Kusuma adalah seorang laki-laki berhati dingin dan nyaris tak memiliki perasaan. Dirinya hanya sibuk memikirkan perusahaan dan tak segan mengorbankan banyak orang. Awalnya ia menikah dengan seorang wanita pewaris hotel bernama Ayuni.
Kusuma tak pernah benar-benar mencintai Ayuni. Selama menikah dengan Ayuni, Kusuma juga menjalin hubungan dengan Resti, ibu kandung Evan. Orang lain mengenal Resti sebagai istri simpanan Kusuma. Ia jarang terlihat di tempat umum. Kusuma menyembunyikannya di pinggiran kota.
Resti bukanlah wanita sehat, ia memiliki dua orang anak, Hans dan Evan. Ia tak punya pilihan selain mengikuti Kusuma, karena ia mencintainya. Mereka hidup lebih dari berkecukupan karena Kusuma memberikan semua kebutuhan dalam kategori mewah. Rumah mewah, mobil, supir dan lain-lain. Hanya status istri sah yang tidak diberikan oleh Kusuma meskipun akhirnya Ayuni meninggal saat melahirkan Dizza, ia tetap tidak menikahi Resti secara sah.
Kusuma secara mengejutkan justru menikah secara sah dengan Lestari. Wanita pertama yang dikenalnya dan sempat menghilang. Kusuma berhasil menemukan Lestari setelah bertahun-tahun mencarinya.
Salah satu hal yang tidak pernah dimengerti oleh Evan dan Keira yang saat itu masih sangat muda.
Keira tidak merestui pernikahan itu. Ia tak mengenal Kusuma dan tak mengerti bagaimana bisa ibunya secara cepat menerima pernikahan itu begitu saja. Evan juga mengutuk pernikahan mereka, ia tahu bahwa ibunya sangat mencintai Kusuma. Ibunya bahkan rela menerima cacian sebagai istri simpanan selama bertahun-tahun, namun disaat ia mengira akhirnya dapat menjadi istri sah, Kusuma justru menikah dengan Lestari.
Evan dan Keira bertemu pertama kali di rumah Kusuma, saat ia mengikuti ibunya yang datang menemui Kusuma dengan air mata. Evan mengenali Keira sebagai anak perempuan yang menyebabkan ibunya terluka, ia juga melihat kebencian Keira pada pernikahan itu. Keduanya bertemu kembali di sekolah yang sama sebagai murid baru.
Sebagai tanda protes pada Kusuma, Resti sengaja pindah mendekati Kusuma. Namun ia tanpa sengaja memindahkan Evan ke sekolah yang sama dengan Keira. Resti dan Lestari nyaris tak pernah bertemu, namun Keira dan Evan justru sering bertemu tanpa diketahui orang tua mereka. Hampir setiap hari mereka merencanakan kehidupan yang baik dan keluar dari lingkaran Kusuma. Keduanya bahkan berharap Kusuma bisa segera meninggal agar kehidupan mereka bisa normal kembali.
Kusuma memang bukan orang baik, ia nyaris tak pernah menunjukan kasih sayang pada anak-anak dari wanita yang ada di dekatnya. Tidak pada Hans dan Evan, tidak juga pada Keira. Ia hanya menugaskan kaki tangannya agar memberikan anak-anak itu kehidupan yang layak.
"Bukannya kamu bilang punya adik?" tanya Evan suatu hari.
Keira mengangguk. "Ibu bilang untuk saat ini adikku belum bisa tinggal bersama kami."
"Kenapa?" tanya Evan heran. Keira mengangkat bahu, ia sendiri tak mengerti.
"Ayah mengetahuinya?" tanya Evan hati-hati.
Keira mengangkat bahu lagi.
"Entahlah..."
Keira sama sekali tak mengerti dunia orang dewasa.
"Kamu memanggilnya ayah?" tanya Keira.
Evan mengangguk.
