BUKAN KEKASIH GELAPKU
Marva menutup mulut dengan tangan kiri tercengang melihat dua garis biru pertanda ia sedang hamil mengandung buah hati dari suaminya Handi, cairan bening mengalir di pipi mulus Marva betapa ia sangat terharu menghadapi kenyataan saat ini, tangannya mengelus perut yang masih rata penuh sayang "Sayang terima kasih sudah hadir dalam perut, Bunda." Marva bermonolog sendiri kepada perutnya.
Kabar bahagia ini akan di sampaikannya kepada Handi sang suami nanti saat ia sudah pulang dari bekerja.
Marva sudah duduk manis sambil tersenyum-senyum membayangkan bagaimana nanti respon Handi mengetahui kalau sekarang ini mereka akan kehadiran bayi mungil anak mereka.
Di meja ruang tamu sengaja Marva menyediakan air hangat untuk Handi menyambut pulang.
"Mas, sudah sampai rupanya," Marva berdiri begitu ia melihat Handi sudah berada di dekat pintu utama rumah, Marva berjalan menghampiri Handi lalu bergelayut manja di lengan suaminya "Aku ada kabar gembira untukmu Mas, mau dengar?" tanyanya "Tapi sebelumnya minum dulu teh ini, aku sudah menyiapkannya untukmu." memberi cangkir berisi teh hangat kepada Handi.
"Minum saja sendiri. Sekarang kabar gembira apa yang ingin kau sampaikan." Handi menjawab dingin, Marva meletakkan cangkir itu kembali keatas meja.
"Aku hamil, Mas." Marva antusias mengatakan itu wajahnya berseri seri penuh kebahagian, namun lain lagi dengan Handi.
"Kau hamil!" suara Handi meninggi mengema seluruh ruangan rumah. Seketika rona kebahagian Marva musnah berganti menjadi wajah ketakutan. Lalu menundukan wajah. "Kenapa bisa? kau tidak pernah meminum kontrasepsi penunda kehamilan, setelah kita selesai bercinta, iya 'kan!" sambung Handi sarkastik. Emosi pria itu meluap luap mengetahui istrinya tidak menuruti peraturan pernikahan yang di buatnya.
"Maaf Mas, a-aku ingin punya anak darimu." jawab Marva lambat lambat, air mata tumpah mengalir di pipi mulus nya.
"Tapi aku tidak butuh anak darimu, Kau mengerti!" Handi semakin menjadi jadi mendengar jawaban dari mulut kotor Marva. Ya, itulah anggapannya selama ini.
"Tapi, Mas," Marva memberanikan diri menatap wajah Handi. Dengan gerakan kilat Handi membuang muka ke sembarang arah, tetapi Marva tidak gentar "Bukankah setiap rumah tangga menginginkan anak, kita sudah menikah selama enam bulan, Mas. kita harus segera memberikan cucu untuk orang tuamu Mas."
Handi tertawa mencela, mendengar penuturan Marva. Kini mata mereka bertemu. Wajah mereka berjarak hanya beberapa centi meter, Handi menatap Marva penuh mencela seolah olah perempuan di depannya adalah sosok yang menjijikan. "Jadi kau tidak sabar mendapatkan anak dariku, tujuanmu agar bisa menguasai hartaku. Begitu!"
"Tidak, Mas." tubuh Marva bergetar ketakutan
"Kau tidak usah munafik Marva. Kau dan wanita di luar sana sama saja, sama sama mengincar hartaku, iya 'kan." Handi memalingkan wajah tidak peduli melihat Marva sudah menangis, "Kau harus ingat baik baik Marva. Aku sama sekali tidak pernah bahagia menikah dengan kamu, tidak pernah. Hanya kau yang bahagia disini."
Suara isakan Marva sudah keluar sedari tadi sudah coba ia tahan "Mas, aku sudah mengandung anakmu tapi kau tetap tidak menganggapku,"
"Iya. Bahkan anak dalam perutmu itu bukan anakku."
"Ini anakmu. Mas,"
"Tidak akan pernah kuanggap, baik kau maupun anakmu itu sama saja bagi ku. Mengerti!" Handi tidak tahan lagi akhirnya ia berjalan meninggalkan Marva begitu saja.
Sementara Marva terduduk lemah di sofa ruang tamu, tangisannya tumpah setumpah tumpahnya, mengambil bantal sofa meredam suara isakannya menelungkupkan kepala di dalam bantal.
"Kenapa sesakit ini, takdir apa yang kujalani setelah ini. Ayah Ibu aku butuh kalian, aku ingin bercerita pada kalian." Marva membatin mengeluarkan emosi dan perasaannya.
Marva memang hidup tanpa di dampingi kedua orang tua. Beberapa tahun silam mereka bertiga mengalami insiden mengerikan di dalam rumah. Kebakaran itu telah merenggut nyawa orang tuanya, sementara Marva masih bisa di selamatkan tubuhnya kembali cantik melalui operasi plastik perbaikan.
