Rumah Sakit

Keira menggaruk kepalanya yang tak gatal, bagaimana ia menjelaskan pada ibunya dan Bara bahwa dirinya baik-baik saja.

"Aku baik-baik saja," ulang Keira setengah berteriak di telepon. Ia melirik Ibunya dengan kesal.

"Aku bahkan bisa memahami kata-kata suster dan dokter yang sama bingungnya kenapa orang waras memaksa ke rumah sakit!"

Ny Lestari pura-pura meminum teh.

"Nggak perlu pulang." Keira menambahkan dengan lembut.

"Hm, ya ... baiklah."

Keira menutup telepon dan membanting ponselnya ke tempat tidur. Mereka sedang berada di kamar VIP rumah sakit.

"Aku mau melihat gadis itu," kata Keira sambil berdiri. Ny Lestari segera menghalangi jalan Keira.

"Jangan bodoh Keira! Ada wartawan di luar sana. Kamu, walaupun tak sakit apa pun harus berpura-pura sakit agar beritanya imbang."

"Bu, aku baik-baik saja. Gadis itu yang kelihatannya patah tulang." Keira terlihat resah lalu ia teringat pada Dizza.

"Di mana Dizza?"

Ny Lestari mengangkat tangannya lalu menunjuk ke sebelah ruangan. Keira menepuk dahinya.

"Adikmu lebih bisa diandalkan. Ah, kurasa dia bisa menjadi bintang film ternama."

Ny Lestari menahan tawanya.

Keira tahu ada yang tidak beres. Ia bergegas berjalan keluar kamar untuk menemui Dizza di kamar sebelah. Namun baru saja ia membuka pintu, kilatan kamera menyambar wajahnya. Keira refleks menutupi wajahnya dan Ny. Lestari dengan sigap menggiring anaknya menuju kamar Dizza sambil memasang wajah sedih.

"Beginilah Keira, sesakit apa pun dia, dia selalu memikirkan adiknya."

Keira muak mendengar ibunya namun ia tak berkomentar apa pun.

"Nona Keira, apa benar gadis itu mendorong anda agar tertabrak mobil?" seorang wartawan memberondongnya dengan pertanyaan.

Keira menghentikan langkahnya menatap Ny Lestari yang segera mendorong Keira masuk kedalam kamar Dizza sebelum Keira memberikan pernyataan yang memberatkan keluarganya.

"Kak, Kakak baik-baik saja?" Dizza menghambur untuk memeluk Keira. Keira melepas pelukannya dan mengamati Dizza yang tampak baik-baik saja.

"Ah, kita terpaksa terjebak di sini." Dizza menghempaskan badannya ke sofa dan menggigit apel.

"Di mana gadis itu?" tanya Keira.

Dizza mengangkat bahu.

"Entah ibu menempatkanya di mana. Dia di rumah sakit ini juga."

Keira ikut menghempaskan diri di sebelah Dizza. Keduanya menikmati potongan apel sambil menonton TV.

Keira sibuk dengan pikirannya sendiri.

"Apa yang kamu katakan pada mereka?" tanya Keira.

"Aku nggak mengatakan apa pun. Ibu yang memberi pernyataan."

"Ayah bagaimana?" tanya Keira khawatir.

"Seperti biasa, dia hanya bilang 'Bereskan masalah kecil ini' ya seperti itulah," jawab Dizza sambil menertawakan sebuah iklan di TV.

Keira memandang Dizza dengan kesal lalu mematikan TV membuat Dizza cemberut.

Keira berkata akan keluar dari rumah sakit. Baru saja ia berdiri, Ny Lestari masuk ke dalam kamar tergopoh-gopoh, di belakanganya Tuan Kusuma berdiri menatap Keira dan Dizza bergantian.

Keira berdiri canggung dan menyapa Tuan Kusuma dengan hormat.

"Kamu baik-baik saja?" tanya Tuan Kusuma pada Keira.

"Ayah tak melihatku?" tanya Dizza.

Tuan Kusuma memandang Dizza lalu terbatuk pelan.

"Kudengar kakakmu yang nyaris tertabrak mobil saat kau berteriak-teriak di pinggir jalan."

Keira mengulang dalam hati kata "Kakakmu" yang diucapkan Tuan Kusuma.

"Aku baik-baik saja, Ayah." Keira menjawab pelan.

"Ayah, aku juga terluka." Dizza menunjukan lebam di tangannya.

"Bukankah kamu yang menampar gadis itu?" Tuan Kusuma bertanya lagi.

"Hentikan tingkah kekanakanmu. Jangan lagi menyebabkan dirimu atau kakakmu dalam bahaya. Mengerti?"

"Ya, Ayah." Dizza menjawab pelan.

