BUTTERFLY EFFECT : The Glass

BUTTERFLY EFFECT : The Glass

The Glass 1

Di sebuah malam yang gelap dan sepi, hanya terdapat beberapa bintang yang bersinar terang bersamaan dengan bersinarnya bulan. Angin juga berhembus perlahan menerjang semua yang ia lalui termasuk daun-daun yang ada di dahan dan ranting pohon.

Bagaikan suasana yang sangat damai karena tak seorang pun yang membuat masalah dan keributan saat malam itu.

Hingga saja di sebuah jendela salah satu rumah yang masih menyala terang dan dipenuhi canda tawa yang akhirnya mengubah suasana malam saat itu.

Jendela itu berasal dari sebuah rumah bertingkat di lantai dua. Di dalam ruangan yang masih terang itu terdapat beberapa gadis remaja yang bermain permainan papan sambil menikmati camilan mereka. Mereka bermain disertai canda tawa yang sangat keras hingga membuat sebuah kebisingan yang mengakibatkan seorang tetangga akhirnya memarahi mereka.

"Woi, diam!" teriak seorang tetangga.

Menyadari suara tersebut, mereka pun langsung menutup mulut rapat-rapat. Mereka berjumlah enam orang, antara lain bernama Yuna, Erin, Salsa, Yewon, Tiara, dan Linda.

Mereka berenam saat ini sedang berada di rumah Yuna, dan mereka berencana untuk menginap di rumah Yuna karena mulai besok lusa mereka akan mulai bersekolah di sekolah baru yang bernama High School Theorogi bersama-sama.

Maka dari itu sekarang hanya tersisa sehari lagi untuk mereka menghibur diri menikmati sisa liburan.

Tiba-tiba saja terdengar suara seseorang dari luar ruangan mereka. Mereka berenam pun kaget dan segera menyembunyikan dan merapikan permainan papan dan camilan-camilan mereka. Cepat-cepat mereka mengeluarkan laptop dan handphone dari tas masing-masing untuk berpura-pura mengerjakan sebuah tugas.

"Yuna, nak. Kamu mengerjakan apa?" tanya seseorang itu.

"Ini tugas sekolah Ma!" jawab Yuna.

Ternyata seseorang itu adalah Ibu Yuna yang bernama Ibu Sinta. Ibu Sinta masuk kedalam kamar Yuna dengan membawa sesuatu di atas nampan. Ada beberapa buah biskuit di atas sebuah piring dan enam buah gelas yang masing-masing berisi susu yang setara takarannya.

"O, sudah lulus sekolah dan masih belum masuk sekolah baru kok sudah ada tugas ya?" tanya Ibu Sinta.

"Hehe, iya Ma. Kami tidak tau, tugasnya mendadak," jawab Yuna mengeles yang sebenarnya Ibu Sinta pun tahu kalau Yuna berbohong.

Ibu Sinta pun mengangguk perlahan dan akhirnya segera keluar dari kamar Yuna. Tak lupa Ibu Sinta meninggalkan senyuman kepada mereka berenam. Semuanya pun memberikan senyuman balas bersamaan kecuali Yuna yang sedang terlihat menggigiti kuku-kuku jarinya dengan menunduk seolah-olah sangat merasa cemas.

Ibu Sinta pun mulai beranjak keluar dari kamar Yuna dan menutup pintunya kembali, sontak ke enam gadis itu berteriak gembira hingga salah satu dari mereka yang bernama Erin mendesis dan meletakkan jari telunjuknya di depan bibir untuk memberi tau kelima temannya yang lain untuk diam.

"Kalian masih tidak kapok saja! Bagaimana kalau ketahuan lalu Ibu Sinta kembali lagi?" ucap Erin.

"Ya maaf, reflek sih," sahut Yuna.

Pagi pun menjelma, datang bersamaan dengan udara yang hangat di musim gugur dengan jalan-jalan yang dipenuhi daun-daun berwarna kekuningan, jingga, dan kecokelatan yang jatuh dari dahan dan ranting pohon. Tepatnya pukul tujuh pagi, Yuna mulai bangun dan beranjak dari tempat tidurnya.

Ia melihat ke lima temannya yang masih mendengkur pelan pertanda masih terlelap dalam tidur. Yuna hanya tersenyum melihat ke lima temannya, lalu ia melihat dirinya di depan cermin dan berkaca sejenak merapikan rambut-rambutnya yang terurai. Dengan mata yang masih sedikit mengantuk ia berjalan menuju jendela bergorden di kamarnya.

Dengan maksud untuk membuka gorden itu dan membiarkan sinar mentari pagi masuk menyinari kamarnya. Tapi, tiba-tiba saja

Bruk..

