Istriku, Dosenku

Istriku, Dosenku

Part 1. Abinaya Pratama

Jika saja boleh jujur, sebenarnya Abinaya jauh lebih menyukai suasana kampus yang ramai, dibandingkan dengan yang sekarang. Sudah sepi, dan tidak banyak yang datang. Tentu saja, karena Abinaya selalu mengambil jadwal mata kuliahnya di pagi hari. Dia tidak senang dengan jadwal kuliah di sore hari, dia butuh istirahat dan melakukan pekerjaan part timenya sebagai peracik kopi.

Abinaya segera melepaskan helm yang dia kenakan dan meletakkannya ke atas sepeda motor sport berwarna hitam legam miliknya itu. Dia baru saja sampai tepat di area parkir, depan fakultasnya. Menuruni sepeda motornya dengan penuh pesona.

Tentu saja, siapa yang tidak akan langsung jatuh cinta atau terpesona padanya. Rambut yang hitam legam bersinar saat terkena sinar matahari, kedua matanya yang berwarna cokelat muda selalu menatap tajam, tubuhnya yang benar-benar menjadi idaman. Bisa dipastikan jika tidak akan ada yang bisa menolak pesona yang tanpa sadar dimiliki oleh Abinaya itu.

Dengan mengenakan hoodie berwarna hitam, yang bertuliskan 'Love Will Tear Us Apart', celana jeans biru tua, sepatu hitam-putih, dan juga tidak lupa dengan tas ransel kecil berisi keperluan kuliahnya hari ini.

Abinaya berlari kecil saat menaiki tangga fakultas, menuju ruang kelasnya yang pertama. "Aduh..." gumamnya saat tersandung di pijakan tangga, dan hampir membuatnya terjatuh. Padahal hanya kurang lima anak tangga lagi, dan dia selalu saja tersandung di anak tangga yang sama.

"Kalau naik tangga itu yang hati-hati."

Abinaya dengan segera mengangkat kepalanya, dan menatap sosok wanita yang berdiri tegak di ujung anak tangga itu. Menatap tegas ke arahnya. Pakaiannya yang bisa dibilang cukup formal, yaitu celana kain panjang hitam, high heels hitam, dan atasan berwarna putih biru. Dengan rambut hitamnya yang terurai pendek di atas bahu. Dan tentu saja, Abinaya merasa sangat asing dengan sosok itu.

Cantik... Pikir Abinaya seketika saat melihat wajah wanita dihadapannya itu. Tanpa sadar, bibir Abinaya tertarik ke atas, tersenyum, sambil memperlihatkan gigi gingsulnya itu.

"Apa kamu dengar? Berhati-hatilah saat berjalan di tangga," ulang wanita itu lagi sambil menggelengkan kepalanya secara perlahan dan mulai berjalan menuruni tangga, meninggalkan Abinaya yang terdiam cukup lama disana.

"Astaga..." gumam Abinaya menghela napas dengan perlahan. Telapak tangan kanannya menyentuh dadanya, tepat di atas jantungnya yang berdetak dengan kencang saat itu juga.

Gila... Pikir Abinaya sambil menggelengkan kepalanya perlahan, dan berulang kali. Mencoba untuk menghilangkan perasaan yang membuat jantungnya berdetak kencang dan kedua pipinya yang semakin terasa memanas.

Dia merona, memerah dan salah tingkah karena perasaan sederhana yang baru saja dia rasakan. Lelaki itu tidak pernah merasakan hal seperti itu sebelumnya. Dan sialnya, Abinaya merasa seakan kalah saat itu juga. Abinaya tersenyum dengan perasaan membuncah penuh tanda tanya. Dia merasa asing dengan rasa itu, tapi sekaligus senang. Dia bahkan tidak yakin bisa mengungkapkannya dengan beberapa kata atau bahkan kalimat.

