Di sebuah malam yang gelap dan sepi, hanya terdapat beberapa bintang yang bersinar terang bersamaan dengan bersinarnya bulan. Angin juga berhembus perlahan menerjang semua yang ia lalui termasuk daun-daun yang ada di dahan dan ranting pohon.
Bagaikan suasana yang sangat damai karena tak seorang pun yang membuat masalah dan keributan saat malam itu.
Hingga saja di sebuah jendela salah satu rumah yang masih menyala terang dan dipenuhi canda tawa yang akhirnya mengubah suasana malam saat itu.
Jendela itu berasal dari sebuah rumah bertingkat di lantai dua. Di dalam ruangan yang masih terang itu terdapat beberapa gadis remaja yang bermain permainan papan sambil menikmati camilan mereka. Mereka bermain disertai canda tawa yang sangat keras hingga membuat sebuah kebisingan yang mengakibatkan seorang tetangga akhirnya memarahi mereka.
"Woi, diam!" teriak seorang tetangga.
Menyadari suara tersebut, mereka pun langsung menutup mulut rapat-rapat. Mereka berjumlah enam orang, antara lain bernama Yuna, Erin, Salsa, Yewon, Tiara, dan Linda.
Mereka berenam saat ini sedang berada di rumah Yuna, dan mereka berencana untuk menginap di rumah Yuna karena mulai besok lusa mereka akan mulai bersekolah di sekolah baru yang bernama High School Theorogi bersama-sama.
Maka dari itu sekarang hanya tersisa sehari lagi untuk mereka menghibur diri menikmati sisa liburan.
Tiba-tiba saja terdengar suara seseorang dari luar ruangan mereka. Mereka berenam pun kaget dan segera menyembunyikan dan merapikan permainan papan dan camilan-camilan mereka. Cepat-cepat mereka mengeluarkan laptop dan handphone dari tas masing-masing untuk berpura-pura mengerjakan sebuah tugas.
"Yuna, nak. Kamu mengerjakan apa?" tanya seseorang itu.
"Ini tugas sekolah Ma!" jawab Yuna.
Ternyata seseorang itu adalah Ibu Yuna yang bernama Ibu Sinta. Ibu Sinta masuk kedalam kamar Yuna dengan membawa sesuatu di atas nampan. Ada beberapa buah biskuit di atas sebuah piring dan enam buah gelas yang masing-masing berisi susu yang setara takarannya.
"O, sudah lulus sekolah dan masih belum masuk sekolah baru kok sudah ada tugas ya?" tanya Ibu Sinta.
"Hehe, iya Ma. Kami tidak tau, tugasnya mendadak," jawab Yuna mengeles yang sebenarnya Ibu Sinta pun tahu kalau Yuna berbohong.
Ibu Sinta pun mengangguk perlahan dan akhirnya segera keluar dari kamar Yuna. Tak lupa Ibu Sinta meninggalkan senyuman kepada mereka berenam. Semuanya pun memberikan senyuman balas bersamaan kecuali Yuna yang sedang terlihat menggigiti kuku-kuku jarinya dengan menunduk seolah-olah sangat merasa cemas.
Ibu Sinta pun mulai beranjak keluar dari kamar Yuna dan menutup pintunya kembali, sontak ke enam gadis itu berteriak gembira hingga salah satu dari mereka yang bernama Erin mendesis dan meletakkan jari telunjuknya di depan bibir untuk memberi tau kelima temannya yang lain untuk diam.
"Kalian masih tidak kapok saja! Bagaimana kalau ketahuan lalu Ibu Sinta kembali lagi?" ucap Erin.
"Ya maaf, reflek sih," sahut Yuna.
Pagi pun menjelma, datang bersamaan dengan udara yang hangat di musim gugur dengan jalan-jalan yang dipenuhi daun-daun berwarna kekuningan, jingga, dan kecokelatan yang jatuh dari dahan dan ranting pohon. Tepatnya pukul tujuh pagi, Yuna mulai bangun dan beranjak dari tempat tidurnya.
Ia melihat ke lima temannya yang masih mendengkur pelan pertanda masih terlelap dalam tidur. Yuna hanya tersenyum melihat ke lima temannya, lalu ia melihat dirinya di depan cermin dan berkaca sejenak merapikan rambut-rambutnya yang terurai. Dengan mata yang masih sedikit mengantuk ia berjalan menuju jendela bergorden di kamarnya.
Dengan maksud untuk membuka gorden itu dan membiarkan sinar mentari pagi masuk menyinari kamarnya. Tapi, tiba-tiba saja
Bruk..
