Tawaran Pekerjaan

"Ini harganya berapa ya, mbak?"

Suara berat seorang pria membuyarkan lamunanku. Aku langsung menengadah menatap wajah konsumen pertamaku hari ini saat kesadaranku kembali sepenuhnya.

"Oh, 35.000, Mas."

"Ya udah, saya ambil satu, deh."

"Baik, Mas. Nggak ambil yang lain, Mas. Soalnya minimarket ini ada promo besar-besaran loh, Mas." Mulutku mulai tak berhenti berbicara mempromosikan barang-barang di tempat aku bekerja saat ini.

"Mas, pasti tinggal di sekitar sini, ya. Soalnya saya sering lihat mas belanja di sini."

Aku mendongak setelah selesai menghitung total belanja pelangganku itu. Aku menatap wajahnya lama. Pria didepanku cukup tampan dan memukau. Pria ini sudah sering berbelanja di sini dan aku selalu tak pernah bosan memandang ciptaan Tuhan yang satu ini dengan dua bola mataku. Dia sangat mempesona. Sungguh.

Aku tertawa dalam hatiku. Pikiranku sudah mulai tidak waras. Entah kenapa, semua pria aku sebut tampan. Tapi, memang dia tampan, mau bagaimana lagi.

"Semuanya totalnya 278.000. Ada tambahan lagi, Mas?"

"Oh, tidak perlu. Itu sudah cukup. Saya lihat kamu pintar dan cekatan dalam menghitung uang. Sudah lama kerja disini?"

"Iya."

"Oh, iya namaku Galang. Galang Wiguna. Nama kamu siapa?"

"Saya Rhea. Rhea Syafiqa Akmal."

Aku membalas uluran tangannya. Tangannya halus selembut salju. Bukan, bukan selembut sutera. Bukan, bukan selembut awan. Tidak, tidak, bicara apa aku ini.

Aku saja tidak pernah memegang hal-hal semacam itu. Salju, sutera ataupun awan. Heh?!. Yang benar saja.

Baiklah aku umpamakan saja tangannya lembut seperti bokong bayi yang biasa aku colek sewaktu aku mengganti popok ciptaan Tuhan paling menggemaskan didunia itu ketika aku masih bekerja menjadi seorang baby sitter dulunya.

Lupakan bokong bayi. Kembali pada si makhluk tampan didepanku.

Kulihat dia tersenyum saat menerima uluran tanganku. Astaga, lagi-lagi aku terpesona. Aku memang selalu mudah untuk jatuh cinta, apalagi pria tampan seperti dia. Ha..ha..ha, Dasar Rhea. Otakku ini selalu berpikir melebihi batas.

"Rhea. Hemm, nama yang indah."

Ya ampun, kenapa saat dia menyebut namaku rasanya terdengar sangat indah ditelinga. Padahal aku sendiri tidak suka nama itu.

Aku akui namaku itu memang indah, tapi aku tidak suka dengan nama itu. Sungguh. Nama itu tidak sesuai dengan wajahku yang buruk rupa ini.

Orang tuaku mungkin berharap aku bisa tumbuh cantik sesuai nama itu, tapi kenyataan selalu lebih menyakitkan. Nyatanya aku tumbuh menjadi gadis yang jelek. Ah!. Ingin rasanya aku mengganti nama itu.

Tapi, kalau aku melakukannya pasti orang tuaku akan sedih di surga sana. Mereka hanya meninggalkan nama ini untukku. Nama yang pastinya berisikan doa-doa terbaik mereka padaku.

"Aku sedang mencari asisten pribadi. Aku lihat kamu orang yang terampil dan cekatan. Aku rasa kamu cocok jadi asisten pribadiku."

Aku terperanjat. Baru kali ini aku ditawari pekerjaan. Biasanya aku yang selalu melamar semua pekerjaan itu. Dan hasilnya selalu gagal.

Aku memang memiliki otak yang cerdas dan tubuh yang kuat, tapi otak cerdas dan tubuh yang kuat tidak bisa menjamin untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.

Aku sudah melamar ke berbagai perusahaan, tapi hasilnya selalu saja gagal sebab semua perusahaan itu menginginkan karyawan yang cantik bukan seorang karyawan yang pintar. Hingga akhirnya lagi dan lagi aku gagal hanya karena bentukanku ini.

Sampai akhirnya aku berakhir disini, bekerja sebagai seorang kasir disebuah minimarket kecil didekat komplek perumahan. Butuh perjuangan juga untuk menyakinkan pemilik minimarket agar mau menerimaku. Maklumlah aku tidak cantik, seksi dan menawan.

"Beneran, Mas?"

Galang mengangguk. Anggukan yang kubalas dengan senyuman bahagia. Aku punya firasat yang baik dengan pekerjaan ini. Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Langsung saja aku menjawab 'iya' dengan cepat tanpa berpikir dua kali.

"Ini kartu nama saya. Datanglah besok jam 08.00. Saya tunggu di kantor."

"Terima Kasih, Mas."

"Sama-sama."

Pria tampan itu kembali tersenyum. Rasanya aku melayang ke angkasa.

"Rhea. Rhea."

Kulihat Egi sudah ada didepanku lengkap dengan pakaian formalnya. Jas hitam, kemeja maroon dan celana panjang hitam sudah menyelimuti tubuh tegap sahabatku itu. Tak lupa dasi berwarna cokelat juga sudah mencekik lehernya. Entah sejak kapan dia berdiri disana dan mengganggu khayalan indahku.

