Keesokan paginya Ray menjemput Medina di asrama dan mereka pergi ke bandara Logan bersama-sama. Kini mereka berdua masih sibuk bertukar informasi tentang diri masing-masing di dalam pesawat. Mereka saling mengenal agar ketika ibu Medina bertanya nanti jawaban mereka cocok.
"Nama saya Medina Salsabila, tanggal lahir 24 september 1999. Jadi usia saya sekarang dua puluh tahun. Saya anak sulung dari dua bersaudara. Adik saya laki-laki bernama Alif Mahardika berusia enam belas tahun. Bunda saya bernama Mutia, usia beliau empat puluh enam tahun. Ayah saya bernama Rudi Hendrawan sudah meninggal lima tahun yang lalu. Makanan favorit saya adalah bakso, saya punya alergi dengan seafood dan juga punya riwayat sakit mag. Ehm, apa lagi ya? Giliran kamu dulu yang bercerita." Medina setengah berpikir. Ray mendengarkan dengan sungguh-sungguh kemudian mematikan perekam di handphone nya yang dipasangnya sejak Medina menceritakan tentang dirinya.
"Okay, nama saya Rayga Arkana Dewanto umur saya dua puluh tujuh tahun. Tanggal lahir 26 juni 1993. Saya seorang pengusaha. Saya anak tunggal, orang tua saya meninggal saat saya berusia enam tahun karena kecelakaan mobil. Jadi saya hanya tinggal bersama nenek saya. Makanan favorit saya rendang." Ray menjelaskan dengan sungguh-sungguh. Kini giliran Medina yang merekam memakai ponselnya.
"Oh ya kita buat kesepakatan, bahwa kita sudah saling mengenal selama satu tahun. Dan kita sudah menikah selama empat bulan, okay? Emmm ... kita buat saja tanggal lima Agustus kemarin ya?" Medina mengangguk setuju.
"Kandungan kamu sudah berapa bulan Medina? Takut bunda kamu bertanya dan jawaban kita tak sama," tanya Ray ragu, takut Medina sedih lagi.
"Ehm, menginjak sembilan minggu Mas." Medina mengelus perutnya yang masih rata. Ray mengangguk tanda mengerti.
"Kamu tenang saja. Aku akan membantumu. Okay?" Ray menguatkan hati Medina yang gelisah.
Delapan belas jam kemudian, mereka sudah sampai di bandara. Mereka segera memesan taksi untuk menuju ke rumah Medina. Dan setelah satu jam perjalanan akhirnya mereka sampai di rumah Medina.
Baru Medina akan melangkah membuka pintu gerbang, lengannya ditahan oleh Ray.
"Medina, ada hal penting yang kita lupakan." Ray berbisik di telinga Medina. Medina memandang dengan tatapan bingung.
"Cincin kawin. Kita lupa beli tadi," ucap Ray panik. Mulut Medina terbuka karena terkejut kemudian ia menepuk keningnya. Mereka kebingungan di depan gerbang.
"Bagaimana ini Mas?" Medina bingung mau mencari cincin kemana, kepalang tanggung mereka sudah sampai di depan gerbang.
"Sial, kenapa bisa lupa," batin Medina.
"Emmm, ya sudah deh. Aku pinjamkan cincinku. Ehem, sebenarnya cincin ini kubeli khusus untuk kekasihku. Tapi terpaksa deh kupinjamkan ke kamu. Tak sempat mau beli, kamu jaga ya? Jangan sampai hilang, dua minggu lagi aku akan mengambilnya kembali dari kamu." Ray sedikit ragu dan tak rela menyerahkan cincin kepada Medina.
"Kalau cincin ini sangat berarti bagimu, nggak usah saja Mas. Nanti bisa aku beli setelah kita istirahat." Medina merasa tak enak hati karena terus merepotkan lelaki baik hati yang sudah menolongnya itu. Ia meletakkan kembali kotak cincin di genggaman Ray.
Ray membuka kotak cincin dan mengambil cincin berlian simpel namun sangat cantik dan menyelipkan di jari manis Medina.