"Dia bukan ayahku. Tapi sejak aku kecil, ibu menyuruhku memanggilnya ayah walaupun ia tak pernah menanggapi."
"Lalu kenapa kamu tetap memanggilnya ayah?"
"Untuk menyenangkan ibuku. Kakak tidak mau memanggilnya ayah."
"Kakakmu di mana?"
"Sekolah di Amerika. Ayah menyuruhnya sekolah di sana."
Keira termenung. "Dia juga akan mengirimku ke sana..." ucapnya lirih.
"Aku bahkan tidak boleh pergi ke mana-mana." sahut Evan.
"Mengapa dia bisa mengatur kehidupan kita semaunya?" tanya Keira kesal.
"Karena dia Kusuma. Karena ibu kita yang memberinya kesempatan mengatur kehidupan mereka."
"Ibuku tak punya pilihan." Keira membela ibunya. Ia selalu mendengar permintaan maaf Lestari bahwa mereka tak punya pilihan.
"Ibuku terikat di sini karena dia terlalu mencintai pria tak berperasaan itu. Lalu mengapa ibumu bisa tidak memiliki pilihan? Apakah Tuan Kusuma yang mencintai ibumu?" tanya Evan.
Keira mengendikan bahunya lagi.
"Aku nggak tahu."
"Aku rasa ayah bukanlah orang yang bisa mencintai orang lain," sambung Evan curiga.
Keira membenarkan dalam hati. Tak ada cinta dalam kehidupan Kusuma.
"Lalu mengapa kalian ada di sini?" Evan bertanya-tanya sendiri. Demikian juga dengan Keira, ia tak mengerti mengapa ibunya bisa menikah dengan Kusuma, orang asing yang tak pernah mereka temui seumur hidup
*
Kembali ke masa kini, Dizza dan Keira sedang berjalan menyusuri koridor pertokoan. Mereka sedang memilih tempat untuk makan siang.
"Di sana sepertinya enak!" Dizza menunjuk sebuah restoran fast food. Keira mengiyakan. Ia hampir tidak pernah mendebat apa pun kemauan Dizza. Bukan karena takut pada Kusuma, namun Keira memang menyayangi Dizza, bahkan sangat menyayanginya.
Ketika Keira memasuki rumah Kusuma pertama kali, Dizza tak ada di sana. Dizza tinggal di Singapura sejak lahir karena itu ia tak mengenal Resti, Hans, atau Evan. Tak ada satupun keluarga yang pernah memberitahu Dizza tentang mereka. Begitupun Evan, dia tidak pernah mengenal Dizza. Dia hanya mengetahui dari ibunya bahwa Kusuma memiliki anak kandung dengan Ayuni bernama Dizza.
Setahun setelah Lestari menikah dengan Kusuma, Dizza kembali ke tanah air bersama Martha, asisten setia Ayuni yang kemudian dipecat Kusuma. Sejak kecil Dizza sering sakit-sakitan, karena itu dia menjadi terlalu manja, terlebih karena Lestari dan Keira selalu menuruti kemauannya.
"Kak, pesan apa?" Dizza menyenggol Keira yang terlihat sibuk menatap layar ponselnya.
"Terserah, sama saja denganmu." Keira menjawab tanpa semangat.
Dizza kembali sibuk memesan menu pada kasir. Keira kembali sibuk pada ponselnya dan mulai mengetik sebuah nama dalam kolom pencarian internet. Evan.
Keira menghapus kembali pencariannya dan menertawakan kebodohannya. Ia bahkan tak mengerti apa yang sedang ia cari.
"Kakak sedang ada masalah di kantor?" tanya Dizza.
Keira menggeleng lalu memakan kentang goreng di meja.
"Kamu pesan ini saja?" tanya Keira sembari menatap paket hemat berisi kentang goreng, dua pasang ayam, dan satu soft drink.
