NovelToon NovelToon

Tentang Dia

Bab_001 Masa Lalu

"Saya terima nikah dan kawinnya Akayana Deriani Binti Ahmad Fuadi diatas diri saya dengan mahar yang telah disebutkan, Tunai!"

Suara lantang itu masih terngiang jelas dalam ingatan bahagia ku, hari yang paling bahagia dalam seumur hidup ku. Hari dimana aku menyandang status sebagai istri dari lelaki yang begitu aku cintai dengan sepenuh hati, setelah berjuang meluluhkan hati kedua orang tuanya agar memberi restu untuk kami akhirnya impian yang selama ini kami rajut berakhir bahagia, dia kini sah menjadi suami ku, imam ku, pembimbing ku, cahaya penerang ku.

Aku kira setelah hari itu maka yang akan tertulis hanya kisah bahagia, cerita penuh cinta antara dua insan yang saling mencintai. Namun ternyata semua harapan ku tidak berjalan sebagai mana yang telah ku rajut jauh-jauh hari dulu, ternyata rumah tanggah tidak semudah hayalan ku. Ku kira asal bersamanya maka semua akan baik-baik saja namun ternyata karena dengannya semua jadi hancur berantakan, segala bahagia runtuh tanpa sebab yang jelas, semua rasa cinta dan sayang terkalahkan dengan ego dan emosi yang tak terbendung, semua hancur tak terselamatkan, status yang begitu aku banggakan berakhir sudah, aku bukan lagi istrinya. Dua tahun bukanlah waktu yang mudah namun aku telah bertahan agar bahagia datang namun ternyata aku salah,  sekuat apapun tangguh ku pada akhirnya luluh dalam keputusannya.

Anand Devfran, hari ini bukan lagi milik ku, rumah tangga kami telah usai bersama surat cerai yang kini telah ku genggam erat dalam dekapan tangisan yang tak bisa ku kendalikan lagi.

~~

"Berhentilah menangis! Semua telah selesai, jangan lagi membodohi dan menyakiti dirimu sendiri, berhenti menjadi bodoh!" Tegas Jinan dengan suara lantang.

Sejak dari dua jam yang lalu Jinan hanya diam membatu menyaksikan sang sahabat yang terus-menerus menangisi rumah tangganya. Perlahan Jinan melangkah mendekati sang sahabat yang sejak tadi duduk di sofa yang berhadapan dengan dirinya. Dengan lembut tangan Jinan perlahan mengusap jilbab itam yang membalut rapi kepala Deria, dengan penuh kasih sayang ia muli mengusap pelan air mata yang terus saja membasahi wajah perempuan yang begitu ia sayangi.

"Bagaimana aku akan melanjutkan hidup ini? Cahaya ku telah hilang! Aku harus bagaimana? Jinan, aku harus apa?" Tangis Deria semakin menjadi-jadi, matanya yang mulai membengkak serta kedua tangannya yang gemetar hebat.

Dengan lembut kedua tangan Jinan menggenggam erat kedua tangan Deria ke dalam genggaman hangatnya.

"Berhenti menjadi lemah, kamu itu wanita kuat! Sebelum dia datang kamu bahkan hidup dengan begitu hebat. Bahkan sejak mama dan papa mu tiada kamu sudah cukup tangguh dan mandiri, bukankah dulu kamu masih SMP? Lantas apa yang kamu takutkan kini? Kamu hanya kehilangan laki-laki yang bahkan tidak lagi mencintai mu jadi berhenti menjadi lemah. Lagi pula kamu masih punya rumah ternyaman mu, yaitu aku. Aku akan selalu ada disamping mu, aku sahabat mu, Ria." Jelas Jinan dan langsung memeluk erat tubuh rapuh sang sahabat.

"Hmmmm, aku akan baik-baik saja. Iya kan?" Deria seolah memastikan dirinya sendiri.

"Eummmm, kamu akan bahagia setelah ini. Tetap semangat, kamu hebat!" Tegas Jinan lalu menepuk-nepuk lembut pundah lemah Deria.

Keduanya saling menguatkan satu sama lain. Jinan dan Deria sudah bersahabat sejak keduanya SD karena memang kedua orang tua mereka juga sahabatan sejak kecil. Setelah kedua orang tua Deria meninggal, orang tua Jinan lah yang menjaga dan merawat Deria dengan penuh kasih sayang, sama sebagaimana mereka menjaga Jinan. Tidak heran jika orang-orang mengira bahwa keduanya adalah saudara kandung.

