Sejak penampilannya di istana waktu itu, Mei Yin mulai di kenal orang dengan ciri khasnya yang selalu mengenakan penutup wajah. Sejak saat itu, Mei Yin sering mendapatkan tamu khusus dari kalangan bangsawan dan juga dari pejabat istana.
"Jiya, sepertinya Mei Yin sudah sering diminta untuk menemani tamu-tamu itu, tapi biarkan dia menari atau bersyair untuk mereka. Khusus untuk Mei Yin, jangan biarkan dia melayani mereka dengan tubuhnya," pinta Hua Feng pada wanita gempal itu.
"Aku tahu. Untuk saat ini, aku akan biarkan dia menjamu tamu dengan tarian dan syairnya saja, tapi kalau ada tamu yang meminta lebih, aku harus bagaimana?"
"Biarkan aku yang akan melayani mereka, tapi aku mohon, biarkan dia menari dan bersyair saja," ucap Hua Feng memohon.
Rupanya, Hua Feng mulai menyayangi gadis itu. Dia ingin gadis itu tidak mengikuti jejaknya sebagai seorang wanita penghibur. Walau Mei Yin tinggal di rumah bordil, tapi setidaknya dia tidak menjual tubuhnya. Semua itu Hua Feng lakukan, karena dia ingin Mei Yin tidak menyia-nyiakan masa mudanya sebagai wanita penghibur.
Dulu, Hua Feng pernah jatuh cinta pada seorang pemuda dan pemuda itupun sangat mencintainya, walau dia tahu Hua Feng adalah seorang wanita penghibur. Namun, kisah cinta mereka harus kandas karena Jiya tidak ingin melepaskan Hua Feng dan keluarga pemuda itu tidak mengizinkan putra mereka berhubungan dengan seorang *******.
Karena rasa cintanya yang begitu besar pada Hua Feng, membuat pemuda itu nekat membawa lari Hua Feng dari rumah bordil itu. Namun sayang, pelarian mereka hanya bertahan dua hari karena setelah itu, mereka dipisahkan kembali karena mereka ditemukan oleh pengawal keluarga kekasihnya. Dan kini, dia tidak tahu lagi keberadaan pemuda itu.
Sejak saat itu, hati seorang Hua Feng sudah tertutup. Dia tidak peduli lagi dengan cinta. Yang ada, hanya Hua Feng yang di kenal sebagai seorang wanita penghibur.
Hampir setiap hari Mei Yin harus melayani tamu yang memintanya untuk menemani mereka. Dan hampir setiap hari pula Mei Yin harus menari dan bersyair di depan mereka. Dan dia melakukan semua itu tanpa membuka penutup wajahnya. Hua Feng sadar, andai tamu-tamu itu melihat kecantikan wajah Mei Yin, dia yakin gadis itu pasti akan dipaksa untuk menemani mereka di tempat tidur.
"Kamu harus berhati-hati, jangan sampai mereka melihat wajahmu," ujar Hua Feng yang mencoba mengingatkan Mei Yin saat akan menari.
Walau umurnya masih terbilang muda, tapi kemampuan Mei Yin sangat luar biasa. Namanya sudah terkenal di penjuru negeri. Bukan saja wajahnya yang cantik, tapi dia juga termasuk gadis yang sangat pintar.
Di umurnya yang sudah menginjak delapan belas tahun, Mei Yin sudah bisa memberikan pendapatan yang besar bagi Jiya, si wanita gempal pemilik rumah bordil itu. Keuntungan yang diperolehnya dari hasil menari gadis itu tidaklah sedikit. Karena itu, Jiya sangat menyayanginya dan selalu menuruti permintaannya.
"Jiya, apa boleh aku keluar sebentar?" tanya Mei Yin pada wanita itu saat dia sedang beristirahat.
"Untuk apa kamu keluar?" tanya wanita itu balik.
Mei Yin tidak langsung menjawab. Dia tahu watak wanita itu yang keras dan ini tidaklah mudah baginya. "Aku punya uang sedikit dari pemberian Jiya. Apa boleh, aku keluar untuk membeli makanan untuk aku bagikan pada orang-orang yang tidak mampu?" tanya Mei Yin hati-hati.
Mendengar permintaan gadis itu membuat Jiya memandanginya dengan tatapan heran. "Apa aku tidak salah dengar?" tanya wanita itu lagi dan Mei Yin mengangguk mengiyakan.
"Kamu tahu, kamu itu sekarang adalah asetku yang paling berharga. Kamu pikir, kamu akan aman jika keluar sendirian di jalan-jalan kota? Kamu bisa saja diculik dan mereka pasti akan meminta uang tebusan padaku," jelas wanita itu.
Mei Yin menundukkan wajahnya karena sedih, tapi kemudian dia mulai bertanya lagi. "Jiya, kalau aku membuka penutup wajahku dan hanya memakai cadar, apakah Jiya akan mengizinkan?"
"Dasar gadis keras kepala!! Aku tidak akan mengizinkan," ucap wanita itu kesal dan berjalan meninggalkan gadis itu.
