Sekte: Komunitas Topeng Tanpa Ekspresi
"Vie aku takut!" suara pelan sambil gemetar, dan sedikit air mata telah membasahi pipi Suna.
"Oke tenang, di sini kita aman, jangan menangis nanti ketahuan," jawab pria yang sedang menenangkan kekasihnya, dengan tenang.
"Ternyata tidak mudah menenangkan seseorang sambil menahan luka di lengan kiri, apa lagi aku dan Suna berada di dalam lemari tua yang hanya muat dengan dua orang," sambung pria itu dalam hatinya.
Pria itu bernama Davie, dan ia sedang terjebak bersama kekasihnya Suna.
Dug-dug-dug ...
Suara langkah kaki sudah mendekat, kira-kira ada dua orang.
"Tunggu sebentar!"
Tampaknya ada lebih dari dua orang, terdengar suara kakinya pun mulai ramai.
"Suna, ponsel kamu ada sinyal?" Davie berbisik dan kakinya mulai gemetar di dalam lemari sempit itu.
"Ini... ada sinyal 1 bar, tapi aku tidak tahu bisa di gunakan atau tidak," sahut Suna ketakutan, "Vie aku takut!"
Nada bicara Suna sekarang semakin pelan dan agak bergetar.
"Sssttttt... tenang, kita aman di sini!" jawab Davie sambil mengambil ponsel milik Suna.
Gelap akhirnya berubah menjadi terang karena cahaya dari layar ponsel yang sedang di utak-atik, kemudian pria itu melihat ke wajah Suna, kekasihnya yang sudah ketakutan. Air mata Suna mulai menetes perlahan menuju pipinya.
"Vie cahayanya ... bisa kamu matikan dulu, itu ada yang datang kesini ..." Suna berbisik lirih sambil menutup mulutnya.
Dor-dor-dor ....
Dor-dor-dor ....
"Groooowhhhlgggggghhhh ..."
Terdengar suara menggeram, seperti sedang growl. Dan suaranya pelan tapi terdengar sangat dekat.
Dor-dor-dor ....
Dor-dor-dor ....
Dor-dor-dor ....
Suara ketukan pintunya semakin keras kali ini, Suna pun sudah tak bisa menahan tangisannya. Davie hanya bisa terdiam, gemetar, dan tidak tahu apa yang harus di lakukannya.
Dia melihat lagi ke arah kekasihnya Suna, dan air matanya jatuh lagi, kali ini meluncur cepat ke pipinya, dan hampir masuk ke mulutnya.
"Jangan menangis Suna, please ... nanti kita bisa ketahuan!" ucap Davie sambil membasuh air mata yang sudah membasahi pipi kekasihnya.
"Aku takut Vie ... aku takut!" Ujar Suna sambil menangis tanpa suara.
"Ssstttttttt ..."
Davie masih berusaha membuat kekasihnya tenang, "Tarik nafas yang dalam, terus keluarkan lewat mulut perlahan."
"Dor-dor-dor ..." suara itu terdengar lagi, dan kali ini agak lebih keras dengan emosi tersalur dari tiap ketukannya.
Suna yang ketakutan memeluk kekasihnya erat, Davie pun merasakan apa yang Suna rasa. Ia juga merasakan getaran hebat yang bersumber dari tubuh Suna, saat ia membalas pelukan Suna.
Ketukan pintu itu berhenti dan seketika, dan suasana tiba-tiba hening begitu saja.
Sampai akhirnya ... “bruuuaaaakkk" seseorang di balik pintu berusaha mendobrak pintu itu dari luar.
Bruuuaaaakkk ...
Bruuuaaaakkk ...
Bruuuaaaakkk ...
Kemudian terdengar suara “kreeeeekkkk” dari pintu kayu tua, yang sepertinya sudah berhasil di rusak oleh seseorang yang berada di balik pintu.
Suasana semakin hening, Suna sudah bisa berhenti menangis, tapi tubuhnya masih saja gemetar.
Davie yang sedari tadi mencoba menenangkan kekasihnya, sudah tidak bisa berpikir lagi. Ia melihat Suna yang sudah memejam kan matanya, dan terlihat mulutnya bergerak cepat seperti sedang merapalkan doa-doa. Kemudian mereka mendengar suara langkah kaki mulai masuk ke dalam ruangan dan sepertinya itu suara langkah satu orang saja.
