Seminggu kemudian,
Plak!!!
Tanganku melayang dan mendarat mulus di pipi Nathan. Kupandangi wajah yang beberapa saat lalu masih terlihat tampan itu dengan tatapan tajam penuh kekesalan. Nathan benar-benar brengsek. Dasar bedebah.
Aku menghapus kasar jejak air mata yang mengalir deras di pipiku. Jejak air mata yang menemaniku sedari tadi di kafe bergaya vintage yang sudah beberapa kali aku kunjungi belakangan ini. Sial!. Kenapa air mata sialan ini tak juga berhenti padahal aku telah menyekanya berulangkali.
Kutatap raut wajah Nathan yang tampak meradang. Tatapan mengerikannya berusaha menerobos masuk kedalam iris mata cokelat pekat milikku. Meskipun begitu aku tidak takut sedikitpun dengan tatapan pria yang tengah membidik tajam ke arahku itu.
"Berani banget lo nampar gue!. Lo kira lo itu siapa, hah?!" makinya seolah-olah akan menelanku saat ini juga.
Sekali lagi kudaratkan tanganku di pipinya. Keras. Sangat keras. Sudah kubilangkan kalau aku tidak takut sedikitpun dengan tatapan sialannya itu.
Dua kali menampar wajah Nathan membuat tanganku terasa perih, bukan hanya tanganku tapi hatiku juga. Baru kali ini aku menampar wajah orang yang aku sayangi.
"Masih bagus gue cuma nampar lo. Dasar cowok brengsek. Gue minta putus!" ucapku dengan nada memekik.
Akhirnya kata-kata itu lolos dari bibirku. Harusnya aku mendengarkan kata-kata Egi. Seharusnya dari dulu aku mengatakan itu pada pria bedebah ini. Benar kata Egi, aku memang selalu salah dalam memilih pria.
"Oke, fine. Kita putus. Gue minta, lo jangan hubungi gue atau merengek minta balikan. Gue jijik pacaran sama cewek buruk rupa kayak lo. Harusnya lo itu bersyukur, gue mau sama lo. Cewek jelek kayak lo, tujuh turunan juga nggak bakalan bisa dapetin cowok kayak gue."
Kulihat Nathan menarik sudut bibirnya, mengejek ke arahku. Tanpa sadar bulir bening kembali jatuh saat lagi-lagi kalimat menyakitkan itu tertangkap oleh inderaku.
Jelek. Buruk rupa. Aku benci dengan kata-kata itu.
Aku masih membisu sambil merapatkan gigiku dan mengepalkan tanganku, bersiap untuk meninju mulut kotornya.
"Dasar perawan tua!" tambahnya.
Jleb!!!
Nathan menghunus sebuah mata pisau tepat menancap di jantungku. Jantungku terasa berhenti sejenak. Dadaku terasa sakit seperti dihujani beribu anak panah. Ya, Nathan telah berhasil menabur garam diatas lukaku yang menganga.
Tenggorokanku rasanya tercekat. Aku menelan ludahku kasar dengan tatapan pedih menyatu bersamaan dengan bulir bening yang menggenangi kantung mataku. Ucapannya kali ini sungguh sangat menyakiti harga diriku. Aku mengerjap dan bulir itu pun jatuh seketika.
Pijakan kakiku goyang. Aku terduduk lemas bertopangkan kursi berbahan rotan ini sesaat setelah kepergian pria brengsek yang sudah kupacari selama hampir dua bulan lamanya.
Aku menangis. Menangis sejadi-jadinya.
Dua jam setelah tangisan memalukan itu aku lakukan, aku melangkah pergi ke sebuah arena bermain anak yang ada di dekat sini.
Sepanjang langkah, aku merutuki nasib sial yang menimpaku. Nasib sial yang akan terus mengikutiku kemanapun aku pergi, selalu dan mungkin selamanya.
Aku menghembuskan nafas berat setiap kali mataku menangkap sepasang kekasih yang berjalan sambil saling merangkul mesra satu sama lain. Pasangan muda-mudi yang seolah sengaja meledekku dengan berjalan hilir mudik tiada henti didepanku. Aku sungguh iri. Andai saja takdir baik menghampiriku.
"Rhea!" suara pria yang kukenal menghentikan umpatanku dalam hati.
Aku menoleh dan mendapati Egi berjalan ke arahku. Entah bagaimana ceritanya aku bisa bertemu dengannya disini. Masa bodoh, pikirku. Yang penting setidaknya rasa Maluku berkurang sebab aku tidak harus berjalan sendirian seperti orang bodoh dengan mata yang bengkak dan sembab begini.