Suara yang berasal dari sesuatu yang cukup besar jatuh dengan keras ke lantai kamar. Seketika itupun ke lima teman Yuna bangun dan melihat ternyata Yunalah yang jatuh ke lantai.
Dengan segera, kelimanya menolong Yuna yang masih jatuh tersungkur di lantai dan setelah di perhatikan dengan teliti terdapat sebuah luka gores di siku tangan Yuna.
Teman Yuna yang bernama Salsa segera mengambil kotak obat di dekat pintu kamar untuk mengobati Yuna, Salsa dulunya adalah seorang dokter cilik di sekolah dasar yang bertugas mengobati teman yang sakit di UKS.
Begitu juga saat ia masuk sekolah menengah pertama. Salsa menjadi pemimpin di UKS siswanya dulu saat masih berada pada bangku sekolah menengah pertama.
Dengan sigap dan teliti, Salsa segera mengobati luka Yuna yang perlahan mengeluarkan darah dan menutup lukanya dengan sedikit perban agar darahnya tidak terus mengalir. Melihat Salsa yang mengobati dirinya, Yuna berkata
"Terima Kasih ya."
"Tak masalah," jawab Salsa yang masih berusaha membersihkan luka di siku Yuna.
Saat luka Yuna diobati dengan menggunakan sebuah kapas, ia merasa sedikit kesakitan karena kapas itu diberi beberapa tetesan obat merah oleh Salsa. Tiba-tiba saja sebuah suara yang tidak asing terdengar ke telinga enam gadis itu. Ternyata itu adalah suara Ibu Sinta yang meminta ke enam gadis itu untuk segera mandi lalu sarapan di ruang makan.
Ke enam gadis itupun segera berdiri dan mengambil handuk masing-masing untuk bersiap-siap mandi. Yuna, Erin, dan Salsa mandi secara bergantian di kamar mandi lantai atas di dekat kamar Yuna, sedangkan Yewon, Tiara, dan Linda bergantian untuk mandi di kamar mandi lantai satu dekat dengan ruang makan.
Waktu pun terus berjalan hingga ke enam gadis itu selesai mandi. Ke enamnya pun menuju ruang makan untuk menikmati sarapan yang tersedia. Tak lupa ke enamnya juga membantu Ibu Sinta untuk menata-nata perlengkapan sarapan.
Tak lama, Ayah Yuna yang bernama Ayah Betor dan adiknya yang bernama Adik Rendi datang juga untuk menikmati sarapan di pagi musim gugur yang hangat.
Ada sup jamur dan brokoli, nasi putih yang hangat, daging ayam panggang, dan susu sapi yang masih segar sedang menghiasi meja makan pagi itu. Menu-menu itu sungguh menggugah selera untuk sarapan pagi. Setelah semuanya sudah disiapkan, keluarga Yuna dan teman-temannya segera duduk di kursi masing-masing.
Yuna sangat bahagia melihat keluarga dan teman-temannya bisa berkumpul bersama. Hingga ia tak sadar bahwa senyum mulai terukir di wajahnya, seketika Ayah Betor berkata dengan wajah yang gembira dan senyum tipis yang membuat senyum Yuna segera berubah menjadi ekspresi yang seolah-olah menggambarkan keterkejutan.
"Baiklah, semuanya mari makan," ucap Ayah Betor.
Mendengar ucapan Ayah Betor, semua mulai mengambil sarapan masing-masing. Yuna terkejut karena jarang melihat Ayahnya tersenyum selebar itu sebelumnya pada orang lain.
Waktu terus berjalan dan mereka masih menikmati nikmatnya sarapan yang dimasak oleh Ibu Sinta. Terutama Linda yang sangat menikmati sarapannya, hingga ia tak sadar sudah menghabiskan tiga daging paha ayam panggang, dua piring nasi, setengah mangkuk sup jamur dan brokoli dalam sekali makan.
Melihat Linda yang lahap makan, semua hanya bisa tertawa karena saat Linda makan masih banyak nasi yang menempel di sekitar bibirnya seperti anak kecil yang masih bersekolah di sekolah dasar. Sambil tertawa Tiara pun mengingatkan Linda tentang diet yang ia jalani.
Seketika saja saat Linda ingat progam dietnya, ia segera berhenti makan dan meminum hanya beberapa teguk susu. Ia segera membawa piringnya dan alat makannya ke tempat mencuci piring. Linda segera mencuci piringnya dan meletakkannya kembali ke rak piring.
