Keira pulang ke rumah dengan sambutan Dizza yang melayangkan sebuah album foto. Apalagi kalau bukan album pertunangannya. Meski letih, Keira masih bisa menanggapi semua celotehan Dizza yang manja. Ia bergelayut di lengan Keira dan mengomentari semua foto yang ada di album.
Keira menatap foto-foto itu sembari tersenyum sendiri hingga tak menyadari Lestari mendekat. Melihat kedua putrinya sedang tertawa melihat-lihat album foto di pangkuan Keira, Lestari ikut tersenyum.
"Dizza, ayah memanggilmu, " kata Lestari seraya menyuruh Dizza segera pergi ke ruang kerja Kusuma.
Dizza mengomel mengatakan bahwa ayahnya selalu menjadi orang yang merusak suasana. Penuh kesabaran Lestari menasehati Dizza agar tidak mengatakan hal yang tidak masuk akal tentang ayahnya. Nasihat Lestari membuat Dizza tertawa lalu segera berlari mencari Kusuma.
Sepeninggal Dizza, Lestari mendekati Keira yang serius memandang foto keluarga mereka di pesta pertunangan yang lalu.
"Kita benar-benar terlihat seperti sebuah keluarga," ucap Keira lirih.
"Apa maksudmu? Kita memang keluarga," kata Lestari sembari mengambil secangkir teh yang ada di meja.
Tak memperhatikan Lestari yang bersantai, Keira masih memandang fotonya yang bersebelahan dengan Dizza.
"Kalau dia masih ada, pasti akan menyenangkan. Usianya sama dengan Dizza. Apa dia akan sama seperti Dizza? Suka berbelanja atau ...."
"Hentikan Keira!" putus Lestari setengah membentak Keira.
"Kenapa, Bu? Kenapa aku bahkan nggak boleh mengenangnya?!" tanya Keira marah.
"Berulang kali Ibu katakan, jangan lagi menyakiti dirimu sendiri. Lupakan masa lalu," jawab Lestari.
"Lupakan?" Keira bertanya dengan kesal.
"Tanpa Ibu perintahkan aku selalu berusaha melupakan, Bu. Melupakan semua masa buruk kita. Melupakan kalau aku yang menyebabkan adikku satu-satunya tewas terbakar!" balas Keira tak kuasa menahan tangisnya.
Sambil menghela napas, Lestari merendahkan suaranya.
"Pelankan suaramu. Jangan sampai ayahmu mendengar ...."
"Dia bahkan bukan ayahku!" pekik Keira marah.
"Keira!" Lestari kembali membentak Keira.
"Kenapa, Bu? Kenapa kita bahkan nggak boleh membicarakannya? Kenapa Ibu semudah itu melupakannya? Dia juga anak Ibu!" sahut Keira emosi.
Sadar putrinya sedang emosional, Lestari langsung memeluk Keira untuk meredakan amarah putrinya.
"Itu bukan salahmu. Kebakaran itu bukan salahmu. Adikmu pasti bahagia di sana. Dia pasti sudah bahagia. Jadi jangan lagi menyalahkan dirimu," bisik Lestari.
"Maafkan Kakak, maafkan Kakak ... Kamu pasti marah karena nggak bisa datang ke pesta pertunangan Kakak. Ah, kamu pasti sudah mengutuk Kakak sejak hari pertama Kakak mengingkari janji. Kakak bahkan nggak pernah tahu di mana jasadmu," lirih Keira sembari meratap dengan sedih.
Lestari menahan dirinya agar tidak tersulut emosi. Sudah berulang kali dia mengatakan pada Keira agar tidak pernah menyebutkan tentang adiknya di rumah ini. Namun, Keira sering membantah.
"Dia sudah pergi dan biarkan dia pergi dalam damai tanpa perlu menyebut namanya di dunia kita yang setengah neraka ini."
Begitu pesan Lestari setiap kali Keira mengingat tentang kemalangan adiknya.
Keira sudah berusaha melupakan masa lalu, tapi bayangan wajah adiknya tak mau hilang dari pelupuk matanya. Pelan-pelan ingatan masa lalu itu kembali hadir.
"Kakak benar-benar akan datang, kan?" tanya seorang gadis kecil pada seorang gadis perempuan yang lebih besar.
"Apakah kakak pernah ingkar janji?"
Gadis kecil itu tersenyum lalu menggeleng.
"Aku tahu Kakak akan selalu datang. Karena kau adalah Kakakku!" seru Gadis kecil sambil melompat gembira.
Gadis besar mengangguk senang.
"Malam ini, tunggulah Kakak. Apa pun yang terjadi, kakak pasti akan datang walaupun terlambat. Jangan katakan apa pun pada Ibu!"
"Janji?" ulang gadis kecil itu.
"Janji!" Gadis besar memeluk adiknya.