Abinaya berdehem. Berusaha agar tidak terlihat aneh disana. Dengan segera dia melanjutkan langkahnya menaiki beberapa anak tangga menuju kelasnya. Meski pikirannya saat ini, begitu penasaran dengan sosok wanita tadi.

"Huh... Bisa-bisanya..." gumam Abinaya sambil duduk di kursi baris tengah di kelasnya. Menyandarkan tubuhnya ke samping, ke arah tembok. Posisi yang paling dia sukai, tentu saja, ditambah hawa kelasnya yang dingin akibat AC. Menambah sensasi menyenangkan untuk terlelap.

Menopang kepalanya dengan telapak tangan kanannya, Abinaya kembali terpikirkan oleh sosok wanita tadi. Dan lebih gilanya, hanya teringat bagaimana suara wanita itu berbicara, bisa membuat jantungnya dengan cepat menggila.

Kedua mata cokelat muda Abinaya yang selalu menatap tajam itu, untuk pertama kalinya terlihat bersinar. Begitu terlihat berbinar. Seakan-akan dia memang benar-benar menggila saat itu juga. Kedua ujung bibirnya terangkat dengan rona wajahnya yang terasa panas. Dan dia memerah sekali lagi. Abinaya terlihat semakin salah tingkah, dengan menutupi wajahnya menggunakan kedua telapak tangannya. Tertawa kecil.

"Woy, bro!! Lagi ngapain?" teriak seseorang secara tiba-tiba.

Tubuh Abinaya seketika terjengkit di atas kursinya itu. Kedua matanya terbuka lebar, membulat. Dihadapannya ada Bayu, salah satu temannya di kelas, sedang tersenyum jahil. Memperlihatkan giginya, dengan kedua alisnya yang bergerak naik turun.

"Kurang ajar!" ucap Abinaya dengan refleks bergerak bangkit dari duduknya dan memukul kepala Bayu dengan cukup keras.

"ADUH!!" teriak Bayu sambil memegangi kepalanya yang terasa berdenyut sekarang.

Abinaya duduk kembali di kursinya. Berdehem berulang kali. Membetulkan posisi duduknya, agar terasa lebih nyaman. Bayu berjalan perlahan untuk duduk di dekat Abinaya. "Sakit lho, Bi..." gumam Bayu masih dengan mengusap-usap kepalanya.

"Bi-bi, memangnya aku ini ayahmu apa? Lagipula, itu salahmu sendiri juga... Siapa suruh ngagetin," jawab Abinaya dengan cuek, tanpa melihat ke arah Bayu. Kedua tangannya mulai sibuk mengeluarkan sebuah bolpoin dan bindernya.

"Huh.. Lagipula, siapa suruh kamu ketawa sendirian di dalam kelas. Kan nggak lucu, kalau tiba-tiba kamunya kesurupan... Mana masih pagi, sepi... Kalau kejadian siapa yang mau nolongin kamu entar? Yang ada, banyak orang yang lari nanti," ucap Bayu dengan tubuhnya bergidik ngeri, membayangkan apa yang baru saja dia katakan itu terjadi, tepat di hadapannya. Tentu saja, dia akan segera berlari tanpa disuruh.

Abinaya segera menolehkan kepalanya ke arah Bayu yang sedang menggelengkan kepalanya berulang kali, berusaha untuk menghilangkan bayangan ngeri itu dari dalam pikirannya. "Bodoh... Kalau itu benar terjadi, aku akan langsung mengejarmu dan mengganggumu. Oke?" gumam Abinaya, merasa tidak percaya dengan isi pikiran temannya itu.

Bayu mentingkan tubuhnya, menatap penuh rasa penasaran ke arah Abinaya, dengan kedua matanya yang memicing. "Kalau boleh tahu... Memangnya kamu lagi mikir apa tadi? Sampai seperti orang kegirangan begitu. Kamu tahu... Tadi, itu kamu seperti..." tanya Bayu sambil memperagakan yang tadi Abinaya lakukan.