Ibu Sinta yang melihat itu segera menegur Tiara yang membuat Linda menyelesaikan makannya padahal Linda sedang menikmati sarapan dan memanggil Linda kembali untuk melanjutkan sarapannya. Tapi seketika itu, Linda menolak karena ia sudah bertekat serius untuk diet mulai sekarang. Semoga saja Linda selalu ingat progam dietnya.
Setelah beberapa menit kemudian, semuanya mulai meninggalkan meja makan dan mulai mencuci piring masing-masing. Yuna dan teman-temannya segera kembali menuju kamar Yuna.
Setelah semua masuk kedalam kamar Yuna, ia pun segera menutup pintu kamarnya tapi tiba-tiba ada sebuah sepatu yang terselip di tepi pintu sehingga tidak dapat ditutup. Saat Yuna membuka pintunya kembali, ternyata sepatu itu adalah sepatu yang sedang dipakai oleh Adik Yuna yaitu Adik Rendi.
Yang terjepit bukan hanya sepatunya saja melainkan sekaligus kaki Adik Rendi yang terhimpit pintu yang sebenarnya dia berniat ingin membicarakan sesuatu kepada Yuna saat Yuna hendak menutup pintu kamarnya tadi.
"Kak, kesini sebentar!" ucap Adik Rendi berbisik-bisik.
Menanggapi permintaan adiknya, Yuna segera keluar dari kamar. Sebelum ia keluar dari kamarnya, ia berkata kepada teman-temannya yang lain bahwa ada urusan sebentar. Dengan percaya begitu saja, ke empat temannya mengangguk dan salah satu dari mereka yang bernama Tiara tidak merespon Yuna atau mungkin Tiara yang tidak mendengarkan perkataan Yuna saat hendak keluar.
Setelah ia keluar, Yuna segera menutup pintu kamar dan berbicara sejenak di depan kamar bersama Adiknya. Perlahan-lahan Adik Rendi bertanya pada Yuna tentang teman-temannya. Yuna pun menjawab dengan senyuman yang melekat di wajahnya bahwa teman-teman Yuna menginap untuk hari kemarin dan hari ini, dan nanti saat hari menjelang sore mereka akan kembali pulang menuju rumahnya masing-masing untuk bersiap-siap sekolah pada hari esok.
Menanggapi jawaban dari Yuna, Adik Rendi segera mengangguk paham kepada kakaknya itu. Yuna pun meminta agar adiknya kembali ke kamar agar tidak dicurigai oleh kedua orang tuanya. Sebenarnya Adik Rendi masih dalam jam pelajaran online pada hari itu, tapi ia malah mendatangi kakaknya hanya untuk bertanya hal sepele.
Benar saja, tiba-tiba kedua orang tua Yuna datang dan melihat adiknya yang berada di luar kamar. Sudah dapat diduga bahwa kedua orang tuanya pasti akan memarahi mereka berdua, tapi ternyata tidak.
Ibu Sinta dengan perlahan mengajak Adik Rendi untuk kembali ke kamarnya, sedangkan Ayah Betor bertanya pada Yuna bagaimana keadaan teman-temannya. Dengan sedikit rasa takut dan cemas, Yuna segera menjawab dan berpamitan untuk masuk kedalam kamar. Ayah Betor pun mengangguk pelan kepada Yuna, dan mengizinkan Yuna untuk masuk ke kamar menjumpai teman-temannya kembali.
Yuna selalu takut pada Ayahnya karena Ayahnya adalah tipe orang yang sangat serius, belum marah saja sudah menakutkan. Ibunya pun sebelas dua belas, hanya saja Ibunya masih sering tersenyum daripada Ayahnya.
Yuna pun menghembuskan nafas lega bisa kembali ke kamar tanpa dimarahi.
Melihat Yuna yang diam serta memejamkan mata didepan pintu, Yewon bertanya kepada Yuna sebenarnya apa yang sedang terjadi. Dengan tenang Yuna menjawab pertanyaan Yewon bahwa ia hampir saja dikenai amarah dari ayahnya dikarenakan melihat adiknya yang seharusnya sedang bersekolah secara online di dalam kamar malah berada di luar kamar saat jam pelajaran dimulai.
Mendengar penjelasan dari Yuna, Yewon dan teman-teman yang lainnya mengangguk paham dengan apa yang sedang terjadi pada Yuna waktu ia berada diluar kamar.
"Teman-teman, melanjutkan permainan papan lagi atau tidak?" sahut Tiara bertanya.
"Boleh," jawab Yuna.
"Baiklah, Ayo!" kata Tiara penuh semangat.