"Jiya, aku mohon. Orang-orang tidak ada yang mengenaliku kalau aku hanya memakai cadar," pinta Mei Yin sambil mengikuti wanita itu.
"Biarkan saja dia. Nanti kalau dia tidak mau menari lagi, Jiya juga yang akan menyesal," ucap Hua Feng menambahkan yang membuat wanita itu menjadi luluh.
"Baiklah, tapi kamu tidak boleh pergi sendirian. Aku akan mencarikanmu seorang pengawal yang bisa menjagamu," ucap wanita itu yang langsung saja membuat Mei Yin tersenyum karena senang.
Setelah melalui proses pencarian yang lumayan lama dan tentu saja yang harus memenuhi kriteria, akhirnya terpilihlah seorang pengawal yang tergolong masih sangat muda. Walaupun begitu, dia sudah sangat berpengalaman karena sering mengawal para bangsawan dan para pedagang. Dan ilmunya dalam bertarung tidak bisa dianggap remeh. Pemuda itu bisa bertarung walau hanya sendirian. Dan semua kemampuannya itu sudah teruji.
"Aku sudah menemukan pengawal untukmu. Mulai saat ini, kemanapun kamu pergi dia harus ikut denganmu, paham!" ucap Jiya dan disambut dengan senyum dan anggukan dari gadis itu.
Setelah bersiap-siap, akhirnya siang itu juga Mei Yin memutuskan untuk keluar dan segera menemui pengawalnya itu. "Apakah, kamu pengawal yang ditugaskan Jiya untuk menjagaku?" tanya Mei Yin pada seorang pemuda yang sudah berdiri di depannya dengan kepala yang tertunduk.
"Benar, Nona. Mulai sekarang, aku yang akan mengawal Nona," jawabnya dengan kepala yang masih menunduk.
"Angkat kepalamu. Kalau kamu terus menunduk seperti itu, aku tidak akan mengenali wajahmu itu," ucap Mei Yin yang membuat pemuda itu kemudian mengangkat wajahnya perlahan.
Mei Yin kemudian menatap pemuda itu. Dari penampilannya, sepertinya dia adalah orang yang baik. Dan wajahnya juga terlihat sangat tampan dan usia pemuda itu hanya terpaut lima tahun dengannya.
"Siapa namamu?"
"Namaku Lian, Nona," jawab pemuda itu sambil menundukan wajahnya.
"Lian, mulai sekarang tolong jaga aku," ucap Mei Yin sambil berdiri dan menundukkan kepalanya pada pemuda itu.
"Jangan begitu, Nona. Nona jangan menunduk seperti itu padaku," ujar Lian dengan nada khawatir, karena dia takut kalau Jiya melihat gadis itu menunduk padanya, maka dia pasti akan mendapat masalah.
"Tidak usah khawatir, Jiya tidak akan melihat," ucap Mei Yin yang seakan paham dengan kekhawatiran pemuda itu.
"Baiklah. Siang ini juga, kita akan keluar. Kamu tunggu di sini, aku akan bersiap-siap dulu," ucap Mei Yin sambil berlari ke kamarnya dan mengambil beberapa kantong uang.
Tak lama kemudian, gadis itu sudah keluar dengan penampilan yang berbeda. Rambutnya yang biasanya tertutup, kini terlihat terurai panjang dan dihiasi sebuah tusuk konde bermanik-manik yang menjuntai indah. Wajahnya yang putih dan alisnya yang terlihat hitam, serta bulu mata yang lentik, membuat dia terlihat cantik walau dia hanya memakai sebuah cadar merah yang menutup setengah wajahnya. Dan semua itu terlihat sempurna dengan keindahan matanya yang sebiru lautan.
Sejenak, pemuda itu menatapnya dengan rasa kagum. Dia terpana dengan keindahan mata gadis itu yang membuat siapa saja akan terkagum-kagum padanya. Perlahan, pemuda itu kemudian menundukkan kembali wajahnya. Dia tidak menyangka, gadis yang sedari tadi memakai penutup wajah itu ternyata memiliki mata yang sangat indah.
"Bagaimana penampilanku? Apakah aku terlalu berlebihan?" tanya Mei Yin pada pemuda itu.
Sambil menunduk, pemuda itu kemudian menggelengkan kepalanya. "Tidak, Nona."
"Kalau begitu, ayo kita pergi," ajak Mei Yin pada pemuda itu dan tentu saja pemuda itupun mengikutinya dari belakang.
"Tunggu dulu." Tiba-tiba saja Mei Yin menghentikkan langkahnya dan berbalik dan memandangi pemuda itu.
"Sebaiknya, kamu juga harus menutupi wajahmu itu," ucap Mei Yin sambil memberikan sebuah cadar hitam padanya.
"Kamu tidak keberatan, kan?" tanya Mei Yin dan langsung saja pemuda itu mengambilnya dan segera memakainya.
Mei Yin dan Lian mulai berjalan menyusuri jalan-jalan kota. Setiap mereka bertemu dengan anak-anak yang sedang mengemis, Mei Yin pasti akan memberikan mereka uang dan membelikan mereka makanan.
"Nona, sebaiknya Nona jangan memberikan uang kepada anak-anak itu," ujar Lian mencoba mengingatkan.
