"Bagaimana, keadaan Zha, Tante?" tanya Dafa pada ibunya Zhafira yang sedang duduk di samping anaknya itu.
"Tidak ada luka yang serius, tapi kata dokter, mungkin saja penglihatan Zhafira akan sedikit terganggu karena ada beberapa pecahan kaca yang masuk ke dalam matanya. Karena itu, dokter belum bisa memastikan apakah itu akan mengganggu penglihatannya atau tidak, karena kita harus menunggu hingga Zha kembali sadar."
Mendengar penjelasan wanita itu membuat Dafa semakin khawatir. Dia tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada sahabatnya itu.
"Dafa, tolong kamu temani Zha sebentar. Tante mau ke bawah dulu," ucap wanita itu yang kemudian keluar dari kamar.
"Iya, Tante. Aku akan di sini menemani Zha."
Dafa menatap wajah sahabatnya itu. Rasa sedih perlahan menyelimuti wajahnya. Dengan lembut, dia menggenggam tangan gadis itu. "Zha, sadarlah. Aku ingin melihat senyummu lagi. Aku tidak akan melerai kalau kamu bertengkar lagi. Karena itu, aku mohon, sadarlah," ucap Dafa pelan.
Zhafira yang tengah terbaring tidak merespon. Tubuhnya diam tak bergerak. Rasa bersalah perlahan menghantui hati pemuda itu. Andai saja waktu itu dia memaksa untuk mengantar Zhafira untuk pulang, mungkin saja sahabatnya itu tidak akan mengalami kecelakaan.
"Maafkan aku Zha, karena tidak mampu menjagamu. Maafkan aku."
Dafa tertunduk dengan tangis yang tak bisa dia tahan. Tangannya seakan enggan untuk dia lepaskan. Hingga dia terperanjat kaget ketika tangan Zhafira tiba-tiba bergerak dan menggenggam pelan tangannya.
"Zha, apa kamu sudah sadar?" tanya Dafa sambil menggenggam tangannya.
Zhafira perlahan mulai membuka matanya. "Dafa, itu kamu? Kamu di mana? Kenapa tempat ini sangat gelap? Dafa, cepat nyalakan lampunya, aku takut kegelapan," ucap Zhafira yang terlihat panik.
Melihat Zhafira seperti itu membuat Dafa terperanjat kaget. Apa maksudnya dengan gelap? Padahal di kamar itu sangat terang. Melihat kepanikan Zhafira, Dafa hanya bisa memeluknya dan mencoba untuk menenangkannya.
"Zha, jangan panik. Kamu tidak apa-apa, itu hanya pengaruh sementara. Kata dokter, kamu akan segera sembuh," ucap Dafa berusaha menenangkannya.
"Ada apa dengan mataku? Kenapa aku tidak bisa melihat? Kenapa semua terasa gelap?" Zhafira berteriak histeris hingga membuat Dafa menitikkan air mata.
Tiba-tiba saja, Zhafira merintih kesakitan dan memegang kedua matanya. Melihat Zhafira kesakitan, membuat Dafa segera berlari keluar dari kamar untuk memanggil dokter. Di depan pintu kamar, Dafa bertemu dengan ibunya Zhafira.
"Ada apa ini? Kenapa Zhafira kesakitan seperti itu?" tanya wanita itu panik sambil berlari ke tempat tidur anaknya.
"Tante temani Zha dulu, aku akan memanggil dokter jaga," ucap Dafa yang kemudian berlari menyusuri koridor.
"Zha, ada apa, Nak?" ucap ibunya sambil berusaha menenangkannya.
"Mataku, Ma. Mataku sangat perih dan aku tidak bisa melihat apapun, semuanya gelap, Ma," rintih Zhafira kesakitan.
Mendengar penuturan anaknya membuat wanita itu tidak bisa menahan air matanya. Apalagi, ketika dia melihat air mata yang keluar dari mata anaknya itu berwarna merah karena telah bercampur dengan darah hingga membuat dia semakin khawatir.
"Jangan khawatir, Nak. Kamu akan baik-baik saja. Mama tidak akan membiarkanmu menderita seperti ini," ucap ibunya yang berusaha membuatnya tenang.
Rasa panik karena pandangannya yang tiba-tiba gelap membuat Zhafira berteriak histeris. Dia kaget dengan perubahan matanya yang tiba-tiba gelap dan tidak bisa melihat apapun. Suara sang ibu dan sahabatnya yang mencoba untuk menenangkannya membuat dirinya semakin putus asa. Entah, setan apa yang sudah merasukinya hingga dia terus berontak dan menangis histeris. Seakan dia tidak bisa menerima kenyataan kalau kini, matanya telah buta.