"Sudahlah sayang ...." Ny Lestari mencoba menenangkan suaminya yang terlihat kesal pada Dizza.

Keira memandang mereka dan Dizza bergantian. Mereka tampak seperti keluarga bahagia. Ayah yang memarahi anak-anaknya dan ibu yang membela.

Keira mendadak muak dan kepalanya menjadi pusing, sekejap dia limbung dan nyaris jatuh. Tuan Kusuma menahan lengan Keira.

"Maaf Ayah, aku baik-baik saja." Keira berusaha berdiri tegak.

"Kembali ke kamarmu. Jaga dirimu, pernikahanmu tidak akan lama lagi."

"Ya Ayah." Keira berpamitan dan kembali ke kamar. Tuan Kusuma menatap Dizza dan juga menyuruhnya istirahat lalu ia menatap Ny Lestari yang memotong-motong apel.

"Duduklah sebentar di sini," Ny Lestari menepuk sofa. Tuan Kusuma tak menjawab, namun ia duduk di sebelah istrinya.

Dizza menatap keduanya lalu memotret mereka, ia mengirimkannya pada Keira.

Lihatlah, tiba-tiba aku iri pada mereka. LoL!

Keira menerima pesan itu lalu membalas.

Duduklah di tengah-tengah mereka kalau kamu berani.

Lama tak ada balasan. Lalu Keira menerima pesan lagi berupa foto Tuan Kusuma, Ny Lestari dan Dizza yang berdiri di depan mereka. Sangat jelas bahwa kedua orang tua mereka tak menyadari Dizza mengambil Selfie.

Keira tertawa tapi ia tak membalas lagi. Ia membuang ponselnya ke sofa, lalu berbalik tidur. Ia tak mengantuk, tapi lelah.

Tiba-tiba ia menangis sendirian tanpa sebab. Akhirnya Keira benar-benar tertidur.

*

Evan memberondong Nada dengan berbagai pertanyaan dan tak henti-hentinya memarahi kecerobohan Nada.

"Sekarang mereka pasti memutarbalikan fakta!" Evan menggeram kesal.

Nada tampak cuek memakan jeruk.

"Suruh mereka sekalian memutarbalikkan tulangku, rasanya mau lepas semua," kata Nada.

"Apa kamu baik-baik saja?" tanya Evan khawatir, tak peduli pada kekonyolan Nada.

"Apa kakak lihat aku baik-baik saja?" Nada balik bertanya dengan kesal.

"Bukannya kamu sering menggelinding, jatuh, babak belur dan sebagainya?" balas Evan.

Nada mendengus kesal.

"Tidakkah Kakak lihat tulangku nyaris patah!"

"Baiklah maafkan aku, aku akan memanggil dokter," kata Evan cepat.

"Jangan! dokter itu hanya membuat tulangku semakin sakit. Sebenarnya ini mungkin hanya memar. Untuk apa aku dibawa kerumah sakit ini, aku akan keluar saja."

Evan memandang Nada iba.

"Kamu mau berobat di mana? Sudahlah, kalau mereka tidak menanggung biayamu, aku yang akan membayar," kata Evan.

Nada berbinar, "Sungguh?"

"Sebulan kamu bekerja di toko tanpa gaji!" Evan tertawa puas. Nada menggerutu.

"Tapi aku penasaran, apa wanita itu baik-baik saja?" tanya Nada.

Evan mengangkat bahu. Sejujurnya dia juga penasaran apakah Keira baik-baik saja.

"Wanita itu, semakin lama aku melihatnya, semakin aku merasa pernah mengenalnya." sambung Nada.

"Sepertinya kamu mulai gila!" Evan memegang dahi Nada dan terkejut karena suhunya terasa panas.

"Badanmu panas seperti ini kenapa kau masih punya kekuatan untuk bicara?" tanya Evan heran. Nada memegang dahinya.

"Entahlah, aku sebenarnya sedikit merasa pusing." Nada mengakui.

Evan memeriksa tangan Nada yang juga terasa panas lalu ia memanggil suster.

"Aku akan pergi sebentar, kamu dengarkanlah kata suster. Jangan berpikir untuk lari dari rumah sakit, aku akan menanggung biayamu," kata Evan.

Nada menatap Evan,"Kak, kau terdengar keren. Aku sungguh ingin menikahimu," kata Nada senang.

Evan melotot dan menjulurkan lidahnya dengan kesal. Nada memegang kepalanya yang pusing dan sekelebat sekeping kenangan muncul di ingatannya.

"Kakak janji akan datang menjemputmu. Kakak janji akan datang!"

Nada memegang kepalanya, "Apakah aku sungguh-sungguh punya kakak?" tanyanya dalam hati.