Dizza tertawa. "Kakak bilang sama denganku. Karena aku sedang tidak boleh banyak makan, jadi aku hanya pesan satu agar kita berdua tidak gemuk!"
Keira tertawa menanggapinya.
"Oke, tapi tolong pesankan Kakak es krim." Keira memerintahkan Dizza untuk berdiri.
Menatap antrian yang mulai panjang, Dizza menggerutu.
"Ayolah sayang ...." Keira memohon. Dizza terpaksa menurut. Keira tersenyum puas berhasil mengusir Dizza dalam antrian sehingga dia bisa memulai pencarian atas raaa penasarannya.
Dizza baru saja berdiri, tiba-tiba....
BRAK!
"Ahhh!"
"Aduh!"
Seorang gadis tertabrak kursi yang ditarik Dizza karena ingin berdiri. Akibatnya baki yang dibawa jatuh berantakan, minuman dalam gelas tumpah membasahi rok Dizza.
Keira berdiri karena kaget.
"Kalau jalan lihat-lihat!" Dizza menghardik gadis itu yang sedang memungut baki yang jatuh.
"Kalau mau berdiri juga lihat-lihat!" gadis itu balas menghardik.
Sekejap terjadi perang mulut karena keduanya saling menyalahkan. Dizza marah-marah karena roknya basah.
Keira berusaha menengahi.
"Ayo pulang," Keira membujuk Dizza. Dizza masih tak terima, begitu juga gadis itu. Keduanya kembali adu mulut.
Keira menatap wajah gadis itu dan mengingat-ingat wajahnya.
"Dizza, ayo pulang." Keira segera menarik tangan Dizza karena tak ingin terjebak dalam perang gadis labil.
"Kau?" Gadis yang tak lain adalah Nada mengenali Keira sebagai Pasangan Mesum.
Keira akhirnya mengenali Nada sebagai pengantar bunga, tapi ia tak mengatakan apa pun bahkan bertindak biasa saja seolah tak pernah bertemu.
"Kakak mengenalnya?" tanya Dizza.
Keira memandang Nada sekilas lalu menggandeng Dizza untuk pergi sebelum mengucapkan sebuah kalimat yang membuat Nada geram.
"Tidak penting."
**
"TIDAK PENTING!" Nada mengulang kata-kata yang diucapkan Keira. Bedanya, kalau Keira mengucapkannya secara datar, tapi Nada mengucapkannya sambil berteriak.
Evan menutup telinga dengan kesal. Ini adalah kelima kalinya Nada mengadukan hal tersebut.
"Siapa sebenarnya wanita yang kamu maksud?" tanya Evan kesal. Ia tak mengerti kisah yang diceritakan Nada secara emosional.
Nada hanya menekankan berulang kali, "Wanita itu sombong sekali mengatakan TIDAK PENTING!"
Nada duduk di hadapan Evan, menarik napas lalu menceritakan kisahnya dari awal. Evan mendengarkan dengan setengah hati lalu kembali pada bagian Keira mengatakan kalimat menjengkelkan itu.
"Yang kutanyakan, siapa wanita itu?" tanya Evan kehabisan stok sabar.
Nada memandang Evan. "Aku belum mengatakannya?"
Evan melempar kulit kacang ke wajah Nada sebagai jawaban.
"Wanita Pasangan Mesum yang pertunangannya masuk dalam berita TV!" Jerit Nada kesal.
Evan tersedak kacang dan buru-buru minum.
"Kamu bertemu dengannya lagi?" tanya Evan.
Nada menarik napas kesal.
"Keira?" ulang Evan.
Nada mengangguk lagi.
Wajah Evan mengeras. "Dia sombong?"
"Begitulah, orang kaya mana yang tidak sombong?" tanya Nada kesal.
"Aku tidak," jawab Evan acuh.
"Kakak pengecualian. Lagi pula Kakak tak sekaya mereka," ejek Nada sambil tertawa.
