Rahasia Fahri

"La, kamu pulang aja duluan yah. Soalnya kakak ada lembur di kantor."

"Iya, ini aku juga udah di jalan kok."

"Ya udah, kamu hati-hati. Jangan lupa makan. Kakak udah siapin makanan di---."

tut.tut.tut.

Belum lagi aku selesai bicara, Lala sudah menutup teleponnya. Yah, begitulah adikku.

Aku pun kembali mengerjakan tugas yang diberikan Fahri. Disela-sela kegiatan ku ini, aku mendengar suara Fahri sedang berbicara dengan seseorang di ponselnya.

"Udah, lo tenang aja. Gue baik-baik aja kok. Gue jamin meeting sore ini bakal lancar. Percaya sama gue."

Aku melirik Fahri yang masih berbicara dengan santainya itu. Penggalan namaku terdengar disana.

"Lagian ada Fiqa yang bantuin gue," ucapnya.

Fahri menghentikan obrolannya kemudian menarik kursi menghadap ke arahku.

"Bagaimana?" tanyanya.

"Sudah selesai, pak. Silahkan dicek," sahutku.

Fahri menyambar kertas yang aku berikan lalu membacanya. Hening sesaat, sebelum tiba-tiba Fahri mengatakan sesuatu yang cukup membuat aku terkejut.

Aku tercengang, saat mendengar kalimat Fahri.

"Bagus. Aku optimis proyek ini pasti akan selesai sebelum Egi menikah."

Egi mau nikah?, batinku.

"Oh, iya. Kamu dateng kan ke acara pertunangan Egi besok?" tanyanya.

Aku tak menjawab. Mulutku terasa tiba-tiba beku. Aku kembali teringat dengan apa yang aku lihat di ruangan Egi tadi pagi. Pantas saja mereka terlihat mesra, ternyata wanita itu orang yang spesial untuk Egi.

Aku segera beranjak. Namun, Fahri menangkap lengan ku, "Tunggu. Aku belum memperbolehkan kamu pergi."

"Saya mau ambil air," ucapku.

"Oh, baiklah."

Aku pun beranjak ke arah pantry. Disini aku masih memikirkan tentang apa yang baru saja Fahri ucapkan. Aku mengambil dua buah gelas dari dalam rak lalu menyeduh bubuk kopi kedalamnya. Uap kopi menyeruak menembus hidungku. Aroma ini sejenak membuatku tenang.

Fahri terlihat kembali membaca tumpukan berkas yang ada diatas meja saat aku masuk kembali ke dalam ruangannya. Aku menaruh gelas kopi yang aku bawa sambil sesekali melirik ke arahnya, ada yang aneh, pikirku. Aku mendengar suara pria di depanku meringis lirih seperti menahan rasa sakit.

Mungkin efek obat penahan rasa sakit yang diberikan oleh dokter tadi pagi sudah hilang. Aku mendekat lalu menepuk pundak lelaki ini. Namun, ada yang aneh. Suara tarikan nafas pria ini terdengar berbeda.

Fahri memegang dadanya kuat sambil merintih.

"Bapak baik-baik aja?" ucapku cemas.

Fahri tidak menjawab. Aku masih mendengar tarikan nafas berat dari mulutnya. Dari raut wajahnya, aku bisa melihat kalau pria ini sangat kesakitan. Raut wajah yang otomatis membuatku bertambah panik.

Tanpa menunggu lama, aku pun segera memapah Fahri untuk berbaring di sofa. Tubuh tegap Fahri yang berat, membuatku sangat kesulitan. Tenaga ekstra pun aku keluarkan untuk memapah tubuh pria ini.

Ponsel Fahri berdering di atas meja. Tepat pada dering ketiga aku buru-buru menjawabnya.

"Halo."

"Halo."

Ternyata Egi yang menelepon.

"Iya, Gi. Kenapa?" jawabku dengan nafas terengah.

"Rhea?!. Kok lo yang angkat hape nya Fahri?. Fahri mana?"

Masih dengan nafas ngos-ngosan, aku menjawab, "Iya. Soalnya gue lagi sama Fahri di ruangannya."

Aku menoleh kembali ke arah Fahri. Wajah pria ini sudah pucat. Membuatku menjadi semakin takut.

"Ngapain lo di ruangannya?"

Aku menaruh ponsel yang aku pegang di atas meja.

"Halo. Halo. Rhe, lo ngapain di ruangan Fahri?. Halo. Rhea lo ngapain disitu?. Halo?!"

Ujung mataku bergerak ke arah ponsel saat mendengar suara Egi yang masih terdengar berteriak.

"Gi, lo tolong kesini. Fahri tiba-tiba pingsan."

"Apa?!. Oke gue kesana."

"Buruan,Gi!!"

Aku terisak. Aku berusaha memanggil nama Fahri untuk menyadarkannya. Aku mendekatkan jariku ke hidungnya. Syukurlah Fahri masih bernafas.

Tak lama, Egi datang. Egi langsung menuju ke arah lemari kecil yang ada disudut ruangan kemudian mengeluarkan sebuah tabung oksigen dari sana. Mataku terus melihat pergerakan Egi di ruangan ini.

Selang oksigen pun kini sudah tertancap di hidung Fahri. Egi menarik nafas lega.

"Fahri baik-baik aja kan Gi?" tanyaku khawatir.

