Bel Gereja berbunyi
Menandakan pagi hari telah tiba
"Ibu.. Ibu.. Ibu..!" kata Hilassen yang kemudian terbangun dengan menangis
Hilassen baru teringat jikalau mulai hari ini dia tinggal dengan Kakek Lehben. Pipi Hilassen terasa sakit dan kalau ia sekolah dengan luka di pipinya, maka Arkandra akan langsung memarahinya.
Hilassen kecil yang takut dimarahi langsung mencari cara untuk menutupi bekas lukanya. Perlahan ia turun dari tempat tidurnya. Ia berjalan keluar dari pintu kamarnya dan ia bertemu dengan Kakek Lehben yang sedang berkebun.
"Ohh Hilassen! Kau sudah bangun rupanya." kata Kakek Lehben
"Kakek! Apa kau tahu cara untuk menyembunyikan bekas luka??" tanya Hilassen dengan panik
Kakek Lehben langsung menyadari bahwa Hilassen tidak ingin Arkandra marah kepada dirinya. Kakek Lehben kemudian merapalkan Sihirnya yang mampu meminimalisir bekas luka dari Hilassen.
"Apakah sudah mendingan?" tanya Kakek Lehben
'Ya! Ini sudah jauh lebih baik! Terima kasih, Kakek!" kata Hilassen dengan tersenyum gembira
Kakek Lehben tersenyum melihat kegembiraan yang dipancarkan Hilassen. Mereka pun sarapan dan Hilassen pergi bersekolah.
Seperti biasanya, Hilassen bertemu dengan Arkandra di pertigaan tempat mereka berpisah. Arkandra memasang wajah curiga karena melihat adanya sedikit bekas luka di wajah Hilassen.
"Tidak ada apa apa kok! Ini hanya.. kemarin ada nyamuk! Aku memukulnya terlalu keras hingga jadi seperti ini!" kata Hilassen dengan agak panik mencoba menghindari pertanyaan dari Arkandra
"Tapi aku belum bertanya apa apa." kata Arkandra
Hilassen mati kutu mendengar perkataan dari Arkandra. Arkandra tertawa dan Hilassen bisa bernafas lega lagi. Mereka melanjutkan jalan mereka menuju ke sekolahan dengan saling bercanda dan tertawa.
Sesampainya di kelas, mereka langsung disambut dengan pemandangan yang tidak mengenakkan.
"A-Arkandra.." kata Hilassen dengan ketakutan
"(Sialan itu..!)" kata Arkandra dalam hatinya dengan marah
Dinding kelas telah dicoret-coreti oleh tulisan 'Hilassen sang Anak Haram', 'Dilota Lacur Terhebat', 'Ayah Hilassen seorang Anjing', dan banyak kalimat tidak mengenakkan lainnya.
Teman teman kelas Hilassen dan Arkandra melihat miris ke arah Hilassen dan memasang badan seolah menjauhi Hilassen. Arkandra yang melihat momen Hilassen kembali terkucilkan langsung mengayunkan tangannya ke samping sembari bertanya siapa yang melakukan ini.
"Ada apa Arkandra? Mengapa kau mementingkan anak busuk itu?" tanya seseorang dari pintu kelas
"Suara.. itu.." kata Arkandra dengan gemetar
Hilassen dan Arkandra membalikkan badan. Mereka melihat sosok yang Agung berada di belakang mereka. Veroste la Himmel, seorang lelaki Bangsawan yang hobi bermain wanita dan terkenal akan ketampanannya.
"Itu Tuan Veroste!" kata siswi siswi dengan histeris
"Jadi Arkandra..? Apakah ini yang kau angkat sebagai adikmu?" tanya Veroste
"Ya,, memangnya kenapa?" tanya Arkandra dengan nada yang sedikit berubah
Hilassen melihat ke wajah Arkandra dan ia menyadari bahwa sikap dari Arkandra agak berubah.
"Oh oh oh.. mengapa kau bersikap tidak sopan begitu.. wahai anakku..?" tanya Veroste dengan anggun
Para siswi kembali histeris. Hilassen kembali melihat ke wajah Arkandra dan dari wajah Arkandra terpancar perasaan jijk dan geli mendengar perkataan dari Veroste.
"Oi anak kecil, Ibumu namanya Dilota bukan?" tanya Veroste dengan suara yang berubah menjadi berat
"I-iya.." jawab Hilassen dengan agak ketakutan
"Ahh, wanita itu cantik sekali~ Seandainya dia tidak melahirkan anak busuk sepertimu, sudah pasti dia menjadi selirku!" kata Veroste
Perkataan Veroste membuat Hilassen dan Arkandra gemetar. Hilassen yang gemetar karena dirinya merasa bersalah kepada Ibundanya, sedangkan Arkandra merasa marah karena dengan sangat lantang Veroste ingin menambah selir dan merendahkan Hilassen.