Persahabatan yang tidak pernah ada rasa iri, bersaing dan menjatuhkan satu sama lain. Keduanya saling mendukung dan menjadi penyemangat bagi yang lainnnya. Setelah lulus kulian, Jinan mulai bekerja di perusahaan milik keluarganya sedangkan Deria memilih untuk menjadi dokter lalu bekerja di sebuah rumah sakit besar yang ada di kota tempat tinggal mereka selama ini, hingga membuat ia bertemu dengan Anand Devfran yang juga merupakan dokter terbaik di rumah sakit tersebut dan kini telah sah menjadi mantan suaminya.

"Selanjutnya bagaimana? Mau tinggal bersama ku? Atau pulang ke rumah papa dan mama?" Tanya Jinan setelah keadaan Deria mulai membaik.

"Aku tidak ingin menyusahkan papa dan mama, aku sudah cukup sering menjadi beban mereka berdua dan sekarang aku tidak ingin lagi mereputkan mereka berdua. Aku sudah cari rumah sejak beberapa hari yang lalu, aku akan tinggal disana." Jelas Deria.

"Apa kamu sudah bicara sama mama? Mama pasti tidak akan setuju kalau kamu tinggal sendirian." Jelas Jinan.

"Aku akan bicara baik-baik sama mama dan papa, lagi pula tempat tinggal ku yang sekarang dekat dengan rumah sakit jadi lebih memudahkan bagi aku untuk berangkat kerja." Jelas Deria mencoba meyakinkan sang sahabat.

"Kenapa tidak tinggal bersama ku? Eummm? Apa kamu tidak lagi mencintai ku?" Keluh Jinan.

"Ciiih! Apa kamu lupa kalau jarak rumah mu dengan rumah sakit butuh 1 jam perjalanan? Kamu ingin membuatku kewalahan setiap pagi malam? Lagi pula setiap hari libur aku juga bakal pulang ke sini." Deria mencoba menjelaskan segala hal yang menjadi pertimbangannya saat membeli rumah baru.

"Janji bakal sering pulang ke sini?" Tekan Jinan.

"Hmmmm janji!" Ujar Deria yang mencoba memamerkan senyuman indahnya.

"Barang-barang mu?" Tanya Jinan gantung, dia seolah enggan memperjelas pertanyaannya tersebut.

"Aku akan mengambilnya besok!" 

"Ayo pergi bersama!"

"Jinan, aku bisa sendiri. Apa kamu mengkhawatirkan aku? Tenang aja, aku bisa menghadapi semua ini." Jelas Deria mencoba untuk terlihat tegar dan kuat, ia tidak ingin membuat Jinan khawatir pada dirinya.

"Apa kamu yakin? Kamu bakal baik-baik saja jika berhadapan dengan cowok labil itu?"

"Jinan, dia mantan suami aku. Mantan, tidak ada lagi hubungan antara kami berdua, aku akan baik-baik saja. Lagi pula perceraian ini pun terjadi dengan jalan tanpa pertengkaran yang hebat, aku pasti akan baik-baik saja." 

"Hmmmm, baiklah kalau memang begitu. Tapi untuk malam ini menginaplah disini." 

"Tapi...!" Keluh Deria yang langsung mengurungkan niatnya untuk protes saat mata elang milik Jinan seolah sedang mengintimidasi dirinya.

"Mau aku laporin mama atau papa?" Ancam Jinan dengan tatapan mematikan khas milik seorang Jinan Akira sang ketua gank pas SMA dulu.

"Baiklah buk komandan, aku akan nginap disini, jadi tolong jangan buat papa dan mama khawatir."

"Siap! Perintah dilaksanakan dengan baik." Tegas Jinan yang seketika mengubah tatapan tajamnya menjadi senyuman manis yang langsung mengubah dirinya menjadi cewek feminim nan lembut.

"Kamu ini...." Cetus Deria lalu kembali bersandar dibahu kokoh sang sahabat yang selama ini selalu menjadi sandaran ternyaman bagi dirinya.

~~

Bab_002 Anand Devfran

"Sayang, tolongin..." Pinta Anand dengan suara manja saat ia kewalahan memakai kaos kakinya.

