Interview Kerja

Entah kenapa pagi ini rasanya cerah sekali. Aku tak hentinya tersenyum setelah bangun dari tidurku pagi ini.

Akhirnya hari ini tiba, hari dimana aku akan menghadiri interview di sebuah perusahaan besar untuk posisi asisten pribadi dari seorang bos tampan yang selama ini jadi pelanggan di minimarket tempatku bekerja.

Bahkan aku sengaja mengambil cuti hari ini dari minimarket. Walaupun sebelumnya aku harus menerima bentakan dan amukan habis-habisan dari bos minimarket tapi tak mengapa asalkan bos super galak dan menyebalkan itu memberiku izin. Syukurnya doaku terkabul.

Aku mematut diriku di depan sebuah cermin kecil yang ada di atas meja rias reot milikku. Suara nyanyian sumbang dan siulanku meramaikan suasana pagi ku hari ini.

"Kak, udah siap belum?. Udah ditungguin tuh, sama bang Egi!" teriak Lala, adikku satu-satunya dari balik pintu.

"Bentar. Kasih aja dulu bang Egi gorengan sama kopi, dek. Entar lagi kakak kelar, kok!" jawabku sambil terus memoles wajah seadaku ini semaksimal mungkin.

Setidaknya hari ini aku ingin tampil memukau untuk wawancaraku. Kapan lagi aku punya kesempatan emas seperti ini. Apalagi mengingat usiaku yang sudah matang, rasanya sulit sekali mendapatkan pekerjaan yang sedikit bonafit seperti yang ditawarkan oleh Galang.

Aku berdiri tegak setelah selesai memoles bibir tipisku dengan lipstik dan menyemprotkan parfum ke seluruh tubuh ku. Terakhir aku mengenakan blazer hitam untuk melengkapi penampilan memukau ku hari ini.

Aku melangkah penuh percaya diri saat keluar dari kamarku dengan tas selempang kecil dan menenteng sepasang sepatu model stiletto. Ku lihat Egi sudah menungguku didepan mobil sport keren miliknya.

Aku tersenyum manis ke arah sahabat ku itu sambil terus melangkah mendekat ke arahnya.

Lo pasti mau muji gue kan?. Baru nyadar lo kan kalau gue cantik, bisikku dalam hati dengan yakin saat melihat pandangan mata Egi yang tak biasa ketika aku semakin mendekat ke arahnya.

"Gimana?. Gue cantik kan hari ini?" ucapku sambil memainkan rambutku didepan Egi.

Egi menaikkan sudut bibirnya, "Lo mau ngelenong?" tukasnya sedikit tertawa sambil memperhatikan tubuhku dari atas ke bawah.

"Sialan!" ketusku. "Apaan lo lihat-lihat gue kayak gitu?. Itu namanya pelecehan tau nggak lo?!" tambahku lagi.

Egi kembali tertawa. Aku menoyor kepala sahabatku itu dengan bibir yang sudah mengerucut saat mendengar tawa mengejeknya padaku. Tawa yang sangat menyebalkan.

Egi membuka pintu mobil kemudian mengambil sebuah buket bunga indah dari sana. Aku langsung sumringah saat itu juga. Seketika kemarahanku mereda pada Egi.

Pasti bunganya buat gue!, pikirku.

Aku pun menunggu penuh harap. Bersiap menerima uluran buket bunga dari Egi. Namun, Egi justru meletakkan buket indah itu di atas dasbor. Tak ayal hal itu, membuat bibirku kembali mengerucut kesal.

Sahabatku itu memang mahir membuat aku marah.

"Idih, mupeng. Lo kira tuh bunga buat lo. Jangan geer, deh!. Masuk."

Aku pun segera masuk ke dalam mobil mewah Egi dengan bersungut-sungut.

"Lo itu mau ngelamar kerja atau mau kondangan?. Dandanan lo itu norak tau nggak. Pake acara rambut lo dilurusin lagi. Buat apa coba?"

Egi mulai cerewet.

"Berisik lo!" ketusku. "Bilang aja lo sirik."

Egi melanjutkan, "Satu lagi kalo ada apa-apa lo langsung hubungi gue. Ngerti?!"

"Maksud lo?"

"Maksud gue, siapa tau aja si Galang ngapa-ngapain lo di kantor."

Aku terbahak.

"Apaan sih lo. Ya nggak mungkinlah si Galang ngapa-ngapain gue."

"Pokoknya lo turuti aja apa kata-kata gue. Nggak usah bandel."

"Terserah."

Aku bergegas mengenakan sepatu sambil menutup telingaku agar tidak mendengar umpatan sahabatku yang sudah sering aku dengar itu. Sudah aku bilang kan, Egi itu memang suka cari keributan.

Tak lama, mobil pun berhenti tepat di depan gerbang masuk sebuah gedung perkantoran yang cukup besar milik Galang. Egi berniat mengantarkan ku lebih jauh ke dalam. Tapi, aku menolak tawarannya sebab mobil sportnya ini sudah cukup menarik perhatian orang-orang yang ada di sana.

"Thanks ya. Bye."

Aku pun bergegas untuk turun dari mobilnya.

Tiba-tiba Egi menahan lenganku, membuat pandanganku menoleh padanya. "Lo inget ya, lo harus hati-hati sama si Galang. Dia itu playboy. Inget tuh."

Aku berdecak sebal lalu menarik lenganku dari tangannya, "Berisik lo."

Aku berjalan penuh percaya diri memasuki gedung yang bakal menjadi tempatku bekerja nantinya. Ah, rasanya aku bahagia hari ini.

"Mbak Rhea, ya?. Mari ikut saya, Mbak," ucap seorang resepsionis cantik saat aku menyodorkan kartu nama Galang padanya.