"Keira ayo pergi," ajak Lestaru memanggil Keira lalu ia berlutut di hadapan gadis kecil bernama Zea.
"Zea, maafkan Ibu karena harus meninggalkanmu seperti ini. Ibu tak akan lama. Ibu akan segera menjemputmu. Dengarkan kata-kata ibu pengawas," pesan Lestari.
Zea mengangguk lalu melirik Keira yang memberi isyarat untuk diam. Perlahan Lestari memeluk putri bungsunya.
"Kenapa bukan kakak yang tinggal di sini?" tanya Zea polos.
Lestari menatap Zea dengan iba lalu kembali memeluk putri bungsunya.
"Karena Zea akan lebih aman berada di sini."
Namun, ternyata semua itu salah. Keira tahu ibunya berbohong pada Zea. Ia tahu ibunya sudah membeli tiket ke luar negeri untuk mereka berdua. Karena tak mau meninggalkan Zea, Keira bertekad membawa Zea lari malam itu tanpa sepengetahuan ibunya.
Malam itu adalah hari paling mengenaskan dalam hidup Keira, ia gagal menepati janjinya pada Zea. Keira tidak bisa menjemput adiknya sementara Zea telah menanti Keira dengan sabar.
Saat menunggu Keira, terjadi pemadaman listrik, Zea yang ketakutan, bersembunyi di luar panti untuk menanti Keira. Entah apa yang terjadi tiba-tiba terdengar ledakan yang menyebabkan kebakaran di panti. Api dengan cepat membakar bangunan panti asuhan. Beberapa penghuni sudah melarikan diri, tapi Zea bertahan di tempatnya bersembunyi karena tidak mau Keira kesulitan menemukannya.
Keesokan harinya dikabarkan bahwa sebagian anak-anak menjadi korban dalam insiden itu, termasuk Zea.
*
Evan memandang Televisi dengan perasaan marah. Berita yang dilihatnya adalah pertunangan antara Keira Kusuma dan Bara Wijaya. Matanya tak lepas memandang sosok wanita yang selalu terlihat senyum. Di matanya, wanita itu masih sama seperti tiga belas tahun lalu.
"Apakah kamu berpura-pura bahagia? atau kamu benar-benar bahagia dengan kehidupanmu sekarang?"
Sejuta tanya menghantui pikiran Evan. Saat itu ia tak menyadari bahwa Nada telah masuk ke dalam rumahnya.
"Baru kali ini aku melihat kakak serius menonton berita!" sahut Nada ikut mendengarkan berita sambari mengeluarkan beberapa belanjaan ke dalam kulkas.
"Oh, pertunangan orang kaya."
"Tunggu dulu, siapa namanya?" Nada tiba-tiba ikut duduk, tak menyadari Evan sedang mengepalkan tangannya.
"Astaga ini kan pasangan mesum!" seru Nada sambil menutup mulut membuat Evan terkejut.
"Pasangan mesum? Kamu mengenalnya?" tanya Evan yang disambut gelengan kepala Nada.
"Pasangan yang kuceritakan saat terakhir mengantar bunga," jawab Nada membuat Evan memutar ingatannya.
"Tunggu, aku bahkan masih menyimpan fotonya. Ahhh, aku tak menyangka mereka orang terkenal. Bisa-bisanya mereka berciuman di tangga darurat saat tamu-tamu lain masih di dalam gedung."
Nada yang terus mengoceh tak menyadari perubahan wajah Evan yang mengeras.
" Lihatlah ... Pantas saja aku merasa tak asing saat melihat wanita itu. Ternyata dia termasuk selebritis," kata Nada sambil memamerkan foto Bara dan Keira yang tersenyum bahagia memegang bunga.
Evan memandang keduanya dan tak sengaja menggumam, "Ternyata kamu bahagia ...."
Ucapan Evan membuat Nada memandang Evan heran.
"Hoy, apa maksud Kakak? Tentu saja pasangan seperti ini bahagia ... Kakak terlihat iri!" sahut Nada menertawakan Evan.
"Kamu!" Evan menggertakan giginya.
"Sebelum aku menghitung sampai 3, sebaiknya kamu segera pulang!" teriak Evan kesal hingga Nada lari terbirit-birit.
"Ah, terlalu lama membujang membuat orang bisa terkena PMS tanpa sebab," gerutu Nada kesal.
*
Malamnya Evan bermimpi bertemu dengan Keira. Mereka mengenakan seragam sekolah, seperti dulu saat mereka sering bertemu.
Awalnya Keira tersenyum dan mengulurkan tangannya lalu tiba-tiba ia menarik Evan hingga terjatuh di tebing.
Evan bangun dari tidurnya dan mengambil minum.
"Di antara semua yang berkhianat, kenapa kamu juga termasuk seperti mereka?!" tanya Evan sambil membanting gelasnya dengan marah.