Di saat seperti inilah peran orang tua sangat di butuhkan, Marva ingin bercerita betapa menyedihkan kisah pernikahannya, Marva ingin bercerita betapa sulitnya hidup sendirian tanpa keluarga atau sekedar sepupu tinggal di kota besar. Marva ingin berlari ke pangkuan Ibunya saat terkadang ia ingin melarikan diri dari pernikahan ini, Marva ingin bertanya kepada Ayahnya tentang mencintai seorang suami yang benar. Marva membandingkan pernikahan yang baru berumur enam bulan dengan pernikahan kedua orang tuanya begitu bahagia dan romantis. Ahh ternyata pernikahan tidak sebahagia yang ia pikirkan selama ini. Marva mengira pernikahan akan menyenangkan sama seperti kedua orang tuanya saling mencintai. Marva salah sangat sangat salah.
"Kau tidak usah sok menangis seperti itu, pergilah tidur segera." tiba tiba Handi bersuara mengagetkan Marva. Sayangnya Handi tidak menyadari perhatian kecil pada istrinya Marva.
"Kau mau kemana malam begini, Mas?" suara Marva sudah serak karena menangis. Terlihat Handi sudah rapi, tetapi mencurigakan. Tentu Marva tidak berani bertanya lebih lanjut.
"Bukan urusanmu." Handi berjalan keluar dari rumah.
Marva berdiri berjalan ke arah jendela membuka tirai gorden melihat mobil Handi perlahan menghilang di balik tembok gerbang "Aku tetap menunggumu, Mas."
🌹🌹🌹
Disinilah Handi sekarang, menatap sendu kepada seorang wanita terbujur kaku di brankas di lilit kabel kabel penyambung alat alat kehidupan dari rumah sakit. Layar EKG menampilkan garis melengkung pertanda wanita masih bernafas, walau di balik masker oksigen. Botol plastik menyerupai tabung sepertinya baru terisi oleh petugas perawat. Warna kulitnya begitu pucat seperti kehabisan darah, keadaan wanita itu begitu menyedihkan.
"Sayang, kapan kau bangun? aku sangat merindukanmu, tetapi,," suaranya tercekal berat mengatakan yang ingin di sampaikannya. Tetapi, Handi mencobanya "Sudah hampir setahun kau tak sadarlan diri
Sayang, apa yang akan kau katakan nanti, apakah kau membenci ku, apakah kau menjauhi ku. Aku sudah menikah dengan sahabatmu sendiri enam bulan yang lalu, sayang." Handi masih setia mengemgam tangan kaku kekasihnya.
Hanya dengan wanita ini Handi bisa menupahkan kelemahannya, melupakan semua kehidupan Handi yang begitu kaku dan formal. Didepan wanita ini Handi tidak perlu berpura pura menjaga nama baik keluarga, Handi begitu menyayangi wanita ini. Kekasih yang sudah di pacari selama 3 tahun kebelakang. Mimpinya ada pada wanita ini, hidup bersama dan melahirkan anak anak dari rahim wanita ini.
Namun apa kenyataan sekarang ini. Marva sahabat kekasihnya sudah menghancurkan mimpi mimpi Handi, bahkan saat ini Handi sangat membenci Marva yang sudah berani berani mengandung anak dari benihnya. Tetapi, Handi lebih membenci dirinya sendiri, karena kebodohannya satu malam. Ia sudah merusak masa depan Marva dan tentu saja masa depan cintanya.
Malam itu ia mabuk depresi memikirkan kekasihnya tidak kunjung bangun dari masa komanya. Entah bagaimana ceritanya, Handi menghabiskan malam panjang bersama gadis yang ia kira kekasihnya. Begitu pagi terjaga, Handi terbelalak melihat siapa orang yang di sampingnya.
Marva tidak hamil tetapi kasus ini entah kenapa bisa tersebar ke seluruh media, sanksi sosial mengharuslan mereka menikah secara paksa.
"Sayang, aku ingin memelukmu. Bangunlah, apa kau tidak bosan tidur terus menerus?"
Pada akhirnya Handi menghabiskan malam menemani kekasihnya di rumah sakit. Ia tidak peduli bagaimana perasaan istrinya sendiri.
👇👇👇
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
EYN
ini juga kayanya bagus 😆😆
aku bingung mau baca yang mana dulu. kok menarik semua 😅
2022-05-14
1
👑~𝙉𝙖𝙣𝙖𝗭𝖊𝖊~💣
hadir mampir disini...
2020-09-27
1
Rita Arcip
maaf Thor, aku cuman mau berbagi ilmu sedikit, soalnua author di grup bilang ingin dikrisan 😊
tangan nya => tangannya
"Sayang, terima kasih sudah hadir dalam perut Bunda."
perut nya => perutnya
di sampaikan nya => disampaikannya
preposisi "di" jika tidak menunjukkan tempat ditulis serangkai.
tersenyum senyum => tersenyum-senyum
untuk kata ulang gunakan tanda hubung (-)
"Mas, sudah pulang rupanya," sambut Marva seraya berdiri.
"Aku ada kabar gembira untukmu, Mas. kamu mau mendengarnya?" tanyanya antusias.
"Namun, sebelumnya minum dulu teh ini! Aku sudah menyiapkan ini untukmu," lanjutnya seraya memberikan secangkir teh pada suaminya.
2020-09-21
4