Hari menjelang sore dan teman-teman Yuna bersiap-siap untuk kembali ke rumah masing-masing setelah bersenang-senang bersama dirumah Yuna. Besok mereka berenam harus mulai bersekolah. Karena besok sekolah mulai dibuka kembali, akhirnya siswa siswi dilepaskan dari jeratan sekolah online dirumah yang sebelumnya disebabkan suatu wabah penyakit. Satu persatu teman-teman Yuna kembali kerumah mereka masing-masing, ada yang dijemput oleh orang tua dan ada yang berjalan pulang sendiri.
Waktu terus berjalan dan tidak terasa bahwa hari yang sore berganti menjadi malam. Terlihat Yuna sendirian duduk diatas tempat tidurnya sambil memegang sebuah handphone ditangannya. Tawa kecil dan senyum lebar menghiasi wajahnya setiap melihat layar ponsel, ia juga menunjukkan perilaku seakan-akan membaca sebuah tulisan.
Benar saja, Yuna sedang membaca pesan-pesan dari teman-temannya di ponsel pada malam itu. Teman-temannya membahas kegiatan yang tadi mereka lakukan saat dirumah Yuna. Mereka juga membuat rencana untuk berangkat kesekolah dengan berjalan kaki bersama-sama. Ide cemerlang tersebut disetujui oleh keenam gadis remaja itu. Setelah mereka puas saling mengirim pesan dan bercanda di ponsel, satu persatu dari mereka mulai meletakkan ponsel dan pergi memulai tidur yang dipenuhi rasa penasaran dan ekspetasi besar untuk esok hari yang merupakan hari pertama mereka bersekolah disekolah baru.
Pagi pun datang menjelma, terlihat dua anak remaja yang memakai seragam dengan lengkap dan rapi sedang berdiri didepan rumah Yuna. Mereka berdua adalah Yewon dan Erin. Yewon dan Erin adalah siswi terajin diantara mereka berenam, Yewon dan Erin juga selalu menjadi gadis yang tepat waktu dan konsisten pada waktu dibandingkan dengan Yuna dan teman-temannya yang lain.
"Kemana ya yang lain, kenapa tidak datang?" ucap Yewon bertanya-tanya.
"Lama ya, semoga cepat datang." ucap Erin.
Tepat setelah Erin berbicara dan mulutnya mulai tertutup, datanglah Linda, Tiara, dan Salsa yang tampak dari kejauhan. Yewon yang melihat mereka lebih dulu segera melambaikan tangan kearah mereka.
Ketiganya pun tersenyum dan membalas lambaian Yewon. Setelah Erin sadar tentang kedatangan Linda, Tiara, dan Salsa, ia menghembuskan nafas pertanda bahwa ia lega sekaligus ia sedikit merasa marah karena menunggu lama disana. Tapi rasa marah itu seketika hilang, berubah menjadi rasa bahagia karena mereka sudah berkumpul untuk segera berangkat kesekolah.
Merekapun melangkahkan kaki untuk mulai berjalan berangkat menuju sekolah, tapi tiba-tiba saja langkah kaki mereka terhenti karena Yewon yang berkata bahwa Yuna masih belum keluar rumah untuk berangkat bersama.
Beberapa menit berlalu saat mereka menunggu Yuna, mereka mulai bosan menunggu disana karena Yuna tak segera datang. Hingga akhirnya kelima gadis itu tertidur dengan bersandar dipagar rumah Yuna. Saat mereka mulai tertidur, terlihat seseorang diteras rumah Yuna, seseorang itu adalah Yuna sendiri yang tergesa-gesa memakai sepatunya karena ia tahu bahwa ia terlambat. Dengan larian cepatnya, ia segera membuka pagar untuk keluar rumah dan menutupnya kembali. Disana ia melihat lima gadis yang tidak asing sedang tidur bersandar dipagar rumahnya.
Ternyata kelima gadis itu adalah teman-temannya yang menunggu Yuna untuk berangkat bersama kesekolah. Perlahan-lahan Yuna membangunkan mereka berlima untuk segera berangkat. Yewonlah yang membuka matanya terlebih dahulu, diikuti oleh Erin, Tiara, Salsa, dan yang terakhir adalah Linda.
Setelah mereka berlima tau bahwa orang yang berada didepan mereka dan sekaligus orang yang membangunkan mereka adalah Yuna, keenam gadis itupun segera bergandengan tangan dengan penuh senyuman dan segera berjalan menuju sekolah.
"Akhirnya kita berangkat juga." ucap Erin.