"Iya, Mbak!" jawabku semangat.

Aku berjalan mengikuti langkah kaki wanita cantik itu dari belakang. Tak lama, kami pun sampai di depan sebuah ruangan dengan pintu kaca didepannya.

Wanita itu mengetuk pintu beberapa kali. Tampak Galang calon bos tampan ku itu melirik ke arah pintu seraya tersenyum sekilas pada wanita didepanku lalu mempersilahkan kami untuk masuk.

Aku masih terus mengikuti langkah wanita cantik itu hingga akhirnya langkahku berhenti tepat di depan meja kerja Galang.

Galang menyuruh aku duduk. Sementara wanita yang mengantarkanku tadi segera keluar dari ruangan besar itu.

"Selamat datang, Rhea."

Aku menjawab sapaan Galang dengan sebuah anggukan, sanking gugup dan tegangnya diriku ini saat menatap wajah tampannya itu dari dekat.

Galang memanglah tampan. Wajar saja menurutku kalau dia itu playboy sebab dia tampan dan mapan. Wanita mana yang tidak mau padanya.

Tapi, tidak ada salahnya juga aku berhati-hati dengan apa yang dikatakan oleh Egi. Hemm, aku harus waspada.

Penampilan Galang sangat berbeda dari biasanya. Setiap kali berbelanja di minimarket, Galang hanya mengenakan kaus oblong dengan celana pendek selutut. Tampak sederhana.

Namun, Galang yang ada didepanku saat ini berbeda. Kali ini Galang mengenakan kemeja biru formal lengkap dengan dasi berwarna senada. Auranya terasa berbeda.

"Ini CV saya, pak."

Aku menyodorkan CV milikku ke arah Galang sesaat setelah aku duduk di kursi berhadapan dengannya.

Galang menatapku, "Aku tidak perlu membaca ini. Kapan kamu bisa mulai bekerja?"

"Hari ini juga saya siap, pak," jawabku cepat.

Galang mengangguk, "Baik. Kalau begitu, kamu duduk di sebelah sana."

Galang menunjuk sebuah meja yang berada tepat di sudut ruangan.

What?!. Gue satu ruangan sama si bos?, bisikku dalam hati.

Sejujurnya aku terus kepikiran dengan kata-kata Egi si sontoloyo. Setelah aku pikir-pikir, mungkin perkataan Egi ada benarnya.

Akhirnya setelah berpikir cukup lama, aku meminta agar Galang memindahkan meja kerjaku.

"Kenapa?" tanya Galang penasaran.

"Maaf, Pak. Ehm, begini saya cuma merasa nggak nyaman saja kalau satu ruangan sama bapak. Kalau bisa saya minta ditempatkan diluar saja, Pak. Itu lebih baik."

Aku melirik Galang takut. Takut jika pria yang baru menjadi bosku setengah jam yang lalu itu memecatku nantinya gara-gara ucapanku barusan.

Ku lihat Galang tersenyum. Senyumnya sangat menawan. Barisan gigi putih melimpir di belakang bibir tebal merah muda miliknya.

"Baiklah, tidak masalah," jawabnya cepat.

Aku menyambut kalimat Galang dengan senyuman di wajahku.

"Terima kasih, Pak," jawabku menimpali.

Galang pun segera menyuruh dua orang OB untuk mengeluarkan meja kerjaku dari dalam ruangannya.

Aku langsung menyandarkan tubuhku di sandaran kursi. Menarik nafas panjang sambil melirik tumpukan berkas yang ada di atas meja. Aku pun memulai pekerjaan ku pagi ini.

Aku bekerja dengan mengerahkan segenap kemampuanku. Aku masih tidak menyangka akan dapat bekerja dan menjadi karyawan di perusahaan besar seperti ini. Aku tersenyum penuh semangat. Akhirnya aku dapat beralih fungsi dari kasir minimarket menjadi seorang asisten pribadi bos besar.

Sebuah pencapaian besar dalam hidupku. Aku pun berniat untuk menemui bos minimarket dengan membawa beberapa hadiah sebagai ucapan terima kasih saat aku mengundurkan diri besok.

Hingga akhirnya beberapa jam berselang. Tanpa terasa waktu makan siang tiba, perutku sudah keroncongan dan berbunyi nyaring. Dengan cepat aku membereskan meja kerjaku.

Notifikasi pesan dari Egi, masuk ke dalam ponselku. Seperti biasa, Egi mengajakku untuk makan siang bersama dan tentunya aku tidak pernah menolak. Mumpung dia baik.

Bukan memanfaatkan, hanya saja Egi itu memang pria yang baik. Egi memang sering mentraktir ku makan siang bahkan saat aku bekerja sebagai kasir di minimarket, dia selalu membawakan makanan enak yang entah dibelinya dari mana.

Dan tugasku hanya menikmati makanan lezat itu saja. Aku memang tidak tahu diri.

Aku pun segera membalas pesan dari Egi dengan mengiyakan ajakannya.

"Makan siang bareng, yuk!"

Suara Bos baruku membuatku kaget. Aku mendongak dan sontak berdiri tegak didepannya. Ku lihat dia tertawa. Mungkin menertawakan ekspresi anehku yang seperti melihat setan.

"Makan siang bareng, yuk!"

Galang mengulangi kalimatnya.

Aku terperangah.

Bagaimana ini?. Kalau aku menolak, aku takut dipecat?. Kalau aku iyakan, bagaimana dengan Egi?

Galang memandang ke arahku, seolah menantikan jawaban dari mulutku. Sementara aku, masih terus berkutat dengan pikiranku.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!