Suara yang berasal dari sesuatu yang cukup besar jatuh dengan keras ke lantai kamar. Seketika itupun ke lima teman Yuna bangun dan melihat ternyata Yunalah yang jatuh ke lantai.

Dengan segera, kelimanya menolong Yuna yang masih jatuh tersungkur di lantai dan setelah di perhatikan dengan teliti terdapat sebuah luka gores di siku tangan Yuna.

Teman Yuna yang bernama Salsa segera mengambil kotak obat di dekat pintu kamar untuk mengobati Yuna, Salsa dulunya adalah seorang dokter cilik di sekolah dasar yang bertugas mengobati teman yang sakit di UKS.

Begitu juga saat ia masuk sekolah menengah pertama. Salsa menjadi pemimpin di UKS siswanya dulu saat masih berada pada bangku sekolah menengah pertama.

Dengan sigap dan teliti, Salsa segera mengobati luka Yuna yang perlahan mengeluarkan darah dan menutup lukanya dengan sedikit perban agar darahnya tidak terus mengalir. Melihat Salsa yang mengobati dirinya, Yuna berkata

"Terima Kasih ya."

"Tak masalah," jawab Salsa yang masih berusaha membersihkan luka di siku Yuna.

Saat luka Yuna diobati dengan menggunakan sebuah kapas, ia merasa sedikit kesakitan karena kapas itu diberi beberapa tetesan obat merah oleh Salsa. Tiba-tiba saja sebuah suara yang tidak asing terdengar ke telinga enam gadis itu. Ternyata itu adalah suara Ibu Sinta yang meminta ke enam gadis itu untuk segera mandi lalu sarapan di ruang makan.

Ke enam gadis itupun segera berdiri dan mengambil handuk masing-masing untuk bersiap-siap mandi. Yuna, Erin, dan Salsa mandi secara bergantian di kamar mandi lantai atas di dekat kamar Yuna, sedangkan Yewon, Tiara, dan Linda bergantian untuk mandi di kamar mandi lantai satu dekat dengan ruang makan.

Waktu pun terus berjalan hingga ke enam gadis itu selesai mandi. Ke enamnya pun menuju ruang makan untuk menikmati sarapan yang tersedia. Tak lupa ke enamnya juga membantu Ibu Sinta untuk menata-nata perlengkapan sarapan.

Tak lama, Ayah Yuna yang bernama Ayah Betor dan adiknya yang bernama Adik Rendi datang juga untuk menikmati sarapan di pagi musim gugur yang hangat.

Ada sup jamur dan brokoli, nasi putih yang hangat, daging ayam panggang, dan susu sapi yang masih segar sedang menghiasi meja makan pagi itu. Menu-menu itu sungguh menggugah selera untuk sarapan pagi. Setelah semuanya sudah disiapkan, keluarga Yuna dan teman-temannya segera duduk di kursi masing-masing.

Yuna sangat bahagia melihat keluarga dan teman-temannya bisa berkumpul bersama. Hingga ia tak sadar bahwa senyum mulai terukir di wajahnya, seketika Ayah Betor berkata dengan wajah yang gembira dan senyum tipis yang membuat senyum Yuna segera berubah menjadi ekspresi yang seolah-olah menggambarkan keterkejutan.

"Baiklah, semuanya mari makan," ucap Ayah Betor.

Mendengar ucapan Ayah Betor, semua mulai mengambil sarapan masing-masing. Yuna terkejut karena jarang melihat Ayahnya tersenyum selebar itu sebelumnya pada orang lain.

Waktu terus berjalan dan mereka masih menikmati nikmatnya sarapan yang dimasak oleh Ibu Sinta. Terutama Linda yang sangat menikmati sarapannya, hingga ia tak sadar sudah menghabiskan tiga daging paha ayam panggang, dua piring nasi, setengah mangkuk sup jamur dan brokoli dalam sekali makan.

Melihat Linda yang lahap makan, semua hanya bisa tertawa karena saat Linda makan masih banyak nasi yang menempel di sekitar bibirnya seperti anak kecil yang masih bersekolah di sekolah dasar. Sambil tertawa Tiara pun mengingatkan Linda tentang diet yang ia jalani.

Seketika saja saat Linda ingat progam dietnya, ia segera berhenti makan dan meminum hanya beberapa teguk susu. Ia segera membawa piringnya dan alat makannya ke tempat mencuci piring. Linda segera mencuci piringnya dan meletakkannya kembali ke rak piring.

Ibu Sinta yang melihat itu segera menegur Tiara yang membuat Linda menyelesaikan makannya padahal Linda sedang menikmati sarapan dan memanggil Linda kembali untuk melanjutkan sarapannya. Tapi seketika itu, Linda menolak karena ia sudah bertekat serius untuk diet mulai sekarang. Semoga saja Linda selalu ingat progam dietnya.

