Kondisi Franda

Handi terbangun dari tidur tidur ayamnya, melihat jam melingkar di pergelangan tangan pukul 06:15 wib, tanpa perlu ke jendela melihat warna langit tentu ia sudah tahu ini sudah pagi. Bangkit dari sofa tunggal fasilitas ruang rawat VIP, Handi berjalan menuju brankas Franda

"Selamat pagi, sayang." sapanya walaupun tidak ada jawaban. Handi melanjutkan "Aku pulang dulu ya, mau bersih bersih. Aku mau kerja lagi. Cepat bangun sayangku." mengecup kening penuh sayang.

Niat hati ingin beranjak tiba tiba pintu kamar terbuka. Tubuh Handi menegang, orang yang dulu sangat di hormati sebagai bakal calon martua kini sudah menjadi orang yang membenci Handi.

"Om Darwin. Selamat pagi," sapanya mencoba ramah. Namun yang di sapa justru tidak sebaliknya.

"Masih berani menampilkan wajah di hadapan saya. Setelah penghianatanmu kepada putriku. Sungguh tidak tau malu." jawaban om Darwin menusuk. Sementara wanita paru baya di samping om Darwin, hanya diam sambil mencuri pandang kepada Handi, pandangan kasihan.

"Om. Maafkan saya,"

"Maafmu tidak akan mengubah semuanya." balas om Darwin cuek.

"Pah, jangan terlalu kasar bicaranya, tenangkan pikiran Papah. Ini rumah sakit." Ibu Darwin mengelus pergelangan suami mencoba menenangkan.

Mulut Handi kaku tidak berani melawan atau membantah. Ia sadar, ini murni kesalahannya telah menghianati Franda di saat kekasihnya sedang dalam keadaan setengah bernyawa.

Suara ketukan pintu dari luar mengalihkan perhatian mereka bertiga. Suasana semakin mencekam, tak kala seorang wanita berjas putih datang membawa alat alat pemeriksa.

"Wah, pagi pagi sudah berkumpul semua disini, betapa beruntungnya Franda di kelilingi oleh orang tersayangnya. Boleh saya memeriksanya?" dokter Lisa sudah menangani Franda dari awal sampai sekarang ini. Jadi, wajar bila ia sangat tahu siapa siapa saja orang yang sering menjenguk Franda, tak terkecuali juga,,. Ahhhh sudahlah, dokter Lisa mengelengkan kepala, tetap mengingat ia harus merahasiakan siapa dia.

"Silahkan Dokter." Ibu Darwin menjawab ramah.

Tangan dokter Lisa ahli memeriksa seluruh kesehatan di tubuh Franda. Hati hati dokter Lisa menekan sebuah alat di atas alis mata Franda, membuka mata Franda perlahan, menyenter sesuatu di sana. Ia harus memberitahukan ini segera,

"Pak Darwin, boleh saya berbicara dengan Bapak? ada sesuatu yang ingin saya sampaikan tentang perkembangan Franda."

"Disini saja dokter. Biar anak ini juga tahu bagaimana kondisi wanita yang telah di hianatinya." Om Darwin menyindir. Suaranya penuh kedendaman. Yang di singgung pastilah merasa tidak enak.

"Baiklah jika itu mau, Bapak." dokter Lisa tidak bisa apa apa ini bukan urusannya.

'Kecelakaan itu menghantam bagian otak dalam Franda. Sehingga menyebabkan Franda sulit bangun. Memang, operasi kemarin berhasil menutupi luka parah itu, akan tetapi kepala tetaplah kepala, otak tetaplah otak. Yang tidak bisa di donorkan oleh apapun."

"Cepatlah Dokter. Jangan berputar putar." Handi tidak sabar.

"Iya baiklah. Saya memang belum bisa mengatakan efek samping operaai otak tersebut. Biasanya efek samping itu akan terlihat setelah Franda sadar nanti. Bisa saja Franda mengalami kanker otak, itu kemungkinan hal terbesar yang akan terjadi pada Franda." Dokter Lisa menghela nafas berat. Tentu saja seorang Dokter harus mengatakan keadaan pasien sejujur jujurnya, walau itu bisa saja menyakiti pasien dan keluarga pasien. "Kita lihat perkembangannya nanti Franda sampai saat ini belum bangun."

Hati Darwin seolah di hantam batu besar menimpa dirinya. Beliau merasa bersalah dan gagal menjadi ayah yang mampu menjaga putri satu-satunya. Darwin mengelus pucuk kepala Franda sambil menangis berbisik lirik di telinga Franda "Kami sudah melakukan semuanya untukmu Franda. Bangunlah, Papah akan menjadi penopangmu saat kau bangun nanti, walaupun kau sudah tidak sesempurna dulu."

Di sudut sana Handi mematung mendengar penjelasan dokter Lisa. Andai saja waktu itu Handi menuruti permintaan Franda, pastilah Franda tidak akan menyetir sendiri dalam keadaan marah. Pertengkaran waktu itu yang membuat mereka hampir berpisah, menjadi kenangan terakhir Handi sebelum Franda mengalami kecelakaan tunggal menabrak pembatas jalan. Handi tanpa sadar meneteskan air mata penuh penyesalan. Ingin sekali ia berjalan memeluk tubuh kaku Franda di brankas sana. Tetapi ia pun cukup tahu diri, ada Om Darwin yang sudah membenci dirinya semenjak pernikahannya dengan Marva.

Rasanya sesak sekali mengingat wanita itu bahkan menyebut nama Marva dalam hati.