"Vie i love you ..." ucap lirih Suna sambil di ikuti isak tangisnya.
"Tenang saja, kita pasti bisa melewati ini, dan segera keluar dari sini, percaya padaku!"
Dug-dug-dug ....
Suara langkah kaki berat terdengar dan sedang berjalan dengan hati-hati, sambil mencari keberadaan dua sejoli itu.
Kemudian Davie mengintip dari sela-sela lemari, dan ia melihat seseorang memakai pakaian seperti jubah, dengan warna yang serba hitam. Orang itu juga mengenakan tudung kepala, dan mengenakan topeng berwajah flat, tanpa ekspresi.
"Tunggu dulu, ia membawa apa itu? Bentuknya seperti celurit tapi agak kecil dan lengkungannya tidak terlalu dalam."
Orang yang mengenakan jubah hitam itu mendekat ke arah lemari, dengan langkah yang hampir tak terdengar suaranya. Davie yang berada di dalam lemari bersama kekasihnya, masih memperhatikan orang berjubah hitam itu yang melangkah perlahan, dengan langkah yang sangat hati-hati.
Orang berjubah hitam itu semakin dekat dengan lemari tua, dan tangan kanannya yang memegang benda tajam mulai memasang kuda-kuda seperti ingin menyerang.
"Ohh my gosh!" ucap Davie dalam hati, jantungnya
mulai berdegup kencang, dan keringatnya mulai mengucur deras.
Orang berjubah hitam itu semakin dekat ...
Semakin dekat ...
Semakin dekat ...
Semakin dekat ... dan tiba-tiba ....
Davie menatap mata orang berjubah melalui celah kecil dari lemari. dan dari lubang topeng yang di kenakan pria berjubah itu, ia melihat bola mata orang itu yang melirik ke arahnya.
Jantung Davie seolah terhenti dan dengkulnya sudah merasa lemas, kali ini ia sangat ketakutan dan tubuhnya pun mulai gemetaran.
Suna tetap memeluk kekasihnya dan pelukan nya sangat erat kali ini.
Orang berjubah hitam itu pun menghampiri lemari, dan ia memaksa membuka lemari itu yang sedang di tahan dari dalam, Davie yang berada di dalam lemari kurang beruntung karena pegangannya terlalu kecil, dan hal itu membuatnya tidak bisa menahan lemari itu lebih lama lagi.
Davie yang sedang bersembunyi di dalam tahu kalau ia akan kalah jika tarik menarik seperti ini, dan tanpa pikir panjang ia pun menendang pintu lemari itu hingga orang bertopeng itu pun terpental.
"Ini kesempatan kita ... ayo lari, Suna!"
Sepasang kekasih itu keluar dari lemari dan berlari menuju pintu keluar yang sudah di rusak oleh orang bertopeng itu.
"Aaaaaaaaaaah..." Suna menjerit, dan Davie pun langsung menoleh ke belakang, dan ternyata kaki Suna sedang di cengkram oleh orang berjubah.
"Lepaskan!" teriak Davie sambil menendang tangan orang berjubah itu.
Satu kali tendangan tidak membuat si jubah hitam melepas kan tangannya, Davie pun menendang lagi dengan sekuat tenaga, tapi cengkraman si jubah hitam masi belum juga terlepas, dan ia masih telentang di ubin.
Davie mengambil ancang-ancang dan menendang bahu orang yang mengenakan jubah hitam, dengan sekuat tenaga. Sampai akhirnya genggamannya pun terlepas.
Orang itu sibuk melihat ke sekeliling mencari sesuatu, lalu orang itu pun berdiri dan berjalan mengambil senjatanya.
Davie memasang kuda-kuda layaknya seorang petinju dan berkata, "Tangan kosong kalau berani!"
Orang itu menghampiri Davie dan menjatuh kan senjatanya, tampaknya dia ingin meladeni Davie dengan tangan kosong.
"Vie jangan!"
"Kamu cepat keluar, biar orang ini aku yang urus," sahut Davie penuh percaya diri.