"Apa?!. Ganggu aja lo!" ketusku padanya cemberut. Menengadah, menatap wajahnya yang menjulang di atasku.

Padahal sepuluh tahun lalu dia tidak setinggi itu, berbeda dengan sekarang. Dia tampak jangkung dan tinggi menjulang.

Minum apa sih nih anak?. Sampe bisa tinggi begini, batinku.

Egi menggeleng, "Lo kenapa?. Kesambet?" ujarnya sambil melangkah mengelilingi rak-rak yang berjajar di depanku.

Aku terkesiap saat mendengar suara beratnya. Sesaat kemudian, aku mengikuti langkah kakinya dari belakang. Aku sudah tidak sabar menceritakan hal membahagiakan hari ini pada sahabatku.

Aku menyalip langkahnya hingga membuat langkahnya terhenti tepat didepanku. Aku tersenyum cerah mengalahkan cerahnya mentari pagi ini.

Egi memiringkan kepalanya, menatapku dengan tampang aneh menyebalkan khasnya. Kulihat sepertinya dia akan meledekku kali ini.

"Stop. Gue mau cerita." Aku langsung menghentikan kata-kata yang nyaris terlontar dari bibirnya saat kulihat mulutnya sudah setengah mangap.

"Tau nggak, lo. Gue ditawarin kerja jadi asisten pribadi cowok keren, ganteng terus tajir melintir. Dan gue yakin, lo pasti bakalan bangga sahabatan sama gue."

Aku pun mulai berjoget-joget aneh didepan Egi dengan gaya khasku untuk meluapkan rasa bahagia di hatiku. Aku senang bukan kepalang hari ini. Aku rasa Egi tahu, sebab dia sudah biasa melihatku seperti ini.

Aku pun terus berjoget-joget ria didepannya tanpa memperhatikan bagaimana raut wajah pria didepanku. Sepertinya dia risih. Tapi, biarlah.

Tiba-tiba Egi menoyor kepalaku. Cukup kuat hingga membuat mood-ku hancur seketika. Egi memang sontoloyo.

"Siapa yang nawarin lo kerjaan?"

Aku tidak menjawab pertanyaan Egi. Aku langsung melengos pergi dari depannya sangking kesalnya. Aku kesal. Sangat kesal. Egi pun mengikuti langkahku hingga ke meja kasir.

"Mana belanjaan lo?. Sini biar gue hitung," ketusku dengan wajah menekuk kesal.

"Tunggu."

Dia mencekal tanganku saat mau mengambil barang belanjaan yang dipegangnya. Aku menatap wajahnya kesal, sedikit memicingkan mataku dan mengerucutkan bibirku. Mengubah wajah jelekku ini menjadi menyeramkan.

"Nggak usah dijelek-jelekin gitu kali muka loe. Udah jelek juga."

"Sialan lo."

Egi tertawa.

"Nah, gitu dong. Jangan cemberut mulu. Jelek tau muka lo."

"Iya, gue tau kok kalo muka gue ini jelek. Tapi, nggak mesti lo omongin ulang-ulang juga kali."

"He..he..he. Sorry. Cerita dong sama gue, soal tawaran kerja lo tadi."

Aku menyodorkan kartu nama yang kuterima dari Galang kepada Egi. Kutatap wajah serius didepanku. Wajahnya melihat kartu itu dengan seksama. Sesaat berikutnya, Egi mengembalikan kartu itu padaku.

"Lo yakin mau kerja sama dia?"

"Aku mengangguk. Kenapa?"

"Lo yakin bisa profesional?"

"Maksud lo?"

"Dia ini bos perusahaan besar. Track record-nya, dia itu playboy yang suka mainin cewek. Lo pasti nggak bakalan betah kerja sama dia."

"Masa sih?. Kok, lo tau?"

"Kebetulan dia itu partner bisnis sekaligus teman gue pas kuliah."

"Oh. Tapi, wajar aja sih dia gitu, habisnya di ganteng, sih!. Hi..hi..hi.." cengengesku.

Egi kembali menoyor kepalaku. "Ya, ampun Re, otak lo itu bisa nggak waras dikit. Lo bilang, lo nggak suka sama cowok brengsek. Nah, sekarang lo seneng banget pas ditawari kerja sama cowok kayak gitu. Pake bilang dia ganteng lagi. Gimana sih, lo?"

"Kan emang dia ganteng. Emangnya gue salah?"

"Dasar labil, lo. Udah deh, gue nggak jadi belanja."

"Loh, kenapa?"

"Nggak mood. Bye!"

Aku hanya menghela nafas panjang sebab lagi-lagi Egi sepertinya marah. Sahabatku itu memang suka marah tanpa alasan. Biarlah, palingan juga besok Egi sudah baikan seperti sedia kala.

Tanpa ambil pusing, aku pun kembali melanjutkan pekerjaanku. Hari ini jadwalku untuk membersihkan seluruh isi minimarket. Sudah pasti melelahkan sekali.

Tapi, tenang. Setelah ini aku pastikan untuk berganti pekerjaan yang lebih baik. Jadi Asisten Pribadi?. Hemm, kedengarannya bagus.

Terpopuler

Comments

Aisyah

Aisyah

Sukses selalu Rhea😅

2020-08-29

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!