Abinaya tidak segera menjawab, karena beberapa teman satu kelasnya mulai memasuki ruang kelas secara beramai-ramai. Jari-jari di tangan kanannya mulai mengambil bolpoin dan mengetuknya perlahan di kepala Bayu. Dan seketika menghentikan Bayu yang tidak segera berhenti memperagakannya.

"Aku... Aku tidak seperti itu tadi. Ya... Aku hanya senang, dan-dan refleks saja melakukan itu. Tidak ada yang penting," jawab Abinaya dengan gugup. Dia sama sekali tidak pandai untuk menyembunyikan perasaannya. Sama sekali. Dia selalu gugup saat mengucapkan apa yang dia rasakan.

Seketika saja, Bayu tersenyum lebar hingga membuat kedua matanya menyipit. Dia mengangguk-anggukan kepalanya berulang kali. "Ya-ya... Tentu saja, aku mengerti. Hehe..." gumamnya sambil kembali ke posisi awal duduknya.

Abinaya menyandarkan tubuhnya di kursi. Seketika saja keadaan kelas menjadi sepi. Abinaya memperhatikan sekelilingnya. Teman-temannya mulai mengeluarkan buku, ponsel, bolpoin, bahkan binder mereka masing-masing.

"Selamat pagi..."

Abinaya segera menolehkan kepalanya ke arah depan ruang kelasnya. Seketika saja jantungnya mulai berdetak dengan kencang, dan senyuman mulai muncul di bibirnya. Dia lagi... Pikir Abinaya, kembali terpesona saat angin dari luar kelasnya berhembus kencang, menerbangkan beberapa anak rambut wanita itu.

"Pagi bu..." jawab mereka serentak, kecuali Abinaya. Dia terus memperhatikan bagaimana wanita itu tepat di hadapannya.

Wanita itu berjalan perlahan sambil membetulkan rambutnya yang menjadi sedikit berantakan. Meletakkan tas dan juga beberapa buku materi ke atas meja. "Baiklah... Pertama, perkenalkan nama saya Candra Kirana, kalian bisa memanggil saya Bu Kirana. Saya menggantikan Bapak Anton, dosen mata kuliah Filsafat Ilmu kalian," ucap Kirana sambil mencoba untuk menampilkan senyuman kecil di wajahnya. Meski pada akhirnya, dia yakin bahwa senyuman yang dia tampilkan saat ini terasa kaku. Kirana sangat jarang untuk tersenyum.

Candra Kirana... Batin Abinaya dengan detakan jantungnya yang terasa semakin kencang, saat pada akhirnya dia mengetahui siapa nama wanita yang sudah membuatnya terasa menggila sejak pagi tadi.

Abinaya bahkan sama sekali tidak bisa menghentikan senyumannya. Dia terasa menggila. Dia tidak bisa menghentikan apa yang terjadi pada tubuhnya. Detakan jantungnya, senyumannya, semua terjadi diluar kendalinya.

"Baiklah, kalau begitu... Kita bisa mulai pelajarannya sekarang," ucap Kirana yang menyadarkan Abinaya dari dalam lamunannya sejak tadi.

Dengan salah tingkah, Abinaya membuka bindernya dan menyiapkan bolpoinnya. Memperhatikan dengan cukup serius, meski beberapa kali, pikirannya teralihkan oleh kecantikan Kirana. Bisa dibilang, Kirana terlihat sangat alami, natural, tidak terlalu banyak memakai make up, sehingga membuat kecantikan wajahnya semakin terlihat.

"Aku pikir, aku akan semakin menyukai kelas ini..." gumam Abinaya dengan suara yang sangat kecil, hampir tidak bisa di dengar oleh Bayu yang duduk tepat berada di sampingku saat ini. Abinaya terus mencatat materi-materi yang dibahas oleh Kirana. Sama sekali tidak ingin melewatkan sedikit pun.

