Pengalaman kehamilan pertama akan menjadi cerita setiap wanita bila sudah menikah. Bermacam macam perasaan ngidam berbeda beda setiap wanita. Berbelanja perlengkapan persiapan persalinan maupun persiapan bayi, menerapkan hidup sehat ketika masa kehamilan dan yang paling penting adalah, perhatian antusias orang orang tersayang baik suami dan martua orang tua. Semua itu akan menjadi cerita indah untuk di ceritakan.
Tetapi berbeda dengan pengalama Marva di kehamilan pertamanya, Marva melakukan semua itu seorang diri. Mengandalkan informasi yang ia baca dari internet, sesekali bibi pekerja turut membantu Nyonya mereka menemani Marva. Martuanya sudah kembali kerumah asal beberapa bulan lalu. Marva masih merasa enggan untuk sekedar bertukar pikiran dengan mamah martua. Menyiapkan susu ibu hamil setiap hari seorang diri, juga memekriska perkembangan janin seorang diri tanpa Handi. Layaknya wanita tanpa bersuami, Marva dengan sabar menerima perlakuan Handi, yang terpenting selama Handi tidak bermain fisik dan berselingkuh di depan mata. Setidaknya tidak menambah beban pikiran.
Seolah tidak memperdulikan sekitar, Marva berjalan penuh percaya diri kedalam rumah sakit membawa perut membuncit untuk menemui dokter yang selama ini menangani Marva dan calon bayi.
Marva membuka pintu setelah mendengar suara jawaban lelaki dari dalam sana.
Tersenyum, duduk didepan dokter itu. Memperhatikan wajah bersahabat Dokter Lefrando "Selamat siang, Dokter,"
"Sendirian lagi?"
Marva diam, dokter ini memang sangat perhatian padanya. Pernah sekali ada ibu hamil yang juga menjadi pasien dokter Lefrando mengatakan pada Marva, bahwa ibu itu bisa merasakan Dokter Lefrando memberi perhatian melebihi pasien pasien yang lain. Tetapi Marva menyangkal dan tidak terlalu di masukan ke dalam hati.
"Iya, Dokter."
"Hah, baiklah. Jadwal hari ini kau akan USG kan. Berbaringlah ke tempat tidur disana," tangan Dokter Lef menunjuk brankas yang cukup satu orang, tanpa banyak bantahan Marva menurutinya.
Awalnya Marva merasa risih mengetahui Dokter kandungannya adalah seorang pria. Tapi seiring berjalannya waktu, Marva mulai terbiasa dengan Dokter Lefrando bahkan akhir akhir ini mereka berdua sudah bertukar nomor telepon. Bisa di bilang Marva mulai menganggap Dokter Lef sebagai seorang sahabat baik, itu saja.
"Jangan menatapku seperti itu Dokter. Cepat lakujan USGnya." Marva salah tingkah sendiri ketika menyadari Dokter Lef menatapnya aneh. Terlalu fokus saat melamun sehingga tidak menyadari ada pria asing yang sedang mengagumi Marva.
"Uhm ok ok. Ibu hamil kalau cemberut makin cantik ya," Dokter Lef sebenarnya memuji kecantikan Marva semakin bersinar saja semenjak kehamilan Marva. Tetapi ia sadar sangat salah memulai perasaan dengan wanita yang sudah milik orang lain.
"Dokter. Aku sudah tak sabar melihat anakku nanti." ucap Marga mengelus perutnya.
Sebagai Dokter yang baik, Lefrando sangat menjaga sumpah yang ia ucapkan saat hatinya memilih dokter cita citanya.
Memeriksa setiap pasien dengan baik dan tetap dalam taraf kesopanan agar pasien tetap aman saat di periksa.
Membuka sedikit baju, lalu mengoleskan gel cairan, mengeser-geser sesuatu disana.
Layar USG menampikan manusia hampir jadi didalam berenang mengarungi air hidupnya.
"Kandungakku sudah tujuh bulan, bayiku perempuan. Astagaa aku bahagia sekali, Dokter," Marva terlihat bahagia mengusap hasil foto cetakan USG di tangannya.
"Aku lebih bahagia lagi." mulut Dokter Lef memang susah sekali di ajak. berkompromi bila berhadapan dengan wanita ini.
"Apa maksud, Dokter?"
Dokter Lef bepikir kilat mencari jawaban "Iya tentu seorang Dokter akan ikut merasa bahagia bila melihat pasiennya juga bahagia." ucap Dokter Lef terbata bata buang muka menutupi wajah meronanya.
"Oh iya, yah." jawaban Marva sungguh singkat.
"Oh iya. Kapan kau mulai memanggilku tanpa embel embel Dokter. Bukankah kita sudah berteman dekat, jadi mulai sekarang panggil namaku saja Lefrando atau,,," Dokter Lef menggantung ucapan mencondongkan badan di depan wajah Marva, meja kaca itu tidak menjadi penghalang baginya. "Kau ada panggilan spesial untukku?" tanyanya penuh maksud.
Sekarang giliran Marva yang merona, memalingkan wajah ke sembarang arah. Ini. sudah mulai tidak seperti biasanya "Tidak Baiklah aku akan memanggilmu Lefrando saja."