*

Keira membuka matanya, ia kaget menyadari dirinya tertidur dan lebih kaget lagi saat ia melihat sebuah tangan mendekapnya. Keira berbalik dan menatap Bara yang tertidur sambil memeluknya. Keira berusaha bangun tanpa membangunkan Bara, namun terlambat, pria itu terusik. Ia mengucek matanya dan tersenyum.

"Kamu sudah bangun rupanya."

"Kenapa ke sini?" tanya Keira sembari duduk di atas tempat tidur.

"Aku menelponmu sebanyak 15 kali tanpa jawaban. Aku menelpon keluargamu dan tak ada yang menjawab. Aku khawatir, jadi aku langsung ke sini dan menemukan ponselmu di sana." Bara menunjuk sofa.

"Lalu aku melihatmu tergeletak di sini. Kupikir kamu sekarat ...." Bara menguap.

"Ternyata kamu hanya tidur cantik." Bara tertawa.

"Bukankah sudah kukatakan aku baik-baik saja?"

"Tapi kamu nggak menjawab teleponku."

"Maafkan aku, aku nggak mendengarnya tapi bagaimana bisa kamu meninggalkan pekerjaanmu?"

"Dan bagaimana bisa kamu tak menjaga diri hingga terdampar di sini?" Bara balik bertanya.

"Ini salah paham. Kamu kembalilah bekerja." Keira merasa tak enak hati

"Aku ingin kembali, tapi perjalanan ke sini membuatku lelah. Ijinkan aku tidur di sini sejam lagi." Bara memohon.

eira tersenyum. "Tidurlah..."

Bara duduk tegak lalu memeriksa wajah Keira.

"Tapi apa kamu sungguh baik-baik saja? Kamu tidur cukup lama, " tanya Bara serius.

Keira mengangguk. "Aku hanya lelah."

Bara merapikan rambut Keira lalu tersenyum, "Baiklah, aku percaya.."

Keira balas tersenyum tapi entah mengapa hatinya terasa kosong.

"Sini, berikan tanganmu." Bara kembali berbaring lalu mengambil tangan Keira dan mendekapnya sembari kembali memejamkan mata.

Keira yang masih dalam posisi duduk menatap tunangannya dengan perasaan hampa.

"Kei ...."

"Ya ...."

"Aku cinta kamu." ucap Bara sambil menguap.

"Hmm ...." Keira hanya berdeham lalu kembali termenung.

*

Setelah Bara pergi, Keira mengendap-endap keluar dari kamar. Ia mencari-cari gadis yang bertengkar dengan Dizza, tapi ia tak mengetahui namanya. Maka ia berjalan-jalan di sepanjang lorong dan mengintip dari kaca pintu.

Keira merasa lelah namun ia penasaran. Ia tak mungkin bertanya pada perawat dan menimbulkan keributan. Keira berhenti saat mendengar seorang perawat jaga berbicara dengan temannya.

"Pasien di kamar 602 benar-benar tangguh.

Tulang kakinya nyaris patah, tapi ia terlihat santai."

"Pasien yang datang tadi sore bersama dengan pasien VIP, ya?"

Temannya mengangguk. Keira bergegas mencari kamar 602, ia ragu untuk mengintip namun karena sudah sampai maka ia memutuskan untuk mengintip. Kamarnya kosong. Keira mengintip sekali lagi.

"Sedang apa kamu?" sebuah suara mengagetkan Keira. Gadis itu sedang memakai tongkat berjalan terseok-seok mendekati Keira.

"Kamu masih bisa berjalan dengan kondisi seperti itu?" tanya Keira heran.

"Apa kamu mengharapkan aku terbaring lemah? Aku bahkan masih bisa menendang orang dengan kondisi seperti ini," jawab Nada ketus. Keira mulai kesal.

"Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Nada lagi sambil membuka pintu.

"Lupakan." Keira berbalik.

"Tak perlu merasa bersalah. Aku baik-baik saja. Katakan pada adik kesayanganmu, aku tidak akan menuntutnya jadi berhenti mengirim orang-orang untuk membujukku!"

Keira menghentikan langkahnya.

"Dan bisakah kamu tolong ambil kembali amplop yang ditinggalkan ibu kalian di dalam?Jangan salah paham, aku tak berniat mengambilnya. Tapi nyonya itu meninggalkannya begitu saja."

"Ibuku ke sini?" tanya Keira kesal. Nada mengangguk. Keira segera pergi tak peduli pada Nada yang berteriak menyuruhnya kembali mengambil amplop.

Terpopuler

Comments

Bunga Ariel

Bunga Ariel

bener bener wanita tangguh nada

2020-09-27

1

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 68 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!