How Can I Be The Demon Lord
Ighnari, sebuah dunia di mana orang orang menggunakan Sihir untuk berbagai hal, mulai dari kegiatan rumah tangga hingga berperang. Kekuatan, kekayaan, kejayaan semua bisa diraih dengan menggunakan Sihir.
Sihir pertama kali muncul 1000 tahun yang lalu, dan semenjak saat itu semua orang mulai dapat menggunakan Sihir hingga masa kini.
Ting~ Tung~ Ting~ Tung~
Suara bel Gereja berbunyi menandakan berakhirnya waktu sekolah.
"Baiklah anak anak, kita akan lanjutkan pelajaran kita besok. Selamat siang" kata Guru Wanita
Guru Wanita pergi meninggalkan kelas dengan membawa beberapa buku Sihir di tangan kirinya. Siswa siswa yang lain dengan sigap langsung mengemas barang barangnya sembari berbincang sedikit dan bersiap untuk pulang dan bermain.
"Oi oi.. mau kemana Hilassen??" tanya salah seorang siswa
"A-Anu.. aku harus segera pergi.." jawab Hilassen
"Ha?! Orang sepertimu berani pergi dari kami tanpa izin?!" kata siswa lainnya dengan memukul meja
"Sudah sudah sudah.. Hilassen kecil ini harus segera pulang.." kata seorang siswa lainnya dengan penampilan lebih mewah dari dua siswa lainnya
"Wah.. terima kasih Rico!" kata Hilassen dengan tersenyum lebar
Rico menutup matanya dan tersenyum seolah memberi jalan untuk Hilassen. Hilassen pun mengambil buku bukunya yang sudah lusuh dan segera beranjak dari kursinya.
Ketika Hilassen mau berlari menuju ke pintu kelas, Rico menyandung kaki Hilassen dan membuat Hilassen terjatuh beberapa anak tangga.
"Aduh!" kata Hilassen yang terjatuh
"Hilassen kecil.. tidak baik berlari di dalam kelas." kata Rico
Rico dan dua teman lainnya tertawa melihat Hilassen yang jatuh dan merengek kesakitan. Melihat Hilassen yang terjatuh, teman baik Hilassen, Arkandra langsung menolong.
"Hilassen, apa kakimu terluka?" tanya rAkandra
"Adu-du-duh.. sepertinya sedikit lecet." jawab Hilassen dengan memperlihatkan kakinya yang luka
"Tenanglah.. akan aku obati." kata rAkandra
Akandra merapalkan Sihirnya dengan mendekatkan kedua telapak tangannya ke luka Hilassen. Dari telapak tangan Akandra muncul cahaya putih kehijauan.
"Wah! Seperti biasa kau benar benar hebat, Arkandra!" kata Hilassen
"Terima kasih, tapi hanya ini saja kelebihanku." kata Arkandra
Melihat Akandra yang menolong Hilassen, Rico dan dua temannya menjadi kesal.
"Akandra, untuk apa kau menolong orang seperti dia?" kata Rico dengan tidak senang
"Apakah ada yang salah? Lagipula ini adalah Sihirku kan?" jawab Arkandra
"Sialan!" kata dua teman Rico dengan menggulung lengan bajunya
Rico menahan kedua temannya dan membisikkan sesuatu kepada kedua temannya. Akandra yang melihat Rico berbisik langsung merasa curiga dan mengajak Hilassen untuk segera pergi dari kelas. Tangan Hilassen ditarik oleh Arkandra dan mereka langsung berlari meninggalkan kelas.
Ketika sudah sampai di tempat yang mereka rasa aman, Akandra melepas pegangan tangannya. Hilassen bertanya mengapa Akandra terburu buru dan Akandra tidak menjawab dan hanya mengajak Hilassen berjalan menuju ke rumahnya.
Esvortein, merupakan ibukota dari Kerajaan Dearulten, salah satu kerajaan terbesar yang ada di Benua Beruhmt. Tak ada satu orang pun yang tidak mengenal Kerajaan Dearulten, sebuah kerajaan yang terkenal akan kekayaan, kehormatan, dan kekuatannya.