"Nggak papa, kamu pakai saja dulu. Ribet mau beli," kata Ray tersenyum manis menampilkan gigi putihnya yang berderet rapi.
"Maaf ya Mas, Medina menyusahkan terus." Hampir saja Medina meneteskan air mata.
"Sshhh.. jangan menangis. Nanti bunda kamu mengira kamu tak bahagia kalau lihat mata kamu sembab. Ayo dong senyum, biar bunda nggak curiga." Ray mencoba menenangkan Medina. Medina akhirnya tersenyum, dalam hati ia bersyukur mengenal laki-laki baik ini. Yang mau menolongnya untuk membohongi bundanya. Sebenarnya mereka merasa bersalah akan menipu keluarga Medina. Tapi mau bagaimana lagi Medina belum sanggup untk bicara jujur takut jika dia diusir dan tak dianggap anak oleh bunda.
Mereka memasuki halaman rumah. Ray membawa semua koper mereka. Setelah mengetuk pintu mereka menunggu pintu dibuka. Mereka begitu gugup karena akan berakting sebagai suami istri dan membohongi bunda Medina.
Krieeettt
Pintu dibuka menampilkan seorang wanita anggun menggunakan gamis berwarna coklat susu. Nampak sisa kecantikan dimasa muda di wajah wanita paruh baya itu. Mirip dengan Medina, tentu saja dia adalah bunda Mutia bundanya Medina. Wanita itu tampak sangat terkejut melihat anak gadisnya yang berdiri di depan pintu. Apalagi ada seorang laki-laki yang tampan yang ia tak tahu siapa berdiri di samping anaknya.
"Me ...," Bunda Mutia sangat terkejut melihat anaknya pulang. Panggilan kesayangan Medina dirumah adalah Me.
"Assalamualaikum Bunda." Medina meraih tangan bundanya dan mengecupnya takzim.
"Assalamualaikum Bunda." Ray juga ikut meraih tangan bunda Mutia dan melakukan seperti yang Medina lakukan.
"Siapa kamu?" tanya bunda dengan pandangan menyelidik.
"Me, siapa dia Nak?" bunda mengalihkan pandangannya ke arah Medina.
"Bunda, Ke-kenalin Ini mas Rayga. Suami Me." Medina menjawab gugup. Entah bagaimana reaksi ibunya.
"APA??"
***
Sementara itu di Bandung
Dua insan itu masih asyik bercumbu mesra. Saling membagi kenikmatan dan menyalurkan rasa yang ada. Nafsu birahi sudah mengalahkan akal sehat dua insan tersebut. Kedua insan tersebut terbang melayang, dimabuk kepayang oleh kenikmatan yang salah. Tubuh keduanya polos tanpa sehelai benangpun. Sang pria masih sibuk memaju-mundurkan miliknya di dalam wanita itu. Sedangkan wanita tersebut hanya tinggal mendesah menikmati apa yang diberikan oleh sang pria. Kini yang terdengar hanya desahan kenikmatan di ruangan yang berada di lantai atas studio foto itu. Tak lama kemudian mereka mendapatkan kepuasan masing-masing dan akhirnya lelaki itu rubuh di atas tubuh pasangannya tak bertenaga. Setelah itu sang pria ikut berbaring di samping wanita itu.
Wanita itu kini telah memakai kembali pakaiannya. Ia buru-buru meraih ponselnya. Terdapat sepuluh panggilan tak terjawab dari kekasihnya dan juga ada dua pesan di ponselnya. Segera ia membuka pesan itu. Setelah ia membaca pesan yang diterima ia tersenyum lebar.
"Yeahhh, Ray pulang dari Amerika. Aku harus kesana." Wanita itu bermonolog seraya menghisap sebatang rokok yang baru saja ia nyalakan. Ia nampak sangat bahagia. Lelaki yang masih berbaring di ranjang itu memandang dengan tak suka.
"Ren, hari ini udah nggak ada pemotretan kan? Aku mau ketemu sama Ray." Wanita itu tak henti-hentinya tersenyum.