Karena Zhafira masih berteriak dan berontak, akhirnya dokter memutuskan untuk menyuntikkan obat penenang padanya. Seketika, tubuhnya melunglai. Teriakan histeris dan putus asa perlahan mereda hingga dia benar-benar terdiam dan terbaring tanpa suara.
"Kenapa dengan mata anak saya, dok? Kenapa matanya tidak dapat melihat dan tadi aku melihat air matanya berwarna merah. Apa yang terjadi padanya, dok?" tanya wanita itu sambil menangis.
"Sepertinya, kita harus melakukan operasi pada matanya. Kornea mata anak Ibu telah rusak karena pecahan kaca yang masuk ke dalam matanya dan merobek kornea matanya. Untuk sementara, kami akan memberikan obat pereda nyeri untuknya, tapi jangan khawatir, kami akan mencari donor mata untuk anak Ibu. Jadi, kami mohon agar Ibu bisa bersabar hingga kami temukan donor yang cocok buat anak Ibu," jelas Dokter yang membuat wanita itu terduduk lemas.
Entah apa yang akan dia katakan pada Zhafira nanti. Dia takut, anaknya itu tidak bisa mampu untuk menerima kenyataan kalau sekarang matanya telah buta.
"Bagaimana dengan keadaan Zha, Tante?"
"Dia akan baik-baik saja. Sebaiknya kamu pulang, ini sudah malam nanti orang tuamu khawatir."
"Tidak masalah, Tante. Aku sudah menelepon mama tadi."
"Kamu istirahat saja, Nak. Pulanglah, karena besok kamu harus sekolah. Setelah pulang sekolah, kamu boleh datang menjenguk Zha lagi."
Dafa yang masih ingin menemani sahabatnya itu tidak bisa berbuat apa-apa. Walau berat untuk meninggalkan Zhafira, tapi dia harus pulang. Dengan berat hati, pemuda itu kemudian pamit undur diri. Sejenak, dia menatap kembali wajah sahabatnya itu dan kemudian pergi dengan rasa bersalah.
Dafa Wahyudi, sosok pria tampan dengan segudang prestasi. Dia adalah salah satu murid yang cukup terkenal di sekolahnya. Bukan hanya pintar, tapi dia juga berprestasi di bidang olah raga terutama basket.
"Dafa, bagaimana keadaan Zha? Dia baik-baik saja, kan? Maaf, kemarin kami tidak sempat datang menjenguknya," ucap Kheyla saat mereka bertemu di sekolah.
"Zhafira baik-baik saja. Sebentar pulang sekolah, aku akan menjenguknya. Apa kalian mau pergi menjenguknya bersamaku?"
Kedua sahabatnya itu mengangguk. Saat pulang sekolah, mereka bertiga kemudian pergi ke rumah sakit menjenguk sahabat mereka itu.
"Maaf, Nak. Untuk saat ini, Zhafira tidak ingin bertemu siapa-siapa," ucap ibunya saat mereka bertiga sudah berdiri di depan pintu kamarnya.
"Tante tahu kalian ingin menemuinya, tapi saat ini dia ingin sendiri. Dia tidak ingin diganggu," lanjutnya.
"Apa, keadaan Zhafira baik-baik saja, Tante?" tanya Refa.
Wanita itu terdiam. Perlahan, dia menghapus air matanya. "Mata Zhafira telah buta. Dia tidak bisa melihat lagi karena kornea matanya telah robek. Karena itu, Tante mohon pengertian kalian. Tante tahu kalian khawatir, tapi Tante mohon biarkan dia sendiri dulu karena ini adalah pukulan terberat baginya. Andai dia sudah mampu menerima kenyataan, dia pasti akan menemui kalian lagi," jelas wanita itu sambil menangis.
Mendengar penjelasan wanita itu, mereka bertiga hanya terdiam dan tanpa sadar, air mata mereka jatuh. Mereka paham dengan kondisi sahabatnya itu. Walau mereka sangat ingin bertemu dengannya, tapi mereka juga harus menghargai permintaannya.
"Untuk sementara, Zhafira akan menjalani perawatan di rumah sakit ini hingga ada pendonor. Jadi, kalian tidak perlu khawatir. Kalau ada pendonor yang cocok, maka Zha bisa melihat lagi," jelas wanita itu.