"Kenapa? Bukankah, mereka itu hanya anak-anak polos yang harus mengemis agar bisa tetap hidup?" tanya Mei Yin sambil menatap ke arah pemuda itu.
Melihat tatapan gadis itu, Lian kemudian menundukan pandangannya. "Aku tahu maksud Nona baik, tapi anak-anak itu mengemis bukan untuk mereka, tapi mereka dipaksa mengemis untuk para preman di tempat ini," jelas Lian sambil berjalan di samping Mei Yin.
Mendengar perkataan Lian membuat Mei Yin menghentikan langkahnya dan kembali menatap kearah pemuda itu. "Apa benar yang kamu katakan itu?" tanya Mei Yin polos.
Lian mengangguk dan menyarankannya untuk memberi anak-anak itu makanan dari pada harus memberikan mereka uang dan Mei Yin pun mengiyakannya.
"Terima kasih karena kamu sudah mengingatkanku tadi. Sebagai hadiahnya, kamu boleh minta apapun, aku pasti akan membelikannya untukmu," ujar Mei Yin yang membuat Lian semakin kagum pada gadis itu. Baru kali ini, dia mendapati seorang majikan yang begitu baik padanya, padahal mereka baru pertama kali bertemu.
"Tidak perlu, Nona. Itu sudah kewajibanku untuk menjaga dan mengingatkan Nona," ucap Lian yang mencoba menolak secara halus.
Selama perjalanan, Mei Yin terlihat sangat senang dan begitu menikmati perjalanannya itu, karena baru kali ini, dia bisa pergi jalan-jalan ke kota. Sudah sekantong lebih uangnya habis dibagikan dan hanya tersisa setengah kantong lagi. Tiba-tiba, pandangannya tertuju pada seorang penjual sepatu.
"Apa kamu ini gadis kecil yang pernah beli sepatu di sini bersama kakekmu dulu?" tanya kakek penjual sepatu itu penasaran.
Mei Yin mengangguk pelan tanda mengiyakan. "Iya, Paman. Itu aku."
"Walau kamu menutupi wajahmu seperti itu, aku tetap bisa mengenalimu karena matamu itu. Sebaiknya, kamu menutup wajahmu seperti itu agar kamu bisa hidup tenang," ujar lelaki paruh baya itu.
"Di mana, kakekmu?"
"Kakek telah meninggal karena dibunuh perampok-perampok itu," jawab Mei Yin dengan sedih dan penjual itu mulai menyesali pertanyaannya.
Mendengar jawaban Mei Yin membuat Lian ikut prihatin. Keceriaan yang dari tadi dilihatnya perlahan berubah menjadi murung. Walau begitu, Mei Yin tidak ingin larut dalam kesedihan. Wajah cantiknya sudah mulai tersenyum lagi.
"Baiklah, Paman. Aku akan membeli tiga sepatu ini," ucapnya sambil memperlihatkan tiga pasang sepatu yang sudah dipilihnya.
"Lian, coba kamu pakai sepatu ini," ujarnya sambil memberikan sebuah sepatu kulit pada pemuda itu.
"Tidak perlu, Nona. Sepatuku masih bagus," elak pemuda itu walau dia tahu kondisi sepatunya sudah tidak layak pakai.
"Kalau kamu tidak mau menerima pemberianku, maka saat ini juga kamu boleh berhenti menjadi pengawalku," ancam Mei Yin dengan wajah serius hingga membuat Lian mau tak mau harus mencoba sepatu itu.
"Baiklah, Paman. Kedua sepatu ini boleh dibungkus dan kamu jangan lepaskan sepatu itu," ucapnya sambil menatap ke arah Lian dengan sorot mata yang tajam.
Pemuda itu hanya bisa mengiyakan majikannya itu. Dia tidak ingin membuat majikannya itu kecewa, walau dia tahu kalau majikannya itu adalah seorang gadis yang sangat baik hati.
Setelah puas berjalan-jalan, akhirnya Mei Yin memutuskan untuk segera pulang. Namun, langkah mereka terhenti karena iring-iringan pengawal istana yang sedang mengawal sebuah tandu yang terlihat sangat mewah yang melintas di jalan itu.
Dengan seksama, Mei Yin mulai memperhatikan iring-iringan itu dan pandangannya pun tertuju pada seorang pemuda gagah yang menunggangi seekor kuda yang berjalan perlahan di depannya.
Sesaat, tatapan mereka saling bertemu. Mei Yin menatap lurus ke arah pemuda itu dan pemuda itupun menatap lurus ke arahnya. Entah karena kagum dengan sorot mata biru itu, atau dia sedang mengingat sesuatu. Perlahan, pemuda itu melihat kembali ke arah gadis itu, tapi gadis itu sudah tidak lagi berdiri di sana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
Triiyyaazz Ajuach
liang yi putra chang yi itu pasti
2020-06-29
1
Sisilia Jho
ku tunggu cerita Romance nya ahhhhh..
2020-05-03
1
Cinta Nayla
perlahan tp pasti, aku mulai menyukai ceritanya
2020-01-06
3