"Aku tak sabar sekolah disekolah baru kita," ucap Linda.
Mereka berenam bercanda riang saat dalam perjalanan menuju sekolahnya. Tak dirasa, merekapun sampai begitu saja. Mereka senang sekali akhirnya dapat bersekolah kembali disekolah yang baru. Sebenarnya mereka memiliki tujuan masing-masing dalam sekolah.
Tujuan Yuna adalah agar ia menjadi sukses dan membanggakan orang tuanya, tujuan Yewon adalah agar ia bisa memenangkan semua lomba apapun ditiap sekolah yang ia tempati, tujuan Erin adalah ingin menjadi siswi yang terkenal disekolah, tujuan Tiara adalah hanya untuk menikmati hidup dan nasib yang berjalan perlahan, tujuan Linda adalah untuk bisa mencicipi dan memakan semua jajanan kantin, tujuan Salsa adalah mencari laki-laki tampan agar ia dapat berteman dekat dengannya.
Akhirnya setelah mereka masuk melewati gerbang yang cukup besar didepan sekolah, mereka berenam juga menginjakkan kaki mereka yang memakai sepatu itu ditangga sekolah yang sekolahnya sebesar stadion sepak bola dan mereka terkagum-kagum dengan yang mereka lihat dengan mata mereka sendiri saat itu.
Tak sadar mereka semakin terkagum-kagum dalam hati dan bersyukur bisa bersekolah disekolah sebesar ini. Satu persatu mereka melepaskan genggaman tangan dan berjalan dikoridor sekolah yang dipenuhi siswa siswi lain juga. Mereka berusaha untuk melewati koridor dengan susah payah karena kesempitan yang disebabkan banyaknya siswa siswi yang masih berjalan kesana kemari untuk menemukan kelas masing-masing. Dengan mudahnya keenam gadis itu menemukan kelasnya, dan kabar gembiranya mereka berenam berada pada satu kelas yang sama.
Dengan penuh kegembiraan mereka memasuki kelas, disana masih belum terdapat satupun siswa siswi yang duduk dan masuk kecuali mereka berenam.
"Duduk dibangku paling tengah yuk." ajak Erin.
Mereka berlima pun menganggukkan perkataan Erin. Mereka berenam duduk dibangku barisan tengah. Dikelas itu terdapat empat baris kursi yang satu barisnya terdiri atas enam kursi atau bangku. Yewon dan Erin duduk dikursi kedua dibarisan dua dan tiga, Yuna dan Salsa duduk dikursi ketiga barisan dua dan tiga, Tiara dan Linda duduk di kursi keempat barisan dua dan tiga. Dengan sengaja mereka duduk berdekatan karena memiliki maksud tersendiri, terutama apabila waktu disaat ulangan dimulai.
Tak lama setelah mereka, siswa siswi lain mulai berdatangan masuk kedalam kelas, dan disusul oleh seorang guru pria yang tinggi dan memakai kacamata bulat serta memegang sebuah penggaris kayu yang cukup besar.
Dengan penung keterkejutan, entah mengapa kaki dan tangan kelima gadis itu mulai bergetar ketakutan kecuali Salsa yang sedang terpana dengan ketampanan guru pria muda didepan kelas itu. Guru muda itupun mengeluarkan kata-kata pertamanya pada siswa siswi didalam kelas. Ia berkata bahwa nama lengkapnya adalah Daniel Satriya dan ia bisa dipanggil dengan sebutan Pak Daniel. Semua siswa dan siswi mulai mengangguk kepadanya dengan tetap memasang muka sedikit ketakutan melihat penggaris besar yang dibawa oleh Pak Daniel.
"Baiklah anak-anak, saya adalah guru sementara kalian. Besok kita akan mengadakan ulangan harian, jadi jangan lupa belajar." ucap Pak Daniel.
Semua siswa dan siswi dikelas tersebut termasuk keenam gadis itu, ternga-nga saat mendengar bahwa besok sudah dimulai untuk ulangan harian padahal sekarang adalah hari pertama mereka sekolah dan pada keesokannya atau pada hari kedua langsung diadakan ulangan harian. Tak banyak dari mereka yang menutup mulut dan memegang kening setelah mendengar perkataan Pak Daniel.
Semua siswa siswi disana tidak mengira secepat itu untuk melakukan ulangan harian. Pak Daniel juga menambahkan bahwa besok adalah ulangan harian untuk tes sementara yang mencangkup bab satu hingga bab lima. Keterkejutan siswa siswi mulai bertambah karena saat setelah mereka tau bahwa bab satu hingga bab lima berisi kurang lebih dua ratus halaman untuk dipelajari.