"Hemm."
"Ray, aku kangen." Lagi -lagi Aurel, yang tak lain kekasih Ray itu bermonolog.
"Iya, pergilah!" Reno menjawab malas, ada rasa cemburu ketika wanita yang baru saja bercinta dengannya akan menemui calon tunangannya. Ia kesal karena barusan mereka bercinta dan sekarang ia akan pergi menemui kekasihnya, padahal ia masih ingin bermesraan dengan Aurel.
***
Di rumah Ray
Wanita tua yang duduk di atas sofa itu nampak sangat berwibawa.Tatapan matanya tajam, seakan mampu mengupas isi hati lawan bicaranya. Usia yang semakin matang membuatnya semakin disegani banyak orang. Dia adalah wanita kaya raya yang sangat dihormati di wilayahnya. Dia adalah Nyonya Lidya Atmaja yang tak lain nenek Rayga.
Dihadapannya duduk seorang wanita cantik dengan dress lengan panjang namun ketat memperlihatkan lekuk tubuhnya. Wanita itu duduk di karpet lantai di depan nenek Rayga. Dia adalah Aurel Putri, calon tunangan Rayga.
"Assalamualaikum Oma. Apa kabar Oma?" Wanita cantik itu duduk bersimpuh dan mengambil tangan Oma dan menciumnya.
"Kenapa duduk disitu? Duduk di atas! Kalau ada yang melihat, mereka akan mengira saya kejam menyuruh kamu duduk di lantai." Oma Rayga bicara dengan ketus. Ada nada tak suka dari cara bicaranya. Benar, Oma Lidya tak menyukai Aurel kekasih cucunya. Aurel hanya tersenyum hambar kemudian duduk di atas sofa.
"Kenapa kamu kesini?" tanya Oma lagi-lagi ketus.
"Saya ingin bersilaturahmi Oma. Aurel juga rindu dengan Oma." Wanita itu mencari simpati calon nenek mertuanya.
"Rindu? Ray pergi ke Amerika tiga tahun yang lalu, dan kamu tak pernah sekali pun menjenguk saya. Sekarang kamu bilang kamu rindu saya, kamu pikir saya akan percaya?" sindir Oma Rayga.
Glekk, Aurel menelan ludah dengan susah payah. Ia mati kutu.
"Ehem ... maaf Oma, Aurel sibuk. Banyak pekerjaan, "kata Aurel mencari alasan yang tepat.
"Oma, Ray dimana? Katanya dia sudah pulang dari Amerika?" Aurel langsung ke pokok permasalahan, malas mendengar lagi sindiran calon nenek mertuanya itu.
"Apa? Ray? Ray bahkan tidak mengabariku. Benarkah Ray pulang? Kalau dia pulang pasti sudah menghubungi aku."
"Oh, begitu. Ya sudah Oma. Aurel pamit dulu, sore ini ada pemotretan lagi soalnya." Aurel berbohong ingin segera lepas dari tatapan elang nenek Ray.
"Iya, silakan." Oma acuh tak acuh.
Aurel bergegas meninggalkan kediaman itu dengan marah. Sesampainya di luar ia menghentak-hentakkan kakinya karena marah. Merasa sia-sia datang ke rumah mewah itu.
"Dasar nenek lampirr! Kalau bukan karena Ray, aku juga nggak sudi datang kerumah ini."
"Kamu juga Ray, beraninya bohongi aku. Awas kamu Ray." Aurel geram merasa dibohongi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 185 Episodes
Comments
Darsih Dharma Wati
😭😭😭😭
2020-08-13
1
🌼 𝐙⃝🦜 ㅤ ㅤㅤㅤㅤㅤㅤ ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ ㅤ ㅤ
mending ray sama medina ke timbang sama aurel engga sopan malahan murahan
2020-07-16
3
Ayunina Sharlyn
bagus thor
lanjut 😄😄
feedback ya
salam rumah untuk Lintang 🏡
2020-07-14
0