"Baiklah, Tante, Kami mengerti. Tolong sampaikan salam kami untuk Zha dan kami mohon pamit."
"Akan Tante sampaikan. Terima kasih karena kalian sudah datang menjenguk Zha."
Dari dalam kamar, Zhafira bisa mendengar suara ketiga sahabatnya itu. Dia ingin bertemu dengan mereka, tapi dia merasa malu dengan kondisinya sekarang yang baginya terlihat sangat menyedihkan.
Sudah hampir empat hari Zhafira dirawat di rumah sakit. Dan selama itu, ayahnya tidak sekalipun datang menjenguknya. Sejak perceraian orang tuanya dua tahun lalu, ayahnya memilih untuk tinggal di tempat lain. Sedangkan sang bunda, terpaksa harus bekerja kantoran hingga membuat waktunya semakin tersita. Kebersamaannya bersama sang bunda semakin jarang, hingga membuat Zhafira lebih memilih menghabiskan waktu di luar rumah bersama sahabat-sahabatnya. Bahkan, sikap Zhafira di sekolah mulai berubah menjadi anak yang arogan. Dia tidak segan-segan menyakiti siswa yang tidak mengikuti kemauannya. Di sekolah, dia dijuluki gadis pembunuh karena sikapnya yang semena-mena pada orang lain.
Sikapnya yang sering berlebihan itu, kadang membuat teman-teman sekolahnya membencinya. Namanya sudah terkenal dengan segala macam julukan buruk yang disematkan padanya. Sifatnya yang dulu periang dan baik, mulai berubah ketika kedua orang tuanya memilih untuk bercerai. Dan sikapnya itu semakin memburuk saat dia tahu, kalau penyebab kehancuran keluarganya karena seorang wanita penggoda yang tidak lain adalah kakak kelasnya sendiri.
"Ada apa kamu datang kemari? Apa kamu masih punya hati untuk melihat anak kamu itu?" tanya ibunya pada seorang lelaki yang memaksa untuk masuk ke kamar inap Zhafira.
"Kenapa kamu melarangku? Zhafira adalah anakku dan aku punya hak untuk bertemu dengannya," jawab pria itu yang tidak lain adalah Fauzi, ayah Zhafira.
"Apa kamu masih punya muka setelah melakukan semua ini pada kami? Lebih baik kamu pergi sebelum Zhafira mendengarmu."
"Aku tidak akan pergi sebelum bertemu dengannya. Apa aku tidak boleh bertemu dengan anakku sendiri?"
"Aku tidak ingin bertemu dengan Papa, aku benci sama Papa." Tiba-tiba saja Zhafira berteriak meminta ayahnya untuk pergi.
Sang ayah yang tidak menyangka anaknya menolak untuk bertemu dengannya hanya bisa terdiam. Dia tidak menyangka, anaknya itu belum bisa memaafkannya. Sudah dua tahun sejak kejadian itu, tapi Zhafira masih belum ingin bertemu bahkan memaafkannya.
"Zhafira, Papa minta maaf, Nak. Papa hanya ingin melihatmu," ucap ayahnya yang terlihat sedih.
"Aku tidak ingin bertemu dengan Papa. Lagipula itu semua percuma, karena aku tidak bisa lagi melihat Papa dan aku bersyukur karena Tuhan telah mengambil penglihatanku ini," ucapnya sambil menangis hingga membuat ayahnya menjadi bingung.
"Maksud Zhafira apa? Kenapa dia berbicara seperti itu?" tanya Fauzi pada mantan istrinya itu.
"Riska, aku tanya sama kamu, maksud Zhafira itu apa?" tanya Fauzi yang akhirnya membuat wanita itu menjelaskan perihal keadaan anak mereka.
Setelah mendengar penjelasan mantan istrinya, Fauzy yang awalnya bersikeras untuk bertemu dengan Zhafira, terpaksa memilih untuk mengurungkan niatnya. Untuk saat ini, kondisi Zhafira masih labil karena terpukul. Dengan berat hati, Fauzy hanya bisa memandangi buah hatinya dari balik pintu.
Sejak saat itu, sikap Zhafira mulai berubah. Dia terlihat murung. Dia tidak ingin bertemu dengan siapapun termasuk teman-temannya yang hampir tiap hari datang mengunjunginya. Begitupun dengan sang ayah yang masih belum ingin ditemuinya.
Waktu terus berjalan dan belum ada kabar tentang pendonor mata untuknya. Hampir tiga minggu dia terbaring di rumah sakit tanpa kepastian. Pekerjaan sang ibu yang mulai terbengkalai memaksa sang ibu harus meninggalkannya.
