaku, berusaha untuk membuat Shaila tenang. Jika tidak dia bisa melakukan apa pun di kantin untuk membalaskan dendam pada Ryuna. Setelah kejadian yang tak terduga tadi dia malah memesan kimci sebagai lunch-nya, tentu saja rasanya pedas dan panas. Sepanas hatinya.
“La, nggak kayak biasanya lo memesan kimci, apa itu nggak terlalu pedas?” tanya Rana hati-hati. Dia menatap mangkuk Shaila yang sudah berwarna merah tua pekat karena kebanyakan saus.
Shaila menghela napas sembari memasang wajah kesalnya, setelah cukup menekuri makanannya yang aneh itu ia mengambil air mineral lalu menuangkannya ke dalam mangkuk hingga melebur menjadi satu dengan kimcinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
Ftl03
Bom Like dari LITTLE RAINBOW 😆😆 semangat Thor.. jangan lupa mampir...
2020-12-17
0
Biruuuu
hadir lagi
2020-11-21
1
V
semangat semangat kk ❤️❤️
2020-11-12
1