"Lo mau kemana, Re?"
"Gue mau kawin!" jawabku singkat.
Egi tertawa. Tertawa dengan suara khasnya. Suara khas yang sudah menemaniku selama sepuluh tahun ini.
"Lo ngapain disini?" tanyaku ketus.
"Gue?!. Biasa, gue lagi ngedate."
Aku terperangah. "Sama siapa?"
"Ya sama cewek-lah. Masa sama kuda. Emangnya elo, ngedate sama kadal."
Refleks aku menjitak dahi Egi si sontoloyo ini sekuat tenaga. Sangat kuat hingga sukses membuatnya mengaduh kesakitan. Soal jitak menjitak, aku memang jagonya.
"Rasain, lo."
"Sakit tau!. Bisa nggak sih, lo berhenti KDRT sama gue!"
"Bodo!. Syukurin!"
Tiba-tiba Egi merangkul lenganku kemudian melangkah.
"Lo mau bawa gue kemana?" tanyaku.
Aku mendongak menatap wajahnya. Postur tubuhnya yang menjulang tinggi selalu memaksa kepala berhargaku untuk mendongak setiap kali Egi berdiri didekatku.
"Ke restoran."
"Gue udah kenyang."
"Idih, siapa juga yang mau ngajak lo makan."
"Terus?!"
"Gue mau nemuin calon istri gue!" jawabnya tanpa basa-basi.
"What?!. Jadi, nyokap lo masih ngejalanin praktek biro jodoh?" Aku menggeleng tidak percaya.
Kali ini Egi yang menjitak kepalaku. Hemm, lumayan sakit.
"Sembarangan, lo!"
Sebenarnya, tante Sinta tidak punya biro jodoh. Hanya saja, ibu Egi itu memang senang sekali merancang perjodohan untuk Egi. Entah sudah berapa kali Egi menemui calon-calon istri masa depannya itu yang semuanya ditolak mentah-mentah dengan segala macam alasan yang tidak masuk akal dari Egi.
Bahkan tante Sinta sempat menjodohkan Egi dengan anak seorang menteri yang cantik luar biasa. Kecantikan alami yang tak akan pernah luntur meski tujuh turunan, tujuh belokan dan tujuh tanjakan terlalui, tapi lagi-lagi perempuan cantik itu ditolak mentah-mentah sama si Egi sontoloyo ini. Memang sok kecakepan ini anak.
Karena semua kelakuannya itu, aku pun sempat ragu dan mencurigai Egi. Jangan-jangan Egi itu tidak suka perempuan. Ha..ha...ha. Aku memang selalu punya imajinasi liar di otakku.
"Nyokap gue minta gue buat cepetan nikah. Lo 'kan tau nyokap gue itu udah pengen banget nimang cucu."
"Ya, udah lo nikah aja. Gitu aja kok susah. Harusnya lo itu bersyukur, banyak yang mau sama lo. Nggak kayak gue!"
"Apaan, sih lo. Lo 'kan tau, gue itu maunya nikah sama cewek yang gue cinta."
"Siapa?. Luna?"
Egi menghentikan langkahnya. Aku melihat kesedihan di raut wajah sahabat karibku itu tepat setelah langkahnya terhenti. Mulutku ini memang sangat menyebalkan.
"Sorry!" Aku menggigit bibir bawahku gugup, meminta pengampunan dari Egi.
Egi meremas bahuku lumayan kuat. Mata teduhnya menatapku intens. Aku tahu dari sorot matanya, Egi ingin mengatakan sesuatu. Mungkin Egi mau memakiku kali ini.
"Udah, deh. Lupain aja!" jawabnya sambil tersenyum getir.
Egi kembali berjalan memasuki restoran, meninggalkanku yang masih mematung dengan rasa penyesalan yang menggunung tinggi.
Tak lama, Aku pun menyusul Egi dari belakang. Aku terperangah takjub saat kakiku memasuki sebuah restoran yang tampak lumayan mewah. Restoran yang terlihat "wow" dimataku.
Maklum saja, aku yang hanya seorang upik abu, tidak terbiasa hidup dengan hal-hal seperti ini.
Berbeda dengan sahabatku yang satu ini, yang notabene anak seorang sultan yang bisa dengan mudah menghasilkan uang dan mudah juga menghabiskannya. Egi memang beruntung.