"Aduh," kata Hilassen yang tak sengaja menyenggol seseorang yang sedang berjalan
"Oi bocah, jalan pakai mata! Mau ku penggal kepalamu?!" bentak orang yang tak sengaja disenggol Hilassen
Hilassen melihat ke arah orang yang ia senggol. Pria yang ia senggol menggunakan zirah Prajurit Kerajaan Dearulten dan tentu saja Hilassen langsung gemetar ketakutan.
"Maaf paman, teman saya memang sering teledor." kata Arkandra dengan ramah
Prajurit tersebut langsung menyadari kalung yang digunakan Arkandra. Dengan terkejut ia langsung berbalik dan berkata agar lain kali lebih hati hati.
Prajurit tersebut kembali berjalan dengan agak tergesa-gesa. Hilassen merasa lega dan terduduk lemas. Akandra menepuk pundak Hilassen dan Hilassen memeluk Arkandra dan menangis.
"Sudah sudah.. kau sudah seperti adikku sendiri.. sudah tugas seorang kakak bukan untuk melindungi adiknya?" kata Akandra
Hilassen mengelap tangisnya dan mereka berdua melanjutkan jalannya. Mereka berjalan, berbincang, dan mampir ke beberapa toko kaki lima pinggir jalan yang sudah akrab dengan mereka.
"Nak Hilassen dan Nak Arkandra ya.. ini ada permen kesukaan kalian." kata seorang bibi yang berdagang
"Wah! Terima kasih bibi!" jawab Hilassen dan Arkandra dengan gembira
Mereka juga mampir ke pedagang roti dan buah, dan mereka mendapatkan dua apel dan satu roti yang dibagi dua untuk mereka. Mereka berjalan dan makan dengan gembira.
Ketika mereka sedang berjalan dengan santai, tiba tiba seseorang datang dengan panik berlari menuju ke arah Hilassen dan Arkandra.
"Hilassen!" teriak seorang lelaki tua dengan jenggot yang sudah hampir putih sepenuhnya
Hilassen dan Akandra menengok ke arah suara yang memanggilnya.
"Kakek Lehben?" kata Hilassen dengan bingung
"Hilassen.. ibumu.." kata Kakek Lehben
Kakek Lehben yang lari dengan panik membuat Hilassen ikut panik. Akandra menenangkan Hilassen dan bertanya ke Kakek Lehben mengenai apa yang terjadi dengan ibunya Hilassen.
"Ibumu.." kata Kakek Lehben
Kakek Lehben menjelaskan panjang lebar dan dengan cepat kepanikan langsung muncul di wajah Hilassen. Emosi Arkandra memuncak setelah mendengar penjelasan dari Kakek Lehben.
"Hilassen, ayo kita segera ke sana!" kata Arkandra
"Ba-baiklah.." kata Hilassen
Mereka bertiga segera menuju ke tempat kejadian. Ketika mereka sampai ke tempat kejadian, mereka melihat Ibunda dari Hilassen sedang terjatuh dengan bugil dan penuh memar.
Hilassen yang melihat Ibunya penuh dengan memar langsung menyelip diantara orang orang yang menyaksikan penyiksaan Ibunda Hilassen. Setelah mampu menyelip diantara gerombolan orang, ia akhirnya mampu melihat sosok Ibundanya dengan jelas.
"Ibunda!" kata Hilassen
Ibunda Hilassen melihat ke arah Hilassen dengan tatapan jijik hingga membuat Hilassen terhenti langkahnya.
"Oi Hilassen.. lihatlah anjing peliharaan ini.." kata Rico yang kemudian menendang wajah Ibundanya
"Ibunda!" teriak Hilassen
"Jangan kemari! Dasar anak tak berguna! Sudah tahu kita kasta rendah, masih saja bergaya langit!" kata Ibunda Hilassen
Hilassen terkejut dengan perkataan dari Ibundanya. Arkandra datang dari belakang dan menepuk dan menarik pundak Hilassen untuk mundur beberapa langkah.