Evan teringat saat ia dan Keira berjanji bahwa mereka akan menemukan jalan untuk selamat. Bahwa mereka akan melanjutkan hidup bersama, bahwa mereka tidak akan hidup dalam bayang-bayang Kusuma.
Namun, apa yang dilihatnya hari ini? Keira yang telah menyandang nama Kusuma bahkan tertawa bahagia. Bahagia di atas penderitaannya.
"Penghianat!" maki Evan.
Bertahun-tahun Evan menyusun rencana balas dendam, tapi beberapa kali harus kandas karena ia masih menyimpan perasaan untuk Keira. Ia tak ingin Keira terluka, karena ia mengira Keira adalah korban, sekalipun ia tak pernah mengerti alasan Keira menghianatinya.
Namun, melihat Keira bertunangan dengan bahagia, membuat Van yakin bahwa ia harus segera balas dendam, termasuk pada Keira. Gadis yang pernah dicintainya, yang pernah mengisi hari-harinya dengan cinta, yang akhirnya menghancurkan hidupnya.
*
Keira dan Bara sedang berjalan-jalan di pusat perbelanjaan. Sebenarnya Keira hanya sedang malas pulang kerumah, ia beralasan ingin mencari sebuah kado untuk temannya yang tak ada. Bara tahu Keira berbohong, tapi ia bersikeras menemaninya.
Mereka berkeliling keluar masuk toko, hanya melihat lihat tanpa membeli. Bara berulang kali menggoda Keira dengan mencoba berbagai aksesoris lucu agar terlihat cute. Keira tertawa berulang kali.
Mendadak Keira berbelok memasuki toko aksesoris remaja. Sebenarnya toko itu bukanlah tempat yang masuk akal untuk mencari kado di usia mereka. Mereka baru menyadari setelah berputar satu kali mengitari seisi toko.
"Kita salah tempat," kata Keira.
"Ini lucu!" kata Bara saat mengangkat sebuah topi pantai yang lebar.
"Apanya yang lucu?" tanya Keira.
"Lihat aku!" pinta Bara ketija memakai topi itu.
"Nggak lucu!" tukas Keira kesal.
Keira kesal karena merasa waktunya habis oleh tingkah Bara yang banyak mencoba barang-barang tak masuk akal.
"Kalau begini, apa lebih lucu?" Tiba-tiba Bara mendekat ke Keira hingga Keira juga masuk ke dalam topi.
"Kita bisa membeli satu topi untuk berdua. Sangat hemat untuk biaya pernikahan," kata Bara pelan dan serius hingga Keira tertawa.
"Mundur, kamu membuat karyawan itu mencurigai kita," bisik Keira.
Namun, Bara malah semakin dekat.
"Aku yakin sekarang dia akan memanggil temannya untuk melihat kita," bisik Bara di telinga Keira.
Perlahan Keira melirik sekilas dan ya memang benar. Beberapa karyawan mengamati mereka.
"Hentikan!" Keira mendorong Bara agar menjauh, tapi Bara malah merapat dan berbisik lagi.
"Sekarang apakah jumlah mereka bertambah?" tanya Bara.
Keira tak mau melirik lagi, ia berkata dengan kesal. "Kurasa mereka semua termasuk manajernya akan berjejer di pojok itu kalau kamu nggak mau mundur sekarang."
"Itu yang kumau!"
Bara masih berbisik sambil menutup topinya. Keira melirik lalu tiba-tiba jantungnya serasa berhenti berdetak karena melihat sesosok pria yang sedang memperhatikannya. Seketija Keira membuang wajah karena kaget, lalu ia menoleh lagi. Namun, pria itu sudah menghilang.
"Ada apa?" tanya Bara curiga.
Keira tak menjawab namun ekspresinya mendadak berubah gelisah.
Apa aku salah lihat?
Tapi, apakah dia benar Evan?
Keira mendadak linglung hingga Bara sigap menopang bahu Keira.
"Kamu kenapa?" tanya Bara keheranan.
Keira tak bisa menjawab, sebagai alasan dia mengatakan mendadak mengalami sakit perut.
Pria yang dilihat Keira itu memang Evan. Bukan kebetulan Evan bertemu dengan Keira karena ia memang mencari dan mengikutinya. Evan masih ingin memastikan bahwa Keira benar-benar telah hidup bahagia dan melupakannya.
Dengan perasaan marah Evan menelpon seseorang dan berjalan keluar gedung perbelanjaan itu membawa hati terluka. Saking terburu-buru Evan tak menyadari kehadiran manusia di hadapannya.
"Aduuh!"
Wanita yang ditabrak Evan menjerit kesal. Ia baru saja akan menyumpah tatkala melihat Evan yang terburu-buru meminta maaf.
"Kak Evan?!"
Evan mendelik, tak mengenali gadis bersuara cempreng di hadapannya.