"Pak Daniel sungguh tidak waras." bisik Tiara.
"Kamu tidak boleh berkata seperti itu, bisa saja itu tugas yang dibuat oleh kepala sekolah atau pihak sekolah kita." tegur Yuna.
Tiba-tiba saja saat Yuna dan teman-teman lainnya sedang berbisik-bisik, mereka dikejutkan oleh perkataan Pak Daniel yang berkata bahwa yang berbicara dan membuat keributan akan dihukum atau keluar dari kelas. Karena perkataan itu, Yuna dan teman-temannya yang lain segera kembali berpura-pura membaca buku dengan fokus agar tidak mendapat masalah dari Pak Daniel. Tiba-tiba saja alarm sekolah berbunyi yang menunjukkan pergantian jam pelajaran, dan jam mata pelajaran selanjutnya adalah pendidikan jasmani.
Tanpa berkata apapun, Pak Daniel keluar meninggalkan kelas dengan dagu sedikit terangkat. Tak lama datanglah seorang guru wanita cantik memakai seragam olahraga, ia menuliskan namanya dipapan tulis sambil melakukan lari ditempat. Ternyata nama guru olahraga wanita itu adalah Bu Feti Tritani V, dan ia berkata panggil saja dia dengan sebutan Bu Feti.
Tiba-tiba saja ia memukul meja guru dengan keras menggunakan tangan kosong. Senyum yang tadi menghiasi wajahnya, sekarang berubah menjadi mata melotot seakan-akan ingin mengeluarkan amarah yang meledak-ledak. Dengan wajahnya yang menyeramkan itu ia berkata kepada siswa siswi dikelasnya dengan sangat keras.
"Cepat ganti baju kalian!!" teriak Bu Feti.
"Baik Bu." jawab siswa siswi dikelas.
Yuna dan teman-temannya segera mengeluarkan seragam olahraganya dari dalam tas dan segera berlari kecil menuju ruang ganti diujung koridor. Suasana disana sangat pengap dan panas karena harus mengantri dengan siswi lain. Ruang ganti hanya ada tiga ruang, yaitu ruang ganti guru, ruang ganti siswa, dan ruang ganti siswi. Tapi saat guru tidak ada yang ingin mengganti pakaiannya, ruang ganti guru digunakan para siswa.
"Kenapa harus laki-laki yang memiliki dua ruang ganti, seharusnya kan siswi. Karena jumlah siswi lebih banyak." geram Tiara.
"Sudah diam, nikmati fasilitas yang ada." ucap Salsa.
Yuna yang sempat mendengar perbincangan Tiara dan Salsa segera berfikir kenapa ruang siswi hanya satu, memang benar perkataan Tiara bahwa jumlah siswi lebih banyak dan seharusnya ruang ganti guru dipergunakan untuk siswi, bukan siswa. Sekitar lima menit berlalu, akhirnya Yuna memasuki ruang ganti dan segera mengganti pakaiannya. Yuna sangat merasa pengap didalam sana padahal terdapat sebuah AC diujung dinding. Saat Yuna hendak menyentuh AC didepannya, ternyata AC itu mati jadi pantas saja jika terasa pengap.
"Hari pertama sudah menyusahkan saja." batin Yuna.
Yuna segera bergegas keluar dari ruang ganti setelah pakaian olahraga yang ia gunakan melekat pada tubuhnya secara lengkap dan rapi. Yuna segera berlari kembali menuju kelas dengan membawa seragamnya dalam pangkuan tangannya. Setelah ia sampai dikelas, terlihat Bu Feti yang menghentak-hentakkan tangannya kepapan tulis. Perilaku itu membuat Yuna diam sejenak melihat perilaku Bu Feti. Bu Fetipun sadar bahwa Yuna sedang memperhatikannya. Dengan lirikan yang mematikan,
"Kenapa kamu melihat saya?" ucap sinis Bu Feti.
"Maaf Bu." jawab Yuna perlahan menuju tempat duduknya.
Yunapun meletakkan seragamnya diloker meja. Anehnya, Bu Feti terus menerus melihat kearah Yuna dan membuat Yuna seakan-akan menjadi seekor bayi rusa yang sedang dalam bahaya dari cengkraman seekor harimau. Setelah semua siswa dan siswi berkumpul dikelas, Bu Feti mengajak mereka untuk pergi menuju ruang olahraga. Disana mereka akan menjalani tes kesehatan dan tes-tes lainnya.