"Saya permisi dulu semuanya." tanpa menunggu jawaban, dokter Lisa berlalu pergi dari dalam ruangan rawat Franda, meninggalkan ketegangan kesedihan disana.

Sepeninggalan dokter Lisa, semua tidak ada bersuara. Darwin masih mengelus pucuk kepala putrinya. Ibu Darwin menangis sendirian di samping suami, sedangkan Handi berdiri kaku di dekat pintu.

"Pulanglah Nak Handi. kami akan berganti menjaga Franda. Lihat penampilanmu sudah berantakan. Maafkan perkataan Papah Franda ya. Tante yakin, suatu saat nanti suami tante akan baik lagi padamu." tadi bu Darwin berjalan menghampiri Handi, mencoba menetralkan suasana hati Handi.

"Iya, Tante."

"Satu lagi, jangan sakiti putriku Marva. Ingat, dia sekarang sudah menjadi istrimu." Bu Darwin memang sama menyayangi Marva seperti menyayangi Franda anak kandungnya. Bahkan Ibu Darwin sendiri yang menjadi wali pernikahan Handi dan Marva.

🌹🌹🌹

Pagi ini Marva kembali tidak menemukan suaminya tidur bersama di kamar mereka. Ia mendesah kecewa. Mual mualnya sudah berkurang setidaknya tidak separah pagi pagi kemarin, tubuhnya kembali terasa lebih segar bertenaga.

Untuk mengalihkan pikiran mencamuknya. Marva kembali melaksanakan aktifitas penjualan kueh online buatan tangannya sendiri. Setelah terhenti sementara semenjak awal bulan kehamilannya.

Menjajahkan kue kueh cantik di forum sosial media miliknya. Tidak sia sia. Pelanggan lamanya langsung menyerbu kueh, Marva tersenyum senang. Lumayan mengisi rekening tabungannya.

Suara pintu utama terdengar terbanting, menghentak Marva yang sedang asik bermain laptop. Ia mengalihkan perhatian suaminya sudah pulang. "Mas. Sudah pulang. Aku menyediakan air hangat untuk, Mas. Ya?" Marva mengandeng tangan Handi manja. Sesungguhnya ia bisa melihat wajah tak bersahabat Handi saat ini. Namun ia masih sanggup menutup mata akan hal itu.

"Hahh." sengaja Handi menegangkan tubuh menolak rangkulan Marva secara halus. Seketika tangan Marva tersingkir. "Saya masih menghargai mamah Franda. Itu makanya saya masih bisa bertindak sewajarnya kepadamu Marva."

Wajar. Inikah yang di maksud Handi memperlakukan Marva sebagai istri sah. Dan apa lagi? itu kata panggilan 'Saya', bukan kah kemarin Handi menamai dirinya 'Aku'. Marva semakin kecewa "Mas, menjenguk Franda lagi ya?"

"Iya. kmKau cemburu?"

"Bagaimana keadaan Franda?" salahkah Marva bertanya keadaan temannya yang sedang sakit.

"Hung,,kenapa tidak bertanya langsung pada orang tua Franda. Kau takut. Iya kan. Kita sama sama penghianat di mata Om Darwin. Dan itu semua karena kebodohanmu." Handi selalu menempatkan dirinya benar di depan Marva agar wanita yang di hadapannya ini semakin merasa bersalah.

Handi menutupi kesalahan dengan kesalahan orang lain.

"Mas. Apa aku boleh egois meminta cintamu?" Marva menatap lekat wajah tampan suaminya.

"Tidak, cintaku hanya untuk Franda. Franda dan Franda. Mengerti!"

Lagi lagi Marva di tinggal sepihak oleh Handi.

Apakah pernikahan mereka memang salah. Handi yang memulai malam itu bukan Marva. Niatnya murni menolong Handi memapah tubuh Handi yang lunglai karena mabuk, rela menjemput tengah malam. Tapi apa yang di perbuat Handi, justru sudah membuat hidup mereka berubah.

Tidak tahukah Handi disini pihak perempuan selalu salah. Marva kehilangan pekerjaan sebagai disainer roti hias di sebuah toko roti terbesar di kota ini, di juluki sebagai wanita penggoda oleh tetangga, di juluki wanita penghancur hubungan orang lain. Kenapa sanksi sosial lebih merugikan kepada pihak perempuan saja?, percuma Marva bertanya, toh orang orang sudah tidak peduli lagi scandal mereka.

"Auhh,," Marva mengusap perut yang sedikit terasa keram, "Baik baik didalam ya sayang," Marva mencoba bangkit berjalan hendak ke dalam kamar tamu, ingin membaringkan badan. Ia masih takut masuk ke dalam kamar mereka. Di dalam ada Handi. Namun kedua kakinya terasa tidak seimbang untuk menopang tubuh Marva. Ia hampir jatuh ke lantai jika saja bibi pelayan tidak segera datang membantu Marva berjalan.

👇👇👇

Terpopuler

Comments

👑~𝙉𝙖𝙣𝙖𝗭𝖊𝖊~💣

👑~𝙉𝙖𝙣𝙖𝗭𝖊𝖊~💣

hadir disini ..salam hangat dari Rahasia hati....

2020-10-03

1

Nom

Nom

Hai kak semangat update, di tunggu kelanjutannya😊
jangan lupa juga buat feedback ke karya ku yang berjudul " My sweet baby sitter "
Aku tunggu ya kak.. Makasih🤗

2020-08-26

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!