"Kak Evan fotografer, kan?" sapa gadis itu membuat Evan mengganguk pelan.
"Wow, sebuah kebetulan sekali. Saya adalah pengagum Kak Evan, sudah lama sekali saya ingin mengenal dan bekerja sama dengan kakak!" seru gadis itu riang.
Perlahan Evan mengernyitkan dahi.
"Bagaimana? Apa Kakak setuju?"
Evan semakin heran. Gadis itu tak mengatakan perjanjian kerjasama apa pun lalu menginginkan persetujuan.
"Maaf, sepertinya saya terlalu banyak bicara sampai lupa mengenalkan diri. Nama saya Dizza Kusuma, saya ingin Kak Evan memotret saya. Apakah Kakak ada waktu?" tanya Dizza ramah.
Lamat-lamat Evan memandangi wajah gadis di hadapannya.
Dizza Kusuma, putri bungsu Kusuma, adik tiri Keira.
"Hallooooo!" Dizza melambaikan tangan di wajah Evan.
Pelan tapi pasti Evan tersenyum lalu mengulurkan tangannya.
"Maaf saya sedikit terkejut tertabrak gadis cantik. Sungguh sebuah kebetulan yang manis, saya juga sedang mencari seorang model," balas Evan.
Kata-kata manis Evan membuat Dizza tersenyum lebar, tapi senyum Evan di dalam hati dua kali lebih lebar.
"Lihatlah Kusuma. Aku juga bisa menghancurkan hartamu yang paling berharga!" ucap Evan di dalam hati.
*
Malam ini giliran Keira yang bermimpi bertemu Evan.
Evan berlari mengejar mobil Keira yang terus melaju. Ketika akhirnya mobil berhenti, Keira membuka jendela dengan angkuh.
"Lupakan aku," katanya sembari menutup jendela mobil.
Keira terbangun, tak percaya bagaimana bisa memori tiga belas tahun itu masuk sebagai mimpi. Ia membuka laci nakas dan mengambil kalung berbentuk bintang.
"Zea, kamu tahu, Kakak selalu merindukanmu dan dia. Kalian bahkan belum sempat saling bertemu," ucap Keira lirih sembari kembali mengingat masa-masa indah saat bersama Evan.
Dulu, hampir setiap hari Keira pulang bersama Evan, tertawa bersama bahkan menangis bersama.
"Keira, kamu bersungguh-sungguh akan melarikan diri?" tanya Evan.
Keira menggangguk dengan ragu. .
"Aku nggak akan pergi tanpa adikku!" kata Keira.
"Aku juga nggak akan pergi tanpa ibuku!" sahut Evan.
"Mari kita pergi bersama ...." usul Keira.
"Apa kamu yakin bisa meninggalkan ibumu?" tanya Evan.
Perlahan Keira menggeleng pelan.
"Aku tak tahu bagaimana hidup tanpa Ibu ...."
"Apa ibumu bahagia di sana? ibuku tidak," sela Evan lagi.
"Aku nggak melihatnya bahagia ...." gumam Keira.
"Pembohong!"
Evan kembali melempar gelas. Ia baru saja mengingat kejadian yang sama dengan yang diingat Keira. Bila Keira menangis mengenangnya, sebaliknya Evan mengutuk kenangan itu.
Sambil mengeluarkan sebuah foto keluarga, Evan berbicara sendiri.
"Aku akan membalas mereka untuk kalian!"
tekad Evan untuk segera menyelesaikan balas dendamnya.
Pelan-pelan Evan meletakan kembali fotonya di dalam laci.
Foto seorang Wanita dengan dua anak laki-laki.
Evan memejamkan matanya lalu menangis. Sudah sangat lama ia tak menangis, terakhir kali adalah tiga belas tahun yang lalu. Saat ia menemukan kenyataan ibunya meninggal karena over dosis obat dan berikutnya Hans kakaknya terjun dari tebing.
Lalu ia teringat saat Kusuma mengusirnya dari rumah.
"Kamu, menghilanglah dari negara ini sebelum kesabaranku benar-benar habis!" kata Kusuma dengan mata berkilat-kilat.
"Apa salahku, Ayah?" tanya Evan waktu itu.
"Aku bukan Ayahmu! Pergi!" balas Kusuma sebelum memerintahkan para anak buahnya untuk menyeret Evan keluar rumah, tak peduli pada teriakan Evan yang memohon meminta penjelasan.
"Kusuma, Lestari Kusuma, Keira! Kalian harus merasakan penderitaan yang sama!" teriak Evan dengan sangat marah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Hasna DF
wah,penuh misteri..menarik nih..
2020-09-19
1
Tika
Saling berkaitan kayaknya yaaa
2020-09-18
0
Dhina ♑
rumit ya thor...sangat menarik 👍👍
2020-09-18
1