"Sebentar, aku lagi pakek kerudung." Jawab Deria yang sibuk memakai kerudung namun ia tetap melangkah mendekati sang suami yang duduk di tepi tempat tidur.

"Sini..." Lanjut Deria setelah ia berada tepat dihadapan sang suami, ia segara berjongkok lalu memakaikan kaos kaki di kedua kaki Anand secara bergantian.

"Sepertinya aku tanpa kamu bakal nggak bisa ngapa-ngapain! Terima kasih karena mau menerima semua kekurangan ku yang memang tidak tertolongkan lagi!" Ujar Anand dengan tangan yang mengusap pelan jilbab Deria.

"Aku yang bakal nggak bisa ngapa-ngapain jika tanpa kamu. Nand, terima kasih untuk semuanya!" Ucap Deria dengan suara lembut nan teduh.

"Untuk ini...?" Ujar Anand dengan tangan kiri yang langsung jail menarik ujung jilbab Deria hingga membuat jilbab yang udah terpakai rapi kini kembali berantakan.

Puas membuat sang istri kesal, Anand justru tertawa kencang saat mendapati ekspresi wajah Deria yang ingin marah namun ia tahan sekuat tenaga.

"Marah? Eummm, udah ayo sini! Biar aku bantuin benerin." Tawar Anand setelah puas tertawa.

"Ciiih! Yang ada bakal semakin berantakan, aku bisa sendiri!" Tegas Deria yang hendak berbalik meninggalkan Anand namun dengan cepat Anand menghadang langkah Deria.

"Aku serius sayang, sini!" Ujar Anand dengan suara lembut yang langsung meluluhkan Deria.

Tangan Anand dengan lembut menyentuh jilbab Deria lalu berusaha untuk merapikannya kembali, namun semua itu hanya berlaku selama sepersekian detik karena selanjutnya tangan Anand kembali membuat jilbab Deria berantakan.

"Anand..." Gumam Deria kesal.

Secepat kilat Anand mendekap tubuh sang istri tercinta kedalam pelukannya lalu keduanya sama-sama tertawa menertawakan diri sendiri.

Kenangan tentang masa indah itu perlahan menghilang bersamaan dengan suara bel pintu rumah yang di tekan berkali-kali dari luar sana. Anand yang sejak tadi duduk termenung di kamar ridurnya kini perlahan bangun lalu segera menuju ke pintu utama untuk melihat siapakah gerangan yang datang bertamu di siang hari yang begitu panas ini.

Mata Anand membulat sempurna setelah pintu terbuka yang melihat sosok yang kini berdiri tegak di hadapannya. Keduanya saling terdiam dalam waktu yang lama.

"Maaf, apa aku mengganggu waktu istirahat mu?" Tanya Deria dengan kepala tertunduk.

"Tidak, sayang...hmmmm Ria, silahkan masuk!" Ujar Anand dengan suara parau terbata-bata.

Anand segera memberi jalan untuk Deria masuk.

"Terima kasih, hmmmm aku mau ambil barang-barang aku yang masih tertinggal disini." Jelas Deria sambil terus berjalan masuk dengan disusul oleh Anand dari belakang.

"Hmmm, silahkan!" Jawab Anand lembut.

"Aku..." Keduanya berbicara secara serentak lalu sama-sama terdiam dalam waktu yang lama.

"Boleh aku yang lebih dulu ngomong?" Tanya Anand yang membuat langkah Deria terhenti.

"Hmmmm, silahkan!"

"Apa kamu bakal tinggal bersama Jinan? Atau bakal balik ke rumah papa?"

"Aku...!"

"Ria, ini juga rumah mu. Sebaiknya kamu yang tetap disini, biar aku yang keluar."

"Nggak bisa gitu, kamu pemiliknya, jadi emang seharusnya aku yang keluar. Lagi pula aku udah beli rumah kok, yah meski ukurannya jauh lebih kecil dari rumah kita, hmmmm maksud aku rumah ini, rumah kamu. Hmmmm, aku boleh masuk kan? Ada beberapa buku ku yang masih tertinggal di kamar." Jelas Deria saat keduanya berada tepat di pintu kamar yang terbuka lebar.

"Hmmmm, masuklah!" Pinta Anand yang bahkan memutuskan untuk masuk lebih dulu lalu disusul oleh Deria.

("Sayang...!" Panggil Anand manja.