"Rico, apa maksudnya ini?" tanya Arkandra
"Arkandra.. kau tidak perlu ikut campur. Orang orang ini tidak ada hubungannya denganmu." kata Rico
"Tidak, Hilassen sudah aku akui sebagai adikku, jadi tentu saja dia ada hubungannya denganku." kata Arkandra
Pernyataan dari Arkandra membuat semua orang yang ada di sekitar tempat perkara terkejut. Ibunda Hilassen langsung mendekati Hilassen dengan merangkak.
"Apa yang telah kau lakukan dengan Tuan Muda Arkandra?!" bentak Ibunda Hilassen dan menampar Hilassen
Pipi kiri Hilassen merah dan Hilassen mulai menangis. Arkandra langsung mendatangi Ibunda Hilassen dan bertanya mengapa Ibunda Hilassen sampai membentak dan menampar Hilassen.
Ibunda Hilassen bersujud dan memohon ampun karena kelancangan anaknya. Ia merasa bahwa tidak mungkin anaknya bisa menjadi adik dari salah seorang kandidat penerus Raja Dearulten.
Wajah dari Arkandra nampak kesal melihat Ibunda Hilassen bersujud di hadapannya. Rico yang merasa kesal setelah mendengar pernyataan dari Arkandra mengenai pengangkatan Hilassen sebagai adiknya langsung pergi bersama para pengawalnya.
"Arkandra! Akan aku adui kau kepada Ayahanda!" kata Rico
Arkandra tidak berkata apa apa selain menatap tajam Rico. Arkandra tanpa berucap sepatah kata menarik Hilassen untuk pergi dari tempat kejadian.
Ibunda Hilassen yang melihat Hilassen pergi ditarik Arkandra memeluk kaki Hilassen dan memaksa Hilassen untuk melepas pegangannya dari Arkandra.
"Apa yang kau lakukan, Bibi?" tanya Arkandra
"Ti-tidak ada.. Tuan Muda.." jawab Ibunda Hilassen melepas pegangannya ke Hilassen
Arkandra dan Hilassen pergi meninggalkan tempat tersebut menuju ke sebuah bukit yang menjadi tempat rahasia mereka. Di atas bukit, Hilassen dan Arkandra duduk di bawah pohon yang rimbun sembari dimanja oleh angin berhembus yang lembut.
"Arkandra.." kata Hilassen
"Tenanglah, bukan kamu yang salah. Sedari awal, pemikiran orang orang di kota ini sudah salah." kata Arkandra
Hilassen teringat dengan daerah tempat tinggalnya. Sebuah tempat yang kumuh, dikucilkan, dan dipandang rendah oleh hampir semua orang di kalangan atas atau orang orang yang tinggal di kota.
"... Tapi.. apakah kita tidak bisa mengubah pandangan mereka..?" tanya Hilassen
Arkandra sedikit terkejut dengan perkataan dari Hilassen.
"Setelah semua perlakuan mereka padamu?" tanya Arkandra
"..." kata Hilassen yang kemudian menganggukkan kepala
Arkandra menghela nafas dan sedikit tersenyum. Arkandra kemudian berdiri dan meregangkan tubuhnya.
"Inilah kenapa aku menjadikanmu adikku." kata Arkandra melihat ke langit
Hilassen menengok ke arah Arkandra.
"Tenang saja, kau pasti bisa mengubah pandangan mereka!" kata Arkandra dengan tersenyum ke arah Hilassen
Sore pun tiba dan mereka berpisah di tengah perjalanan menuju ke rumahnya masing masing. Mereka berpisah di sebuah pertigaan yang memiliki suasana yang sangat kontras.
Hilassen menuju ke tempat yang kumuh sedangkan Arkandra menuju ke tempat tinggal Bangsawan. Hilassen dan Arkandra saling melambaikan tangan dan berbalik badan kemudian berjalan menuju ke rumahnya masing masing.
Tepat setelah Hilassen membalikkan badannya dan berjalan menuju ke rumahnya, Arkandra masih melihat ke arah Hilassen dengan perasaan khawatir. Setelah Hilassen hilang dari pandangannya, Arkandra baru berjalan kembali ke rumahnya.