Setelah satu jam, mata kuliah Filsafat Ilmu yang diajarkan oleh Kirana berakhir. "Baiklah... Pastikan kalian mengerjakan tugas yang saya berikan, jika ada yang kesulitan, silahkan penanggung jawab kelas menampung pertanyaan yang diajukan teman-teman lalu kirimkan ke nomor WhatsApp saya ya..."

"Baik bu..." jawab mereka secara serentak. Beberapa dari mereka sudah mulai bergurau, berbincang dan banyak hal yang lainnya.

Abinaya seketika dengan cepat mendongakkan kepalanya untuk menatap ke arah Silvi, penanggung jawab kelas mata kuliah Filsafat Ilmu, yang berjalan ke arah Kirana untuk saling bertukar nomor WhatsApp mereka. Aku harus minta nomor WhatsApp-nya juga. Aku akan memintanya ke Silvi nanti. Batin Abinaya bertekat.

"Sampai jumpa minggu depan," ucap Kirana sambil meninggalkan ruang kelas itu.

Dengan segera, Abinaya memasukkan bolpoin dan bindernya ke dalam tas ranselnya. Bangkit cukup cepat, mendekat ke arah Silvi. "Silvi... Boleh aku minta nomornya Bu Kirana?" tanya Abinaya sambil mengeluarkan ponselnya yang ada di saku celana.

Silvi menoleh ke arahnya, masih sambil memasukkan barang-barang ke dalam tasnya. "Buat apa? Kan tadi Bu Kirana Sudau bilang kalau kamu nggak paham sama tugasnya, kamu bisa WA saja ke aku, nggak perlu ke nomor ibunya langsung," jawab Silvi.

Abinaya seketika langsung memutar pikirannya, mencari alasan yang cukup cepat untuk itu. "Eh... Sebenarnya, ada satu materi yang aku kurang mengerti. Untuk tugasnya aku sudah mengerti, tapi ada satu penjelasan materi yang tadi dijelaskan Bu Kirana, yang tidak bisa aku mengerti. Jadi, aku ingin langsung menanyakannya ke Bu Kirana... Gitu. Boleh ya?" jelas Abinaya sambil menatap penuh harap ke arah Silvi.

Silvi pun menganggukkan kepalanya dengan perlahan. "Jangan menatapku dengan tatapan seperti itu. Aku tidak mau mengkhianati sahabatku,Ayundya, karena ikut terpesona olehmu. Ini nomornya, cepat catat," jawab Silvi sambil menyerahkan ponselnya yang menampilkan nomor WhatsApp milik Kirana.

Dengan senang, Abinaya segera menyimpan nomor itu ke dalam ponselnya. Tubuhnya seakan berbunga-bunga. Pada akhirnya, dia bisa memiliki nomor WhatsApp Kirana. Entah apa yang Abinaya pikirkan sehingga dia melakukan ini. "Makasih ya..." ucap Abinaya sambil mengembalikan ponsel Silvi dan berlari pergi.

"WOY, ABI! MAU KEMANA? KITA NGGAK HANG-OUT APA?" teriak Bayu yang masih berada di dalam kelas.

"NGGAK, MALES... MAU MAKAN, NANTI SIANG AKU ADA KELAS!!" teriak Abinaya sambil berlari kencang meninggalkan Bayu. Sepertinya, kini dia yakin, bahwa dia tidak hanya menggila, tapi dia memang sedang tergila-gila.

Terpopuler

Comments

Just RMD

Just RMD

maaf thor kyanya sebutan "Hitam Legam" biasanya digunakan untuk mendeskripsikan warna kulit deh setauku, kalo untuk motor mungkin bisa "hitam metalik/dof", untuk rambut mungkin bisa "hitam berkilau" kya iklan shampo 😁😁😁 sedikit masukan aja🙏

lanjut baca 🤗

2021-10-03

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!