Suna menggelengkan kepalanya dan berkata, "Aku akan menunggu kamu selesai dengan orang itu, dan kita keluar dari sini hidup-hidup."
Davie tersenyum karena kekasihnya mengatakan hal seperti itu, dan ia pun berlari ke arah orang itu dan langsung menyerangnya.
Beberapa pukulan Davie berhasil di hindari orang itu, dan tampaknya memang orang itu sengaja hanya menghindari serangan Davie saja. Mungkin dia ingin membuat Davie kelelahan, dan menyerang balik saat Davie sudah kehabisan tenaga.
Davie pun melancarkan serangan demi serangan ke arah orang itu, tapi orang itu hanya menghindar dan menangkis serangan Davie.
Saat Davie melancarkan pukulan yang penuh amarah, orang itu menahan dengan serangannya dan menangkap tangan Davie.
"Ha-Ha-Ha," orang itu tertawa dan kemudian memukul wajah Davie, kemudian menendang perut Davie sampai Davie terpental.
Orang itu pun mengambil senjatanya dan berjalan menuju Davie, tangannya sudah terangkat dan sudah siap untuk menebas Davie.
Davie melihat jelas ayunan tangannya dengan jelas dan—
"Arrrghhhh ..." jeritan rasa sakit pun terdengar.
"Huaaaaaaaaaa ..." Davie pun berteriak sekuat tenaganya.
Di depan matanya dia melihat kekasihnya terkena sabetan senjata orang itu, Suna tersenyum dan tumbang saat senjata itu di cabut dari bahu Suna.
Darah sudah membanjiri lantai yang kotor, dan Davie menghampiri Suna dan mencoba menutup luka Suna dengan tangannya.
"Percuma Vie, aku sudah kehabisan banyak darah, dan sekarang pandanganku sudah mulai gelap ..." ucap Suna lirih dan nada bergetar.
"Suna tahan, kita ke rumah sakit sekarang!" jawab Davie sambil menahan luka Suna.
"Tidak akan sempat Vie, sekarang kamu harus keluar dari sini hidup-hidup dan melaporkan semua kejadian ini kepada polisi!" ujar Suna.
"Tidak ... baru saja kita berjanji untuk keluar dari sini hidup-hidup, kenapa kamu malah mengingkari ucapanmu sendiri," ucap Davie sambil menangis.
"Vie, aku cin—" ucapan Suna terpotong seiring matanya yang tiba-tiba terpejam.
Davie menepuk-nepuk pipi Suna dan sudah tidak respons dari Suna.
Davie pun mengecek nadinya di tangan dan juga di leher Suna, kemudian air mata nya jatuh begitu saja.
Dia melepaskan tangannya dari luka Suna, dan memukul dadanya sendiri, seakan tak percaya Suna sudah tidak ada.
"Aaaaaaaarrrggghhhhhh ..." teriak Davie keras sekali.
Orang yang mengenakan jubah hitam itu pun sudah sangat sabar, menunggu adegan sedih Davie dan Suna.
Entah bagaimana ekspresi orang berjubah itu, tapi kelihatannya kali ini dia sudah tak sabar lagi, dan ia mulai kesal. Ia mulai berlari ke arah Davie, dan ingin menyerangnya. Davie yang masih meneteskan air mata pun segera bangun dan menghindari sabetan orang itu, dan kemudian dia langsung menendang perut orang itu sampai terjatuh.
Davie pun berusaha keluar dari tempat itu, dia berjalan mundur dan tetap waspada pada orang itu.
Akhirnya dia sampai di bibir pintu, dan Davie pun berlari keluar sambil menangis, ia sambil membayangkan senyum manis Suna sesaat sebelum ajalnya menjemput.
“Tak akan aku biarkan, kalian mengambil kekasihku dengan begitu mudahnya. Aku akan kembali dan membalaskan dendamku, lihat saja!”
......................
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
wini nurwulan
baru mampir
2021-07-25
0
Esti. W
hi kak...
aku mulai dari sini yaaa
2020-11-04
0
Diyah Kusno
mampir'dulu..
nanti balik lagi...
lanjuuuut
2020-11-04
0