Plakk~
Suara tamparan keras terdengar
"Apa apaan kau ini?! Bisa bisanya kau menentang seorang Bangsawan!" bentak Ibunda Hilassen
Hilassen tidak bisa menjawab dan hanya menunduk.
"Ditanya malah diam! Anak kurang ajar kau! Anak haram!" bentak Ibunda Hilassen
"... A-aku.. tidak menentang.. siapapun, Bu.." kata Hilassen
"Berani jawab kamu ya!" bentak Ibunda Hilassen
Suara tamparan keras kembali terdengar
Bentakan dari Ibunda Hilassen terdengar oleh tetangga-tetangganya. Tetangga-tetangganya yang memiliki anak menutup telinga anak mereka agar tidak mendengar makian dari Ibunda Hilassen.
Orang orang yang sudah tua atau yang tidak memiliki anak hanya bisa mengelus dada dan mengasihani Hilassen dalam diamnya.
"Dilota! Lagi lagi kau menyiksa anakmu!" kata Kakek Lehben mendobrak pintu rumah Hilassen
"Diamlah kau, Kakek Tua! Ini tak ada hubungannya denganmu!" teriak Dilota (Ibunda Hilassen)
"Tidak ada hubungannya denganku? Aku yang membesarkan anak ini ketika kau bersenang senang dengan Bangsawan kurang ajar! Lalu kau bsia berkata tidak ada hubungannya denganku?!" kata Kakek Lehben dengan tidak terima
"Agh! Lagipula sejak awal aku tidak ingin melahirkan anak ini! Kau tahu bukan? Anak ini hanyalah kesalahan! Anak ini lahir karena kebetulan!" teriak Dilota
Hilassen yang sudah sering mendengar ucapan kasar seperti itu dari Ibunya tetap tidak kuasa menahan rasa sedihnya. Kakek Lehben yang marah karena 'Cucu' nya dimaki dengan sangat rendah langsung menampar Dilota.
"Agh!! Apa yang kau lakukan, dasar Kakek Sialan!" teriak Dilota
"Seandainya aku bisa menamparmu lebih dari ini, maka sudah kulakukan. Namun ada cucuku yang menyaksikan." kata Kakek Lehben dengan pandangan miris
Dilota melihat ke arah Hilassen. Hilassen yang melihat Dilota ditampar hanya bisa menangis tanpa suara. Dilota menatap Hilassen dengan penuh kebencian.
"Dasar anak sialan! Gara gara kamu wajah cantikku menjadi rusak! Gara gara kamu juga aku ditinggal pacar-pacarku!" teriak Dilota
"Dilota! Sudah cukup, mulai hari ini Hilassen akan tinggal bersamaku. Aku sudah tidak ingin melihat cucuku tersakiti olehmu!" kata Kakek Lehben
Kakek Lehben langsung menarik tangan Hilassen dan dengan cepat meninggalkan rumah dari Hilassen dan Dilota.
"Ibunda.." kata Hilassen dengan lirih
Dilota yang ditinggal Hilassen pergi tidak berkata apapun.
"Akhirnya kau pergi.. wahai anak iblis! Hahahahaa!!" teriak Dilota dengan tawa yang sangat keras
Hilassen yang ngeri melihat wajah Ibundanya langsung memalingkan wajahnya dengan menangis tersedu-sedu. Kakek Lehben menggenggam tangan Hilassen lebih erat dengan mata yang berkaca-kaca.
"Hilassen.. mulai hari ini kamu tinggal bersamaku ya." kata Kakek Lehben
"Baik.. Kakek." kata Hilassen dengan mengelap air mata dan ingusnya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
•♪Alunan cahaya♪•
biasa itu
2023-02-06
1
𝚅𝚘𝙸 𝚅𝙸𝚘𝙻𝙴𝚃𝚃𝙰
katanya di suruh jawab ?
2022-11-13
1
Nchue Uswa
😃
2022-01-07
0