Setelah beberapa menit kemudian, semuanya mulai meninggalkan meja makan dan mulai mencuci piring masing-masing. Yuna dan teman-temannya segera kembali menuju kamar Yuna.

Setelah semua masuk kedalam kamar Yuna, ia pun segera menutup pintu kamarnya tapi tiba-tiba ada sebuah sepatu yang terselip di tepi pintu sehingga tidak dapat ditutup. Saat Yuna membuka pintunya kembali, ternyata sepatu itu adalah sepatu yang sedang dipakai oleh Adik Yuna yaitu Adik Rendi.

Yang terjepit bukan hanya sepatunya saja melainkan sekaligus kaki Adik Rendi yang terhimpit pintu yang sebenarnya dia berniat ingin membicarakan sesuatu kepada Yuna saat Yuna hendak menutup pintu kamarnya tadi.

"Kak, kesini sebentar!" ucap Adik Rendi berbisik-bisik.

Menanggapi permintaan adiknya, Yuna segera keluar dari kamar. Sebelum ia keluar dari kamarnya, ia berkata kepada teman-temannya yang lain bahwa ada urusan sebentar. Dengan percaya begitu saja, ke empat temannya mengangguk dan salah satu dari mereka yang bernama Tiara tidak merespon Yuna atau mungkin Tiara yang tidak mendengarkan perkataan Yuna saat hendak keluar.

Setelah ia keluar, Yuna segera menutup pintu kamar dan berbicara sejenak di depan kamar bersama Adiknya. Perlahan-lahan Adik Rendi bertanya pada Yuna tentang teman-temannya. Yuna pun menjawab dengan senyuman yang melekat di wajahnya bahwa teman-teman Yuna menginap untuk hari kemarin dan hari ini, dan nanti saat hari menjelang sore mereka akan kembali pulang menuju rumahnya masing-masing untuk bersiap-siap sekolah pada hari esok.

Menanggapi jawaban dari Yuna, Adik Rendi segera mengangguk paham kepada kakaknya itu. Yuna pun meminta agar adiknya kembali ke kamar agar tidak dicurigai oleh kedua orang tuanya. Sebenarnya Adik Rendi masih dalam jam pelajaran online pada hari itu, tapi ia malah mendatangi kakaknya hanya untuk bertanya hal sepele.

Benar saja, tiba-tiba kedua orang tua Yuna datang dan melihat adiknya yang berada di luar kamar. Sudah dapat diduga bahwa kedua orang tuanya pasti akan memarahi mereka berdua, tapi ternyata tidak.

Ibu Sinta dengan perlahan mengajak Adik Rendi untuk kembali ke kamarnya, sedangkan Ayah Betor bertanya pada Yuna bagaimana keadaan teman-temannya. Dengan sedikit rasa takut dan cemas, Yuna segera menjawab dan berpamitan untuk masuk kedalam kamar. Ayah Betor pun mengangguk pelan kepada Yuna, dan mengizinkan Yuna untuk masuk ke kamar menjumpai teman-temannya kembali.

Yuna selalu takut pada Ayahnya karena Ayahnya adalah tipe orang yang sangat serius, belum marah saja sudah menakutkan. Ibunya pun sebelas dua belas, hanya saja Ibunya masih sering tersenyum daripada Ayahnya.

Yuna pun menghembuskan nafas lega bisa kembali ke kamar tanpa dimarahi.

Melihat Yuna yang diam serta memejamkan mata didepan pintu, Yewon bertanya kepada Yuna sebenarnya apa yang sedang terjadi. Dengan tenang Yuna menjawab pertanyaan Yewon bahwa ia hampir saja dikenai amarah dari ayahnya dikarenakan melihat adiknya yang seharusnya sedang bersekolah secara online di dalam kamar malah berada di luar kamar saat jam pelajaran dimulai.

Mendengar penjelasan dari Yuna, Yewon dan teman-teman yang lainnya mengangguk paham dengan apa yang sedang terjadi pada Yuna waktu ia berada diluar kamar.

"Teman-teman, melanjutkan permainan papan lagi atau tidak?" sahut Tiara bertanya.

"Boleh," jawab Yuna.

"Baiklah, Ayo!" kata Tiara penuh semangat.

Terpopuler

Comments

ͷɪɴɗ⃞ɑ

ͷɪɴɗ⃞ɑ

aku bacanya kok deg2an yaa.. efek judulnya nihh 🙊🙊

2022-05-22

0

Yukity

Yukity

salam kenal ya..
hadir bawa boom like...

mampir yuk ke sini
Si Oyen Pacarku bukan manusia.

2022-03-03

0

Karin A

Karin A

Like

2021-08-26

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!