Evan melempar kulit kacang lagi, berusaha menguasai emosinya tatkala mendengar nama Keira.
"Akan kubuktikan bahwa ketika menjadi kaya tak harus menjadi sombong!"
"Aaaaaawww sungguh aku terkesan!" Nada mencibir dengan kesal.
"Buktikanlah dengan menikahiku saat Kakak kaya!" Sambung Nada diplomatis dengan gaya dramatis.
Evan memandangnya dengan kesal. Ia berdiri lalu ditumpahkannya semua kacang ke pangkuan Nada.
"Sana bergaulah dan cari orang kaya!" kata Evan kesal, lalu ia pergi meninggalkan Nada yang menjerit-jerit karena rumahnya kotor oleh kacang dan kulitnya.
*
Evan sedang menikmati secangkir kopi di sudut mall.Tak jauh dari tempatnya duduk, empat orang wanita yang tak lagi muda sedang berbincang akrab. Evan memperhatikan mereka sembari berpura-pura memainkan ponselnya.
"Tas ini tidak dijual di Indonesia. Suamiku membelinya minggu lalu di Paris. Hanya ada 20 di dunia, tapi tidak ada di Indonesia."
"Wah, memang terlihat bagus. Aku tak sempat membelinya karena waktu itu Nadia tak memberiku kesempatan pergi ke Paris."
"Ada apa dengan Nadia?"
"Biasa, dia mengoperasi lagi hidungnya di Jepang dan memaksaku menemaninya!"
Keempat wanita itu tertawa.
"Nyonya Kusuma, apakah pernikahan putrimu akan dilangsungkan dalam waktu dekat?" tanya seorang wanita pada wanita yang sejak awal tidak terlalu banyak bicara.
"Hmm, kami sedang membahasnya. Tapi mungkin akan menjadi pesta tertutup."
Ketiga wanita itu terlihat kecewa.
"Tapi kupastikan kalian akan datang," sambung Lestari yang disambut teriakan gembira ketiga temannya.
"Maaf, aku harus pergi sekarang. Aku ada janji dengan Dokter Merlin," kata Lestari tiba-tiba.
Sebelum pergi ia meletakan tiga buah kantong kertas kecil diatas meja.
"Maaf aku lupa memberikan pada kalian karena sibuk dengan pertunangan kemarin. Ini adalah hadiah yang kujanjikan akan kubawa dari Maroko."
Salah satu wanita membuka kantong itu dan terperanjat.
"Dasar kau penipu, kamu membelinya di sini, bukan Maroko!"
Lestari tertawa, apalagi saat ketiga temannya berdecak kagum pada rantai gelang yang dibawakannya.
"Kau sungguh memberikan ini untuk kami?" tanya salah seorang lainnya.
Lestari mengangguk. "Maaf aku tak sempat membeli apa pun di sana. Aku membeli ini sebagai gantinya, semoga sepadan," katanya merendah.
Wanita-wanita itu memukul lengannya.
"Kau gila! Ini lebih dari sepadan!"
Lestari tersenyum lalu berpamitan, membiarkan ketiga temannya terpana pada gelang berhias berlian yang ia berikan.
Evan menjulurkan kakinya saat Lestari hampir melewatinya. Lestari berhenti lalu seorang pria meminta Evan menyingkirkan kakinya yang keluar terlalu jauh dari tempatnya duduk.
Evan memandang Lestari yang sedang membuang muka dan memakai kacamata hitamnya. Pria di depan Lestari kembali meminta Evan tidak menghalangi jalan Lestari. Evan menarik kakinya sembari membuat catatan dalam hati.
"Bagaimana kalau aku mengembalikanmu ke posisi awal? Kamu bahkan tak akan sanggup berjalan menyingkirkan kakiku di tempat ini!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Dhina ♑
lalu thor,,
2020-09-22
1
fgreen
Tq buat yg mampir n ninggalin jejak komen, like, n vote..
2020-09-15
0