Satu persatu dari mereka diminta untuk berjalan diatas sebuah tali yang diletakkan dilantai dan jika mereka gagal, mereka harus mengulanginya sampai kapanpun hingga mereka berhasil. Sialnya, Yuna, Yewon, Erin, Salsa, Tiara, dan Linda gagal dalam menjalani tes ini hingga waktu tes untuk berjalan diatas tali habis dan mereka harus menjalani tes lainnya.
Tes kedua adalah melompat ditrampolin sebanyak minimal sepuluh kali dalam tiga puluh detik. Entah mengapa, rasa takut saat melompat menyelimuti kelima gadis itu. Sedangkan salah satu gadis yang bernama Tiara bisa melakukan sebelas lompatan ditrampolin dalam dua puluh detik saja walaupun minimal ketinggian melompat adalah setengah meter. Mereka juga menjalani beragam tes-tes lainnya hingga alarm sekolah berbunyi lagi yang menandakan jam istirahat.
Ke enam gadis itupun segera berlari kembali menuju kelas dan mengambil bekal masing-masing. Erin bertanya kepada teman-temannya yang lain dimana tempat yang sekiranya cocok disekolah itu untuk menikmati bekal disaat jam istirahat.
"Teman-teman, makan didekat lapangan basket saja yuk!" ajak Salsa.
"Kamu tau tempatnya?" tanya Erin.
"Tau dong." jawab Salsa.
Merekapun bersepakat untuk menikmati bekal didekat lapangan basket. Sebenarnya Salsa tidak berniat menikmati bekalnya, hanya saja ia ingin melihat pertandingan basket oleh kakak-kakak kelas tampan disana. Merekapun sampai disana dan segera menempati beberapa tempat duduk untuk memulai memakan bekal. Mereka menikmati makanan masing-masing tapi juga tak lupa saling bertukar makanan agar dapat merasakan makanan bersama-sama.
Tiba-tiba saja sebuah bola basket menggelinding menuju Salsa yang tengah menikmati makanannya. Salsa segera mengambil bola basket itu dan seketika datanglah seorang siswa tinggi dengan tubuh yang atletik.
Salsa sempat salah tingkah, tapi setelah itu ia berdiri dan memberikan bola basket tersebut kepada siswa bertubuh atletik itu. Salsa juga sempat bertanya nama dan kelas kepada kakak kelas itu. Ternyata nama kakak kelas yang ada dihadapan Salsa adalah Jackson dari kelas 12A. Kakak kelas itupun segera memantulkan bolanya dan kembali menuju pertandingan dilapangan basket, sedangkan Salsa masih terlelap dalam asmaranya yang mengagumi kakak kelas bertubuh atletik itu.
Akhirnya Salsa pun sadar di karenakan bunyi alarm sekolah yang menunjukkan bahwa akan memasuki jam pelajaran ke tiga. Salsa sempat menghela nafas dengan ekspresi kesal karena ia belum selesai memakan bekalnya dan ternyata Yuna dan teman-teman yang lainnya sudah pergi terlebih dahulu menuju kelas dan meninggalkan Salsa sendirian. Dengan ekspresi kaget dan kesal yang tercampur aduk pada muka Salsa, iapun segera berjalan sambil menghentakkan kakinya menuju kelas.
Dikelas, semua siswa siswi terlihat sudah berada di tempat masing-masing kecuali Salsa yang masih belum terlihat. Tapi sudah terlambat, Pak Daniel sampai didalam kelas dan segera menuju meja guru.
Tepat setelah itu, Salsa baru saja sampai menuju kelas. Sebelum Pak Daniel tau bahwa ada satu siswi yang belum kembali kekelas, lebih baik Salsa langsung berlari menuju bangkunya. Waktu itu tuhan sedang melindungi Salsa karena Pak Daniel tak sempat melihat ada bangku yang kosong dan saat ia duduk di meja guru, Salsa sudah duduk rapi ditempatnya.
"Kamu beruntung, Pak Daniel tidak tau kamu terlambat masuk kekelas." bisik Yuna.
"Iya, semoga saja aku tidak mendapat masalah." bisik Salsa balik.
Pak Daniel pun melihat kesekeliling kelas dan memastikan bahwa semua siswa dan siswi sudah masuk kekelas. Setelah dirasa sudah, Pak Daniel mengeluarkan buku paket dari laci meja guru.
"Baiklah anak-anak, buka buku paket halaman dua hingga halaman enam,"
"Baca halaman tersebut dan kerjakan tugas latihan pada halaman tujuh. Saya ada perlu sebentar." ucap Pak Daniel.