Anand yang baru membuka matanya langsung teriak-teriak heboh memanggil sang istri setelah menyadari bahwa tempat tidur disampingnya telah kosong.

"Ria, sayang..." Anand kembali berteriak kali ini ia bahkan turun dari ranjang dan segera mencari keberadaan Deria.

"Berhenti teriak-teriak, ini masih pagi buta, lagi pula aku nggak kemana-mana loh!" Jelas Deria yang baru saja keluar dari dalam kamar mandi.

"Aku takut..." Keluh Anand yang bahkan langsung mendekap erat tubuh mungil Deria kedalam dekapan kekar miliknya.

"Takut? Kenapa? Jangan bercanda ya..."

"Aku takut kamu pergi tanpa pamit sama aku!" Jelas Anand dengan kedua tangan yang semakin erat mendekap tubuh Deria.

"Kan, mulai lagi becandanya! Udah buruan gih siap-siap, kamu ada operasi pagi ini kan?"

"Semalam kan udah operasi!"

"Semalam? Operasi? Bukannya semalam kita libur?" Tanya Deria dengan wajah kebingungan, antara ingatannya yang salah atau bagaimana.

"Hmmm operasi berdua, dengan mu, disini!" Goda Anand lalu perlahan melonggarkan pelukannya dan secepat kilat mengedipkan matanya dengan aura mesum yang memenuhi seluruh wajah tampannya.

"Benar-benar! Buruan mandi sana!" Tegas Deria kesal lalu cepat-cepat mendorong tubuh kekar Anand untuk masuk ke kamar mandi.)

"Anand Devfran..."

Suara pelan Deria yang memanggil nama lengkapnya seketika menghancurkan semua masa lalu indah yang baru saja singgah dalam ingatannya. Anand yang sejak tadi hanya berdiri mematung di jendela sana kini mengarahkan fokusnya pada sang mantan istri yang terlihat sedang memasukkan buku-buku yang awalnya tersusun rapi di rak kini perlahan berpindah kedalam dus yang ada di lantai.

"Hmmm, iya..." Jawab Anand dengan wajah penuh kebingungan, karena selama ini Deria tidak pernah memanggil nama lengkapnya.

(Dia benar-benar membentang jarak, kayak semuanya telah usai, aku yakin dia pasti sangat membenci ku, dia benar-benar terlihat begitu mebenci diriku) Tegas hati Anand setelah sejenak menatap wajah teduh milik Deria namun terlihat begitu tegas.

"Apa kamu masih membutuhkan ini?" Tanya Deria dengan tangan kanan yang memegang sebuah buku yang bersampul coklat yang terlihat begitu tebal dan di pinggirnya di penuhi dengan kertas-kertas post-it yang berwarna-warni.

"Itu milik mu, ambillah!"

"Tapi bukankah kamu yang lebih sering memakainya?"

"Hmmm, aku memakainya karena itu adalah milik mu!"

"Anand..."

"Maaf, sekarang aku tidak membutuhkannya lagi!"

"Kamu yakin??"

"Hmmm, sangat yakin! Semua milik mu ambillah semuanya jangan lagi ada yang tersisa disini!"

"Aku hanya butuh barang milik ku jadi aku tidak akan mengambil satu pun barang milik mu, apapun itu." Tegas Deria yang terlihat mulai terbawa emosi.

"Ya udah tinggalin aja, biar aku buang atau bakar sisanya! Nggak guna lagi kan, berarti udah jadi sampah!" Gumam Anand yang juga mulai terbawa situasi panas.

"Sekalian aja bakar semuanya, kalau perlu rumah ini sekalian. Runtuhkan atau bakar semuanya, aku nggak peduli!" Tegas Deria dengan amarah yang meluaplah sudah.

Tubuh Deria berdiri kokoh di samping rak buku, tatapannya begitu tajam terus tertuju pada Anand yang berdiri tidak terlalu jauh darinya.

"Apa memang harus seperti ini? Anand, apa memang semuanya harus jadi begini? Inikah mau mu? Jika iya, tolong hiduplah dengan bahagia agar luka ku ini tidak sia-sia." Jelas Deria dengan air mata yang perlahan menetes dari pertahannya.

Deria segera keluar dari sana dengan membawa serta satu dus buku di tangannya.

Anand masih mematung tanpa beranjak sedikitpun, ia benar-benar tidak tau harus bagaimana.

