Dizza dan Evan mulai akrab karena mereka sudah beberapa kali melakukan pemotretan. Dizza menyukai Evan yang menurutnya sangat cool, dan Evan mengetahui hal itu. Dia sengaja membuat Dizza tertarik padanya. Evan bahkan beberapa kali mengajak Dizza berkeliling dengan motornya.
"Kak, apa Kakak punya pekerjaan selain memotret?" tanya Dizza.
Evan terlihat berpikir,"Sepertinya tidak ada ...."
"Sepertinya?" ulang Dizza.
Evan tersenyum,"Seperti yang kamu lihat, aku hanya memotret dan ke sana ke mari."
Dizza mengangguk-angguk kecewa. Ia ingin mengenalkan Evan pada ayahnya, namun ia ragu.
"Hm ... Apa kamu menghawatirkan hidupku?" tanya Evan.
"Ah, bukan begitu ... aku hanya ... "
"Aku memahamimu." Evan menjentikkan jarinya.
"Kalau kamu menghawatirkan hidupku yang kamu pikir tanpa masa depan, kamu salah. Aku masih punya warisan dari orang tuaku yang tidak akan habis dalam waktu dekat sekalipun aku tidak bekerja."
Dizza tercengang lalu berdecak kagum. Dia menarik kesimpulan bahwa Evan adalah salah seorang pewaris perusahaan yang sedang bermain-main.
"Kak, antar aku pulang ya," pinta Dizza.
Evan tersedak minuman.
"Ayolah ...." Dizza memohon.
Akhirnya Evan menuruti permintaan Dizza. Dia mengantar Dizza dan menyadari bahwa keluarga Kusuma telah pindah ke rumah yang baru. Evan berhenti di depan pagar.
"Sampai dalam, Kak!" Dizza menepuk bahu Evan seolah-olah Evan seorang ojek. Evan membuka helmnya.
"Maaf Dizza, aku terburu-buru, lain kali aku antar sampai dalam."
Saat itu sebuah mobil mendekati mereka. Evan kembali memakai helmnya dan Dizza turun dari motor dengan kesal.
Mobil itu berhenti tepat saat Evan menyalakan mesin motornya.
"Kakak, aku ikut ke dalam." Dizza masuk ke dalam mobil sambil melambai pada Evan.
"Terima kasih Kak, hati-hati di jalan."
Evan mengangguk dan melihat kaca mobil dibuka. Seorang pria menggangguk pada Evan dan di sebelahnya seorang wanita hanya diam melihatnya.
Evan segera melarikan motornya dengan cepat. Perasaannya campur aduk ketika melihat Keira dalam jarak dekat.
"Siapa dia?" tanya Keira pada Dizza.
Dizza tak mau menjawab. Ia takut kalau menyebutkan nama Evan, keluarganya akan segera mencari tahu asal usul Evan yang dia sendiri belum tahu.
"Teman. Hanya teman, kok." Jawab Dizza.
Bara melirik Keira lalu tersenyum penuh arti, begitu pun Keira.
"Kalian sedang apa?" tanya Dizza kesal.
"Teman seperti apa? Kakak dan Kak Keira juga teman. Teman hidup," Kata Bara sambil tertawa. Keira ikut menertawakan Dizza yang semakin cemberut.
"Hanya teman. Awas kalau kalian mengadu pada ayah!" ancamnya sambil berlari ke dalam rumah.
Bara dan Keira hanya menertawakan kelakuan Dizza. Mereka berdiri di depan rumah sembari bergandengan tangan.
"Kamu jangan lupa telepon aku!" Bara mengingatkan Keira sambil berusaha mencubit hidung Keira yang langsung menjauh.
"Jaga dirimu," kata Keira sambil merapikan dasi Bara. Bara tersenyum lalu mengambil tangan Keira.
"Kamu yang jaga diri, sayang." Bara balas merapikan rambut Keira.
Tanpa mereka sadari dari lantai dua Ny Lestari sedang memperhatikan mereka lalu...
"Hey, sampai kapan kalian mau syuting drama di situ?" Dizza keluar lagi sambil berkacak pinggang, bak pemilik rumah yang menagih uang sewa.
Bara dan Keira salah tingkah lalu saling mengucapkan salam.
"Aku pergi dulu sayang." Bara memeluk Keira sambil menunjuk-nunjuk Dizza seakan mengancam.
Dizza tertawa bahagia mengusir tunangan kakaknya. Keira masih berdiri sampai mobil Bara menghilang, lalu tanpa disadarinya ia menghela napas lega.
"Kakak senang dia pergi?" tanya Dizza heran. Keira ikut heran pada dirinya.
"Kakak nggak enak badan, ingin istirahat." Keira meninggalkan Dizza yang merasa curiga.
*
Nada berjalan menuju toko bunga sambil mengumpat Evan yang belakangan sangat sibuk hingga tak sudi mengantarnya.
Hujan yang baru saja reda meninggalkan banyak genangan air di jalan. Nada berulang kali melompati genangan air sambil terus mengomel dalam hati.
Kenapa hidupku kacau? Kehilangan orang tua angkat, hilang ingatan. Aiiih, bagaimana kalau sampai mati aku tak ingat keluarga kandungku? Bagaimana kalau aku tidak menemukan kakak yang selalu ada dalam mimpi?
Nada refleks mengambil kalungnya yang tersembunyi dalam baju lalu mengembalikannya lagi. Nada heran pada dirinya sendiri.