"Apa.. apakah kau tidak ingin Ibunda tenang di sana?!" teriak Arkandra
Veroste memandang rendah anaknya.
"Apa maksudmu?" kata Veroste dengan aura seperti mau membunuh
Arkandra gemetar mendengar perkataan Veroste.
"Dengar anak kecil.. Alasan aku memberiimu nama Arkandra agar kau tetap tenang dan daim! Jadi tutup mulutmu juga jangan banyak bertingkah!" bentak Veroste
Verose kemudian merapihkan bajunya serta menegakkan kembali badannya. Ia mengibas rambut depannya dan melambaikan tangan pada siswi siswi kecil di kelas Hilassen dan Arkandra.
"Dan satu lagi anak kecil.." kata Veroste ke Hilassen
Hilassen menoleh ke Veroste.
"Kau itu.. tak lebih baik dari seekor anak anjing." kata Veroste dengan tersenyum
Pukulan telak seolah dirasakan oleh Hilassen. Arkandra terkejut mendengar perkataan Ayahnya dan reflek melihat ke wajah Hilassen. Pandangan Hilassen menjadi kosong dan Veroste pergi meninggalkan ruang kelas Hilassen dan Arkandra.
"Ya! Terima kasih, Paman!" kata Rico yang datang dari pintu kelas
Rico memasuki kelas dengan dua temannya.
"Hihi.. inilah akibatnya jika kalian menentangku!" kata Rico yang kemudian diakhiri dengan tertawa
Rico dan dua temannya tertawa sementara Arkandra telah mengepalkan tangannya dengan sangat kuat dan siap memukul Rico saat itu juga. Ketika Arkandra mau melangkahkan kakinya, Hilassen menahan langkahnya dengan tangan kiri yang ia taruh di depan dada Arkandra.
"Sudahlah.. lagipula.. aku ini hanyalah sampah kan..?" kata Hilassen dengan pura pura tersenyum
Arkandra terpukul dengan perkataan dari Hilassen. Air mata Hilassen mengalir meski pandangannya kosong dan wajah tersenyum palsu. Bel Gereja berbunyi menandakan dimulainya kegiatan hari tersebut.
Selama kelas berlangsung, Hilassen belajar dengan wajah yang pura pura tegar. Konsentrasi Arkandra tidak bisa fokus karena menghawatirkan Hilassen dan perkataan Ayahnya terngiang-ngiang di kepalanya.
Tok~ Tok~ Tok~
Suara ketukan pintu terdengar
"Silahkan" kata Guru yang sedang mengajar
"Permisi, saya mencari Tuan Muda Arkandra." kata seorang Prajurit membuka pintu kelas
Arkandra yang sedang melamun disadarkan kembali oleh Hilassen.
"Arkandra, sepertinya ada yang sedang mencarimu." kata Hilassen dengan halus
"Oh ya, maaf aku melamun." kata Arkandra
Arkandra pun keluar dari kelas bersama dengan perginya Si Prajurit. Kelas kembali berjalan dan dengan tidak adanya Arkandra, Rico dan teman temannya dapat mengganggu Hilassen sepuas hati mereka.
Arkandra yang berjalan terus menerus memikirkan perkataan Ayahnya. Dan tanpa sadar, mereka sudah sampai di depan pintu masuk sekolah.
Ketika pintu dibuka, terlihat sudah ada kereta kuda berwarna putih dengan garis keemasan yang menunggu. Sebuah logo Keluarga Bangsawan Himmel terpampang di pintu kereta kuda.
"Apa yang terjadi? Mau kemana kita?" tanya Arkandra ke Prajurit yang menjemputnya
"Maaf Tuan Muda, namun saya tidak bisa menjawab. Tuan Veroste hanya menyuruh saya untuk membawa Tuan Muda pergi dari kelas tanpa memberi tahu tujuannya." jawab Prajurit
"(Orang itu.. apalagi yang ia rencanakan?!)" kata Arkandra dalam hatinya dengan menggigit bibirnya
Arkandra pun menaiki kereta kuda dan pergi meninggalkan sekolahan. Hilassen melihat Arkandra yang pergi dengan kereta kudanya melalui jendela kelas. Rico dan teman temannya saling berbisik menyiapkan rencana untuk 'menjahili' Hilassen.
Kriingg~
Suara bel sekolah berbunyi menandakan waktunya istirahat.
"Baik anak anak, silahkan istirahat kita akan lanjutkan nanti setelah bel masuk berbunyi lagi." kata Bu Guru yang kemudian meninggalkan kelas
Tepat setelah pintu ditutup dari luar oleh sang Guru, sebuah bola air terlempar ke kepala belakang Hilassen. Hilassen yang terkena bola airi otomatis terdorong ke depan hingga terjungkal ke meja yang berada di depan-bawahnya.