Aku akui, Egi itu memang kaya, sangat kaya. Sampai-sampai aku pun mungkin akan kelelahan menghitung setiap keuntungan tahunan perusahaan miliknya.
Walaupun begitu, Egi yang ada disampingku ini bukanlah pria yang sombong dan arogan. Satu hal lagi yang membuatku suka berteman dengan Egi.
"Lo mau pesan apa, Re?" tanyanya.
"Biasa."
"Disini itu nggak ada jus jeruk. Lo pesen yang lain, deh. Apa gitu, kek."
"Terserah lo aja, deh."
Egi pun menyebutkan pesanan pada pelayan yang sedang berdiri disebelahnya. Egi melirik sekilas ke arahku, tampak dia ingin menanyakan sesuatu.
"Lo mau nanya apaan?"
Egi cengengesan, "Lo kenapa lagi sama Nathan?"
Aku terperanjat.
"Lo diapain sama dia?. Sampe bengkak gitu mata lo."
Ternyata Egi si sontoloyo ini memindai kondisi wajahku sedari tadi. Kalau sudah seperti ini, Egi pasti akan meledekku habis-habisan.
Aku pun meraba perlahan mataku yang bengkak dan sembab. "Emangnya kelihatan banget, ya?"
Egi mengangguk.
Aku pun mulai berbicara. "Gue putus sama Nathan!"
"What?!. Putus?. Kenapa?. Bukannya lo bilang dia cinta banget sama lo?"
"Gue yang minta putus."
Mata Egi membelalak tidak percaya. Wajar saja Egi tidak percaya, biasanya aku yang selalu dicampakkan dan kali ini sebaliknya. Ini rekor baru untukku. Aku cukup puas untuk hal ini.
"Serius lo?!" tanya Egi sambil menyeruput segelas cokelat hangat yang baru saja tersaji di atas meja.
Aku mengangguk.
"Kok bisa?!"
"Dia mau cium gue," jawabku lemah.
Ya, lagi-lagi aku menolak untuk dicium olehnya. Aku menolak sekuat tenaga sosoran Nathan di bibirku sewaktu di kafe. Hingga tanpa sadar aku pun melayangkan tamparan keras dipipinya.
"Hah?!. Nathan mau cium lo?. Dasar cowok brengsek. Syukur deh, kalo lo putus. Jadinya lo bisa bebas dari cowok mesum kayak dia."
Aku tersenyum tipis.
Entah seperti apa perasaanku saat ini. Aku bingung, aku sedih atau justru bahagia.
"Permisi."
Suara lembut seorang wanita menginterupsi obrolan kami. Aku dan Egi sama-sama menoleh. Mataku menatap takjub pada wujud wanita cantik yang ada didepanku.
"Kamu Rahagi Hadyan Prasaja, kan?. Anaknya tante Sinta?" tanyanya sambil menyebutkan nama lengkap Egi dan ibunya.
"Iya." Egi menjawab singkat.
"Aku Erin. Erinia Sherly Wijaya."
Egi berdiri dari duduknya menyambut uluran tangan makhluk cantik jelita yang berdiri didepannya.
Egi tersenyum tipis lalu mempersilakan wanita tersebut duduk di kursi yang berada tepat didepan Egi.
Aku menyikut lengan Egi lalu berbisik, "Gi, ini calon istri lo?"
Egi diam.
"Udah, lo sikat aja. Mumpung ada kesempatan," bisikku.
Aku berdiri. Biar begini aku juga sadar kalau dua orang yang ada di sebelahku ini butuh privasi. Aku pun berniat pergi dari meja Egi.
"Ehm, gue ke toilet dulu, ya. Kayaknya lama. Lo berdua ngobrol-ngobrol dulu aja."
Egi menahan kepergianku.
"Temenin gue!"
"Lo itu udah tua. Masa gini aja masih butuh gue temenin. Udah, ah. Gue udah kebelet. Bye."
Aku kembali beranjak setelah tersenyum sopan terlebih dulu pada calon istri masa depan sahabatku.
Aku tersenyum dan berdoa yang terbaik untuk perjodohan sahabatku kali ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Rozh
Hai,,, malam Thor 👋
suka tulisanmu Thor💖💖
semangat terus ya, dan jaga kesehatan nya💪
Mampir di novel baru ku ya, "Suami Dadakan" makasih🙏
Salam dari Kisah danau hijau buatan kakek💖👍
2020-08-23
0
Aisyah
Jangan2 ... semoga bener😆😆
2020-08-23
0