Pak Daniel pun segera beranjak keluar kelas menuju kantor atau ruang guru.
"Dasar guru tidak tau malu. Tidak menjelaskan pelajaran, memberi tugas pula." ucap Linda.
"Iya, dasar guru honorer." sambung Tiara.
Seketika keenam gadis itu tertawa perlahan dibangku masing-masing tapi mereka tak sadar bahwa suara tertawa mereka terdengar hingga keluar kelas. Matahari yang berasal dari timur telah berjalan menuju sedikit condong kearah barat menunjukkan bahwa hari pagi mulai berubah menjadi sore.
Lonceng sekolah dibunyikan pertanda sekolah selesai dan waktunya pulang kerumah masing-masing. Diluar gerbang sekolah, Yuna, Yewon, Erin, Tiara, Salsa, dan Linda saling melambaikan tangan dan pergi kearah yang berbeda untuk pergi menuju rumah masing-masing.
Sesampainya Yuna dirumah,
"Aku pulang." ucap Yuna.
"Yuna kemari." sahut Ayah Betor.
"Ada apa yah?" tanya Yuna.
Yuna pun mengikuti langkah ayahnya menuju ruang keluarga, disana terdapat Ibu Sinta dan Adik Rendi.
"Kenapa kemarin adikmu keluar dari kamarnya saat masih waktu bersekolah?" tanya Ayah Betor.
Dengan ekspresi cemas, Yuna melihat adiknya yang berada didekat Ibu Sinta sedang menahan tangis, akhirnya Yuna pun segera menjawab pertanyaan Ayah Betor.
"Kemarin dia ingin meminjam pensil warnaku, tapi saat itu pensil warnaku tidak ada," ucap Yuna sambil melihat adiknya.
"Apa itu benar Rendi?" tanya Ibu Sinta.
Rendi pun melihat kedipan mata kakaknya. Dengan penuh keyakinan ia segera menjawab pertanyaan ibunya walaupun itu memang sebuah kebohongan, tetapi ia terpaksa agar ia dan kakaknya tidak mendapatkan hukuman lagi.
"Iya bu, yang dikatakan kakak benar." jawab Rendi.
"Rendi, kalau kamu membutuhkan sesuatu bilang kepada ayah dan ibu. Ayah dan ibu pasti akan berusaha mencukupi kebutuhan kamu." ucap Ibu Sinta.
"Baik bu, Yah tolong maafkan Rendi ya." ucap Rendi pada Ayahnya.
Keluarga Yuna pun saling memeluk satu sama lain dengan erat, dalam pelukan itu menghasilkan kehangatan harmonisnya keluarga yang sangat mereka inginkan setiap saat dimanapun dan kapanpun.
Sisa-sisa waktu hari itu berjalan begitu cepat dan tak terduga. Hingga mentari terbenam dan terbit lagi. Sekarang Yuna, Yewon, Erin, Tiara, Salsa, dan Linda sedang melaksanakan ulangan harian pertama mereka. Karena takut nilai mereka menjadi jelek disaat ulangan harian pertama, mereka sepakat akan bergantian menggunakan sebuah kertas berisi contekan yang dibuat oleh Yuna saat kemarin malam. Tapi hal tak terduga terjadi menimpa mereka, mereka berebut kertas itu hingga membuat kegaduhan yang mengakibatkan mereka tertangkap basah oleh Pak Daniel. Karena hal tersebut, mereka berenam dihukum dipojok belakang kelas berdiri mengangkat kedua tangan hingga sekolah usai.
Ulangan harian mereka yang pertamapun hanya mendapat nilai sebesar sepuluh poin karena telah diketahui membawa contekan dan sudah membuat ulah dikelas.
The Glass
Glass sendiri berarti kaca, dalam hal ini kaca saya ibaratkan seperti gadis muda yang tengah berada pada masa-masa remajanya. Kaca itu rentan pecah saat dijatuhkan dengan keras, tapi kaca juga bisa bertahan kuat dan tidak mudah menyerah menghadapi masalah. Contohnya kaca akuarium, kaca akuarium meskipun rentan pecah tapi kaca itu bisa menahan air didalamnya agar tidak mengalir keluar. Perumpamaannya seperti itu.
Kaca memang rentan pecah, tapi ia bisa juga kuat dalam menahan air diakuarium.
Sama seperti seorang gadis yang rentan menangis dan terluka, gadis remaja juga polos. Tapi mereka kuat dalam menghadapi masalah.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!