*buat yang belum paham\, posisi kelas Hilassen dan Arkandra kursinya itu seperti tangga. Kalau butuh bayangannya seperti apa\, mungkin bisa lihat di Anime Zero no Tsukaima. Terima kasih*
Para siswa selain RIco dan kedua temannya menutup mulut mereka seolah menahan tawa.
'Iihh! Apa yang kamu lakukan, dasar anak miskin!" kata seorang gadis
"Ah, maafkan aku." kata Hilassen
"Lihatlah! Buku-buku ku jadi basah! Mau tanggung jawab gimana kamu! Kamu kan ga ada duit juga!" bentak si Gadis
"A-a.. anu.. kamu.. Faluma kan? Maaf.. nanti.. nanti akan aku ganti.." kata Hilassen
"Ha?! Berani-beraninya kau memanggilku Faluma! Aku ini dari kelas atas! Faluma zu Netar! Putri yang dikagumi banyak orang!" kata Aluma
"A-baiklah.. maafkan aku.. Putri Faluma.." kata Hilassen dengan menunduk
"Menunduk? Hanya menunduk?! Bersujudlah!" bentak Faluma
Hilassen yang masih merasakan sakit di kepala bagian belakangnya tidak bisa bersujud. Karena baginya, untuk menunduk saja sudah sangat pusing.
Tiba tiba Faluma dengan kasarnya mengangkat satu kakinya dan memaksa kepala Hilassen yang menunduk untuk bersujud. Dahi Hilassen terbentuk dengan kursi dan Hilassen berteriak kesakitan.
"Diamlah kamu, dasar miskin! Sudah aku biarkan kepala rendahmu ini menyentuh kaki ku yang indah! Bersyukurlah!" kata Faluma
"Bagus Faluma! Dia memang pantas dibegitukan!" kata Rico dengan tertawa
Seisi kelas tertawa melihat Hilassen yang direndahkan.
"Ini semua juga gara gara kamu! Kalau kamu tidak menjahili anak miskin ini, buku-buku ku tidak akan basah!" kata Faluma
"Ah! Soal itu gampang! Nanti aku ganti, kalau perlu sama tulisan-tulisannya sekaligus!" kata RIco
"Hmph! Syukurlah kau dijahili oleh orang kaya! Seandainya tidak, maka hukuman dariku akan lebih dari ini! Bersyukurlah karena buku-buku mahalku yang basah ini sudah ditebus oleh orang lain!" kata Faluma
Hilassen tidak menjawab, dan hanya menahan kesakitan. Faluma mengangkat kepalanya dan ketika ia melihat High Heels nya, terdapat darah pada bagian Top Heel nya.
"Iiuuhhh! Ada darahh!!" teriak Faluma dengan jijik melihat adanya darah di High Heels nya
Teriakan Faluma terdengar hingga ke ruang guru. Dengan jeda waktu hanya beberapa detik, seorang wanita dengan pakaian Maid memasuki ruang kelas.
"Putri Faluma, apa yang terjadi? Mengapa anda sampai berteriak begitu?" kata Pelayan memasuki kelas dengan panik
"Kenerin! Lihatlah sepatuku ini! Ada darah orang rendahan!!" kata Faluma dengan merengek dan menangis
Faluma langsung membuang sepatu High Heels nya yang menyentuh darah Hilassen dan memeluk manja Kenerin. Kenerin memeluk Faluma dan memarahi Hilassen tanpa membiarkan Hilassen mengatakan sepatah kata.
"Lihatlah apa yang sudah kau perbuat, dasar orang rendahan! Kau membuat menangis seorang Putri dari Bangsawan terhormat!" bentak Kenerin
"Harga nyawamu tak sebanding dengan sepatu Tuan Putri, kau ingin menggantinya dengan apa? Masa depannya sudah dikotori dengan darah kotormu itu!" kata Kenerin
"Kenerin!! Aku tidak akan bisa melupakan kejadian ini.. darah orang miskin itu.. benar benar menjijikan!" kata Faluma dengan merengek memeluk Kenerin
"Sialan kau, orang rendahan! Sampah masih lebih berharga daripada dirimu!" bentak Kenerin
Bel masuk berbunyi dan Hilassen dibawa pergi oleh beberapa prajurit dengan darah yang masih menetes dari kepala belakangnya serta pakaian tubuh bagian atas yang basah.
Famula izin untuk pulang guna menenangkan dirinya. Kelas pun kembali berjalan dan Rico merasa kesal karena tidak bisa menjahili Hilassen sepuasnya namun di satu sisi ia merasa sangat senang melihat Hilassen yang benar benar direndahkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Yunita Manullang
sediiih..ohh author ini cerita ny akh kelewat batas
2022-06-23
0
Nchue Uswa
😇
2022-01-07
0
min Björn
wahai author ku yg baik, rajin menabung, dan tidak sombong. Tetap semangat ya, selalu berusaha, dan jangan lupa berdo'a. Janganlah berputus asa sesungguhnya Tuhan bersama umatNya
2021-03-19
1