"Kecelakaan apa yang mengacaukan otakku? Apa sebaiknya aku menabrakan diri ke tembok?"
Saat sibuk memikirkan berbagai pemikiran konyol, sebuah mobil melaju dengan kencang, melewati genangan air.
"Aahhhh apa ini?!" Nada berteriak marah karena baju dan wajahnya terkena cipratan air.
Nada melihat mobil itu berhenti di dekat genangan air, maka secepat kilat dia berlari dan tepat ketika pengendara mobil itu keluar dari mobil Nada menginjak genangan air dengan keras hingga gadis pengendara itu berteriak karena wajah dan bajunya basah.
"Apa-apan kau?!" gadis yang ternyata adalah Dizza memekik nyaring.
Dizza memandang Nada, begitu pun Nada. Keduanya berteriak nyaring. "KAU LAGI!"
Dizza naik pitam, ia menjambak rambut Nada yang sengaja menginjak genangan air hingga dirinya basah. Nada balas menjambak Dizza karena menurutnya dia hanya membalas perbuatan Dizza.
Seorang wanita lain keluar dari dalam mobil dan mencoba melerai.
"Cukup!" Keira berteriak.
Nada dan Dizza melepas tangan mereka.
Dizza langsung mengadu pada Keira bahwa Nada adalah gadis kurang ajar yang telah sengaja membuatnya basah, ia juga mengeluh bahwa rambutnya rontok dalam jumlah banyak.
Nada tak mau mengalah, ia mengatakan bahwa Dizza lebih dulu membuatnya basah.
"Hey, perbuatanku tak sengaja. Tapi kamu sengaja menginjak air itu!" pekik Dizza tak mau disalahkan.
"Bagaimana aku tahu kamu tak sengaja? Apa kamu nggak tahu aturan mengendara saat melewati genangan? Apa kau pikir orang di sekeliling mobilmu tak terlihat?"
"Kalau aku melihat genangan itu tentu aku tidak akan melewatinya. Walaupun bukan hanya karena tak ingin mengenaimu, tapi lebih karena tak ingin mobilku kotor!"
"Kamu! Kurang ajar!" Nada bersiap akan menampar Dizza namun Keira menangkap tangannya.
"Kamu, jangan kelewat batas." Keira berkata dengan nada dingin dan tajam.
Sekejap Nada tersihir oleh kata-kata Keira. Dia bukan hanya tak suka ditegur wanita itu tapi dia merasa iri karena perhatian yang ditujukan oleh Keira pada gadis yang jelas-jelas bersalah.
"Aku akan menuntutmu atas perbuatan tak menyenangkan dan percobaan penganiayaan!" seru Dizza.
Nada semakin kesal, ia menatap Keira lalu mendorong tangan Keira dengan keras hingga gadis itu terpental.
Dizza semakin marah, ia memekik histeris.
"Beraninya kamu mendorong kakakku?!"
Dizza menampar Nada.
"Aku juga akan melaporkanmu!" balas Nada sambil memegang pipinya. Dizza tertawa mengejek, "Orang sepertimu tak akan bisa melawan kami."
"Siapa kamu? Malaikat? Tuhan?!" hardik Nada.
Dizza akan menampar Nada lagi namun Keira menghalaunya.
"Jangan buang-buang waktu untuk orang seperti ini."
"Orang seperti ini?" ulang Nada
"Memangnya kalian pikir, orang seperti apa kalian?!" teriaknya marah.
"Sebelum kesabaranku habis, meminta maaflah, " kata Dizza lagi.
"Maaf? Kamu yang menamparku, kamu juga yang lebih dulu membuatku basah. Kalau kalian mau ke pengadilan, ayo sekarang kita pergi!"
"Kenapa? Nggak mau? Baiklah supaya impas ...." Nada dengan cepat berdiri di hadapan Dizza dan menamparnya dengan keras.
Dizza memegang pipinya dan dengan cepat menarik rambut Nada, keduanya kembali terlibat perkelahian. Keira berteriak dan berusaha melerai namun keduanya tak mendengarkan.
Tiba-tiba Keira menarik Nada untuk menjauh. Keduanya tak sadar telah berada di jalan besar. Saat tersadar, Nada melihat sebuah mobil melaju dengan kencang ke arah Keira. Dizza berteriak histeris, begitupun beberapa orang yang berada di sana.
Tanpa memikirkan apa pun, Nada mendorong Keira ke tepi, tapi karena terlalu kencang, mobil itu menyerempet Nada. Keira jatuh di tepi jalan, Nada terguling di trotoar.
Sekelompok orang histeris melihat Nada tak bisa berdiri dan mengerang. Dizza tak bisa mengatupkan bibirnya dan segera menolong Keira untuk berdiri. Keira tak sanggup berdiri, ia menatap Nada tak percaya.
"Kakak, Kakak baik-baik saja?" tanya Dizza cemas.
"Panggil ambulans!" perintah Keira.
Dizzza langsung panik, "Kak, apa yang salah? Bagian mana yang sakit? Apa kakak bisa berdiri?"
"CEPAT TELEPON AMBULANS!" Keira berteriak hingga Dizza kaget.
Keira melihat orang-orang mendekati Nada yang masih mengerang.
"Bawa dia ke rumah sakit!"
Dizza melihat Nada dan segera menelpon ambulans.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Bunga Ariel
setelah ini nada akan ingat kembali kan thor
2020-09-27
1
Dhina ♑
kasihan banget si Nada 😥😥
2020-09-25
1