"Hum baiklah." jawab dokter Lef sedikit kecewa, mengubah posisi duduknya seperti semula. "Pastikan kau benar benar menjaga kandunganmu. Minum pil kehamilan yang ku berikan kemarin, jangan berpikir yang terlalu membebakanmu nanti kau bisa setres, minum susu hamil secara teratur dan jangan beraktifitas yang berat berat dulu ya. Ingat itu." jelas Dokter lef panjang lebar.
"Iya, Dokter,, ehh iya, Lefrando. Kalau begitu sudah saatnya aku pulang dulu." Marva betdiri hati hati dari kursi pasien.
Sungguh ingin sekali Lefrando menghentikan waktu di dalam ruangan agar bisa berlama lama menatap wajah itu.
🌹🌹🌹
Rumah sakit ini begitu luas dan berliku liku, Marva menyusuri lorong demi lorong menuju ruangan sesorang yang hendak ia temui. Tadi ia sudah mendapat persetujuan dari Dokter yang merawat orang itu untuk kesana. Kali ini Marva harus menyempatkan sedikit waktu untuk sekedar melihat keadaan temannya.
Pintu terkunci, Marva ternyata tidak bisa menelusup ke dalam. Satu-satunya harapan ada pada jendela kaca transparan didekat pintu. Tangan bergetar Marva menyentuh kaca itu seolah menyentuh orang yang sedang terbaring didalam.
"Franda, ini aku," Marva berlinang "Aku jahat telah merebut kekasihmu. Sengaja atau tidak aku sudah menghianatimu, Franda Maafkan aku." Marva menenggelamkan wajahnya di kaca memejamkan mata dengan isakan tangisnya "Bahkan aku sudah berani mencintai kekasihmu. Entah aku atau anak ini yang mencintai aku tidak tahu. Franda maafkan aku maafkan aku maafkan aku," Marva mengangkat wajah kembali melihat tubuh Franda tidak bereaksi sama sekali. "Tapi sunggu, Mas Handi sangat mencintai kamu. Aku hanya dapat raganya tetapi tidak dengah hatinya. Aku tersiksa Franda. Aku tersiksa karena rasa penghianatanku kepadamu, aku tersiksa karena Handi tidak menganggapku bahkan anakku sama sekali. Bangunlah Franda. Aku siap menerima apa pun yang akan terjadi saat kau akan mengetahui semua ini."
Dulu Marva dan Franda pun sering saling bercerita seperti ini, berbagi kisah bertukar pendapat, bahkan tak sering mereka menumpahkan air mata di bahu masing masing. Sayang sekali bukan persahabatan mereka akan berakhir semengenaskan ini hanya karena masalah cinta.
Apakah Marva bisa di katakan perebut kekasih sahabatnya sendiri?
Tubuh Marva menegang saat ia merasakan ada sentuhan tangan di bahunya. Dengan ragu ia berbalik ke belakang, siapa orang yang bisa mengetahui kedatangannya.
"Hapus air matamu, Nak." ibu Darwin mengusap pipi Marva penuh sayang "Takdir sudah berkata."
"Ibu," lirih Marva. Ketakutan berganti tangisan rindu kepada wanita yang sudah di anggap seperti ibu kandung sendiri.
Mereka berpelukan penuh kerinduan.
"Mungkin Tuhan lebih tahu siapa yang terbaik untuk Handi. mungkin Franda tidak akan bisa seperti dulu lagi. Dia sakit. Tuhan baik pada Handi mengirimkan wanita sepertimu, tinggal waktu yang menjawab kapan Handi menyadarinya."
"Jadi, Tuhan jahat pada Franda, makanya Franda menjadi seperti ini?"
"Tidak Nak. Kita tidak tahu alasan Tuhan menakdirkan Franda harus seperti ini. Berdoa saja agar Franda bisa menerima kehidupannya saat dia bangun nanti. Ya."
Pelukan merenggang, tangan ibu Darwin turun mengelus perut buncit Marva, "Cucu Nenek baik baik didalam ya sayang, jangan nakal nakal."
"Iya, Nenek" Marva meniru suara anak kecil. .
Mereka menghabiskan sisa waktu mengobrol seputar kehamilan Marva. Sampai waktunya pulang Marva pamit undur diri.
Sementara di dunia lain Franda sedang duduk tersenyum di bangku taman. Wewangian dari bunga bunga itu membuat Franda betah berlama lama tinggal sampai lupa pulang, ia ingin selamanya disini, tanpa ada orang yang menganggu. Rasanya begitu teduh.
"Hay gadis, kau tidak ingin pulang ke rumahmu?"
"Tidak. Taman ini akan jadi rumah baruku."
"Tetapi, masih ada orang yang ingin kau pulang. Mereka menunggumu, jangan egois seperti ini Franda. Kau masih harus merasakan hidup sebenarnya di dunia,"
"Aku takut pulang, aku akan merasakan kesakitan kalau aku pulang. Aku tidak mau membuat mereka kerepotan karenaku."
"Tidak akan. Percaya padaku."
Wanita yang bersamanya tadi pergi menghilang bersama sinar cemerlang dan angin. Apakah ia akan pulang merasakan kesakitan dua kali lipat, tetapi wanita tadi adalah mahluk yang bisa di percaya di dunianya saat ini.
👇👇👇
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Rozh
Hai Thor👋
selamat siang👍
semangat terus ya💖
mampir juga di novel terbaruku "Suami dadakan" ya💖
salam dari kisah danau hijau buatan kakek
2020-08-26
1