~~

Bab_003 Rasa Itu

"Ria..." Suara pelan Anand yang terus melangkah mengikuti langkah kaki Deria pada akhirnya membuat Deria mau tidak mau kembali menghentikan langkahnya.

"Apa masih ada yang ingin kamu bicarakan?" Tanya Deria setelah berbalik untuk menghadap kearah dimana Anand berada.

"Semoga kamu bahagia! Bertemu lah dengan lelaki baik yang bisa terus menetap bersama mu. Jangan lagi tinggal dalam masa lalu kita yang begitu gelap, segalanya telah usai, Ria. Kamu berhak untuk bahagia." Jelas Anand dengan menundukkan wajahnya.

Lama saling terdiam, namun mata Deria terus menatap kearah Anand yang sejak tadi terus berusaha membuang pandangannya dari Deria.

"Lalu, apa selama dua tahun ini kamu tidak bahagia bersama ku. Ahhhh dua tahun? Kita bahkan sudah bersama jauh sebelum dua tahun yang lalu." Jelas Deria dengan keadaan yang begitu kesal.

"Tuh kan! Lagi-lagi kamu salah paham, bukan itu maksud aku...!" Keluh Anand yang kini memberanikan diri untuk membalas tatapan Deria.

"Hmmm, memang aku yang selalu salah dan kamu yang paling benar." Tegas Deria yang terlihat begitu malas jika harus kembali berdebat dengan sang mantan suami.

"Apa selama ini kamu begitu kesal dan benci pada ku?"

"Sudahlah! Aku tidak ingin lagi membahas apapun itu tentang kita, toh semua hanya tinggal kenangan. Aku pamit, jaga dirimu baik-baik, teruslah hidup sampai aku bisa membalas rasa sakit ku ini pada mu!" Tegas Deria dan lekas pergi, keluar meninggalkan rumah yang selama dua tahun ini menjadi tempat ia pulang.

"Hmmmmm, aku akan terima semua rasa sakit itu jika semua itu bisa membuat hidup mu bahagia, Deria." Ungkap hati Anand dengan mata yang terus menatap bayangan sosok Deria yang kini telah menghilang dari pandangannya.

~~

"Bunda...." Ucap Deria bersamaan dengan langkah kaki yang spontan berhenti saat dirinya mendapati sosok Diana yang baru saja muncul dari balik pintu gerbang rumah.

Diana pun ikut menghentikan langkahnya, keduanya sama-sama mematung dengan mata yang saling menatap satu sama lain.

"Apa kamu baru selesai berkemas?" Tanya Diana yang tidak lain adalah ibunda dari Anand.

"Iya bunda, aku mampir untuk mengambil beberapa buku ku yang masih tertinggal disini." Jelas Deria.

"Kak Ria..." Ujar Arman yang baru muncul dari balik gerbang.

"Arman, hmmmm, kalau gitu aku pamit dulu bunda." Ujar Deria yang terasa begitu canggung.

"Hmmmmm!" Ujar Diana dengan berat hati, matanya terlihat jelas begitu berkaca-kaca.

"Apa abang ada di dalam?" Tanya Arman yang kembali membuat Deria menghentikan langkahnya yang baru saja hendak beranjak dari sana.

"Iya, dia ada di dalam." Jawab Deria singkat.

"Apa dia mengatakan sesuatu pada kak Ria?" Tanya Arman.

"Udah dek, berhenti membuat kak Ria mu merasa canggung. Udah ayo kita masuk!" Tegas Diana yang segara membawa Arman segera melangkah masuk ke dalam rumah.

Deria tidak langsung meninggalkan lokasi tersebut, sejenak dia terdiam dengan pandangan yang terus tertuju pada sosok Diana dan Arman yang akhirnya menghilang ke balik pintu utama rumah mewah tersebut.

"Hufffff! Sebaiknya aku jangan lagi bertemu dengan keluarga ini, rasanya canggung sekali, beberapa hari yang lalu kita bahkan makan di satu meja tapi hari ini kenapa terasa begitu asing? Padahal mereka tidak harus bersikap dingin padaku seperti ini. Aku kira bunda sudah merestui pernikahan kami tapi ternyata...hufffff, sudahlah! Lagi pula semuanya telah usai begitu pula dengan rasa ini, semuanya tidak akan lagi sama seperti dulu jadi sebaiknya aku yang harus menjaga jarak dari keluarga ini." Tegas Deria pada dirinya sendiri lalu segera pergi dari sana.