"Zha, maafkan Mama. Mama akan ke kantor sebentar. Mama akan membawa berkas-berkas kerjaan Mama ke sini biar Mama bisa kerja sambil menemani kamu."
"Tidak usah, Ma. Mama ke kantor saja. Aku akan baik-baik saja, kok. Lagi pula, ada alat bantu ini yang bisa aku gunakan untuk memanggil perawat kalau aku butuh sesuatu," ucapnya dengan tersenyum sambil menggenggam sebuah alat seperti sebuah tombol.
Riska tersenyum. Setidaknya, saat ini Zhafira sudah terbiasa dengan kondisinya. Walau terasa berat untuk meninggalkan anaknya itu, tapi Riska tetap memutuskan untuk pergi ke kantornya.
Setelah kepergian sang bunda, Zhafira hanya bisa duduk terdiam. Luka-luka di wajahnya pun sudah mulai sembuh tanpa meninggalkan bekas. Sahabat-sahabatnya pun belum datang menjenguknya, karena dia belum ingin bertemu dengan mereka. Entah kenapa saat itu dia merasa sangat kesepian. Dia merasa sendirian. Zhafira, gadis penindas dan dianggap arogan di mata teman-temannya itu ternyata tak lebih dari seorang gadis lemah yang butuh perhatian.
"Boleh aku masuk?" Tiba-tiba saja dia di kejutkan dengan suara seorang gadis yang berdiri di depan pintu kamarnya.
"Siapa kamu? Jangan masuk, aku tidak ingin bertemu dengan siapapun," elak Zhafira sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya, seakan dia malu bertemu dengan orang lain karena kondisinya yang baginya terlihat buruk.
"Aku pasien di kamar sebelah. Aku bosan karena tidak ada teman bicara, makanya aku memutuskan untuk datang ke sini. Siapa tahu saja kita bisa berteman, tapi kalau kamu tidak mau, ya sudah, aku tidak akan memaksa," ucap gadis itu sambil kembali menutup pintu kamar.
"Apa kamu tidak keberatan bicara denganku?" Tiba-tiba saja Zhafira berkata seperti itu dan membuat gadis itu membuka kembali pintu kamar dan masuk menemuinya.
"Aku tidak keberatan, kok," ucap gadis itu yang kemudian duduk di samping Zhafira.
"Kenapa kamu menutupi wajahmu itu? Apa kamu merasa malu dengan kondisimu sekarang? Jangan khawatir, dulu aku juga seperti itu, tapi kini sudah tidak lagi. Aku dulu merasa malu karena wajahku terlihat pucat atau bahkan terlihat mengerikan di depan orang, tapi itulah kenyataannya," ucap gadis itu sedikit tertawa.
Perlahan, Zhafira menurunkan kedua tangannya dari wajahnya.
"Kenapa kamu harus menutupi wajahmu yang cantik itu? Ah, aku jadi iri karena kamu ternyata memiliki wajah yang sangat cantik," ucap gadis itu memuji.
"Kamu juga pasti sangat cantik. Dari suaramu saja, aku tahu kamu pasti gadis yang manis."
"Aku senang dengan pujianmu itu. Ini adalah pertama kalinya orang mengatakan aku cantik sejak aku sakit," ucapnya sambil tertawa pelan.
Mendengar suara tawa gadis itu membuat Zhafira tersenyum. Entah mengapa, dia seakan mendapatkan seorang teman yang senasib dengannya.
"Itu karena aku tidak bisa melihat wajahmu. Kalau saja mataku tidak buta, mungkin saja aku akan mengatakanmu jelek."
Perkataan Zhafira kembali membuat gadis itu tertawa. "Kalaupun dihina, itu tidak masalah bagiku. Aku sudah biasa dihina bahkan diremehkan, itu bukan masalah yang besar buatku."
Sejak saat itu, mereka mulai dekat. Zhafira merasa nyaman saat bersama gadis itu. Dan mereka akhirnya mulai bersahabat dan persahabatan mereka akan membuat mereka terikat dan mengubah hidup Zhafira.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Zuai Azmi
aluur cerita yg keren .. q suka ( semoga ceritanya menghibur sampai tamat 👍 )
2022-02-06
0
Yayu Tinah
persahabatan bagai kepompong.... ada hikmah di balik semua peristiwa
2020-10-09
3
nay
lanjuuuut...
2020-05-25
1