Egi tidak merespon.

"Gue mau panggil dokter."

Aku berdiri, tapi Egi menangkap lenganku.

"Jangan!" ujarnya cepat.

"Maksud lo?. Kalau Fahri kenapa-kenapa gimana?"

"Fahri baik-baik aja. Lo tenang aja."

"Lo yakin dia baik-baik aja?"

Egi mengangguk mantap.

Ternyata Fahri mengidap asma akut yang sering kambuh jika dia mengalami stress atau tertekan. Egi bercerita kalau tidak ada seorangpun yang tahu mengenai penyakit Fahri itu kecuali dirinya, ditambah dengan diriku saat ini.

Egi bilang, Fahri tidak ingin membuat orang-orang disekitarnya menjadi kasihan padanya kalau tahu tentang penyakit yang dia derita. Fahri baru mengetahui penyakitnya itu saat dia lulus SMA. Fahri berusaha keras untuk menjalani pengobatan di luar negeri saat dia berkuliah disana.

Aku menoleh ke arah Fahri yang masih tertidur. Kasihan sekali pemuda ini, ternyata dibalik tubuhnya yang kuat ada sesuatu yang membuatnya sangat lemah. Aku berharap semoga Fahri bisa sembuh dari penyakitnya dan menjalani kehidupannya dengan baik.

Setelah itu aku menatap wajah Egi lama sambil tersenyum simpul. Aku senang bisa mengobrol dengannya lagi setelah sekian lama. Sudah lama rasanya aku tidak mengobrol dengan Egi seperti ini.

"Oh, iya kata Fahri lo mau nikah?. Selamat yah."

Egi terperanjat. Sepertinya dia tidak menyangka aku akan tahu hal ini.

"Lo ngapain di ruangan Fahri tadi?" tuturnya seraya menyeruput kopi yang ada di atas meja.

"Oh, gue tadi itu lagi bantuin dia buat ngerjain persiapan meeting."

"Kenapa Fahri nyuruh elo?. Dia kan punya asisten."

"Iya, gue tau. Gue tadi itu kan nggak sengaja nubruk dia sampe cedera. Nah, makanya gue niat baik buat nolongin dia. Gue nggak mau lah lari dari tanggung jawab."

"Emangnya bantuin dia tanggung jawab lo?"

Aku mengangguk.

"Besok-besok lo nggak perlu bantuin dia. Urusan meeting biar gue aja yang urus. Entar dia pingsan lagi kayak tadi," ketus Egi.

Aku menarik mulutku manyun.

"Udah nggak usah manyun gitu."

Aku tersenyum manis, lalu berkata "Tapi kan Gi, yang jadi istri lo pasti dia beruntung banget. Punya suami ganteng, kaya, gemesin, baik, terus--"

"Gue dulu juga pernah punya istri, tapi kayaknya dia nggak merasa beruntung tuh jadi istri gue," potongnya dengan suara datar sambil menatap mataku.

Pandangan kami beradu cukup lama. Aku baru menyadari ternyata aku termasuk orang beruntung karena pernah menjadi istri Egi. Egi memang sosok yang ideal untuk dijadikan seorang suami. Namun, tidak bagiku. Entah kenapa aku selalu merasa kalau aku tidak cocok berdampingan dengan pria dihadapanku ini.

"Egi?!"

Suara parau seorang wanita mengejutkan aku dan Egi. Kami pun saling melepaskan pandangan lalu menoleh kearah suara tersebut. Saat menoleh, aku mendapati sosok wanita cantik sudah berdiri di sana. Wanita yang aku lihat tadi pagi.

Wanita itu meraih lengan Egi dengan cepat lalu merangkulnya dengan mesra.

"Kamu ngapain kesini?" tanya Egi padanya.

Wanita itu melirik ke arahku sekilas. Lirikan yang cukup tajam seperti akan memakanku.

"Dia siapa?" ucapnya pada Egi.

"Karyawan di kantor ini. Tadi dia habis bantuin Fahri buat nyelesaiin kerjaan buat meeting," ucap Egi seraya memasukkan tangan ke dalam saku celananya.

Dari gerak-gerik Egi, terlihat dia menyembunyikan sesuatu.

"Terus Fahri dimana?" tanyanya lagi pada Egi.

Egi menunjuk ke arah sofa tempat dimana Fahri masih terbaring.

Wanita itu mendekati Fahri dengan diikuti Egi dari belakang.

"Udah berapa lama dia pingsan?"

"Sekitar setengah jam," jawab Egi lagi.

Wanita itu mengangguk mengerti.

Aku hanya diam di sudut sambil sesekali mendengarkan mereka bicara.

"Ini obat yang biasa aku resepkan padanya, kalau dia sudah sadar suruh dia segera minum obat ini."

Jadi calon istri Egi dokter, batinku.

"Baiklah. Terima kasih kamu sudah mau datang kesini."

"Kamu masih saja sungkan seperti ini padaku. Padahal kita sudah mau menikah."

Egi tersenyum simpul.

"Ini, aku ada bawakan makanan buat kamu."

Wanita cantik itu menyodorkan kotak makan siang kearah Egi.

"Terima kasih," balas Egi.

Wanita itu membalas dengan senyuman manis. Dua buah lesung pipi tercetak di wajah cantiknya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!