~~

Anand terlihat begitu buru-buru ia bahkan terus berlarian disepanjang lorong-lorong rumah sakit, hingga akhirnya ia sampai di meja resepsionis dengan napas yang terdengar jelas begitu ngos-ngosan serta keringat yang membasahi hampir seluruh wajahnya.

"Dokter Anand..." Ujar seorang perawat yang juga sedang berdiri di depan meja resepsionis.

"Sorry aku telat! Nita, apa ruangan operasi udah siap?" Tanya Anand masih dengan napas yang memburu.

"Sudah dokter!" Jawab Nita sedikit tertahan ia bahkan saling menatap dengan Rudi sang resepsionis yang berada tepat dihadapan mereka yang hanya terhalang oleh meja kerja.

"Aku akan langsung siap-siap!" Jelas Anand dan berlalu dari sana.

"Kenapa kamu cuma diam aja?" Tanya Nita kesal.

"Aku juga bingung harus gimana ngomongnya!" Keluh Rudi yang terlihat serba salah.

"Haissssh!" Gumam Nita kesal namun segera menyusul langkah Anand.

"Kenapa?" Tanya Anand yang paham saat diikuti oleh Nita dari belakang.

"Hmmmmm, jadwal dokter hari ini sudah dialihkan ke dokter baru." Penjelasan Nita sukses membuat Anand menghentikan langkahnya.

"Semuanya?" Tanya Anand memastikan.

"Tidak dok, hanya untuk jadwal sampai siang aja, selebihnya masih menjadi jadwal dokter Anand." Jelas Nita.

"Hmmmmm!" Ujar Anand dengan suara pelan lalu kembali melangkah.

"Gimana?" Tanya Rudi saat mendapati Nita yang kembali ke meja resepsionis dengan keadaan yang begitu tidak nyaman.

"Hufffff!" Nita menghela nafas berat.

"Apa dia mengamuk? Dia marah-marah nggak jelas? Atau mungkin....!" Rudi menggantungkan ucapannya, matanya terlihat terus menilik bola mata Nita untuk mencari jawaban yang pasti.

"Hmmmmm, hanya itu reaksinya! Aku malah jadi takut!" Keluh Nita.

"Hmmmm? Kamu yakin? Apa kamu nggak salah dengar? Serius itu jawaban dari dokter Anand? Anand Devfran?" Tanya Rudi memastikan, dia terlihat tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.

"Justru itu, aku semakin bingung dan takut..." Keluh Nita dengan tangan kanan yang langsung menopang keningnya yang terasa pusing saat kembali memikirkan tingkah aneh sang dokter yang selama ini tidak pernah ia lihat seperti hari ini.

"Takut? Bingung? Kenapa? Siapa yang sedang kalian bicarakan? Apa itu aku?" Tanya seorang dokter yang tiba-tiba muncul entah dari arah mana yang jelas kini ia sudah bergabung dengan Rudi dan Nita.

"Dokter..." Ujar keduanya dengan menundukkan kepala memberi hormat pada dokter baru.

"Jadi aku yang sedang kalian bicarakan? Apa karena aku pendatang baru disini?" Tanyanya lagi namun terdengar begitu santai, dia terlihat begitu friendly meski statusnya sebagai seorang dokter spesialis yang memang di rekrut langsung oleh direktur rumah sakit.

"Bukan dokter, kami tidak sedang membahas tentang dokter kok." Jelas Rudi.

"Gimana operasi pertamanya di rumah sakit ini dok?" Tanya Nita yang berusaha mencairkan suasana dengan mengalihkan ke topik pembahasan lainnya.

"Seru, lagi pula semua rumah sakit sama aja kan. Ya udah aku akan cari ruangan aku dulu, bye..." Jelasnya dengan senyuman lebar.

"Mau aku bantu antarkan?" Tawar Nita.

"Dengan senang hati..." Jawabnya.

"Dokter Ria..." Sapa Rudi dan Nita saat melihat Deria baru saja datang.

"Hai...! Hmmmm,,,ini....?" Ujar Deria.

"Ini dokter baru kita Dok, dokter Dariel Ervans spesialis ortopedi yang bakal menjadi teman seruangan dokter Anand." Jelas Nita memperkenalkan sang dokter baru.

~~

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!