MISTERI ALAM LAIN
"Mengko jam 2,ngrungokne Brama nang omahku yo!"
( Nanti jam 2 siang mendengarkan drama serial Brama di rumahku ya! )
Cowo kecil teman sekelas Ranti,yang rumahnya hanya berjarak beberapa meter dari rumah mbok Wiryo,seolah mengajaknya kencan. Bahagia di zaman itu sederhana,guys.Belum ada gadged seperti yang kita miliki sekarang. Televisi-pun hanya 1 orang yang memilikinya,itupun orang yang paling kaya di kampung itu. So,paling banter mendengarkan radio,itu juga sudah seru sekali. Radio juga tidak semua orang punya koq.
"Yo mengko nek wis bar golek uwuh yo,"
( Ya nanti kalau sudah selesai cari daun kering )
Jelas tergambar kecewa di wajah Ranti. Coba aku tidak harus mengerjakan ini dan itu,pasti aku bisa bebas main seperti yang lainnya. Mencoba berandai-andai,nyatanya ya hanya andai...
"Rasah golek uwuh wae,Ran!"
( Tidak usah cari daun kering saja,Ran! )
Kali ini si bandel Ngadino coba membujuk Ranti.
"Ojo,Ran! Mengko mundhak diamuk mbok Wiryo."
( Jangan,Ran! Bisa-bisa nanti dimarahi mbok Wiryo.)
Wagiman,si pengajak bisa lebih bijak dalam berfikir. Tentu ia tidak mau melihat teman baiknya itu dimarahi orang tua asuhnya yang terkenal galak itu.
"Yowis mengko tak ewangi golek uwuh dhisik yo?"
( Ya sudah,nanti aku bantu cari daun kering dulu ya?)
Saat Wagiman memutuskan membantu Ranti,semua yang sedari tadi diam,ikutan bicara.
"Iyo,Ran. Mengko aku yo ngewangi,"
( Iya,Ran.Nanti aku juga membantumu )
Kali ini si Menuk menyatakan kesediaannya.
"Iya,aku yo iyo!" ( Iya,aku juga! )
"Aku yo iyo!"
"Aku yo iyo!"
"Aku yo iyo!"
Bersahutan,berebutan minta dianggukin oleh Ranti,bocah-bocah itu nampak bahagia dan ceria meskipun hidup dalam keterbatasan.
Si Darsih,Giyarti,Lanjar,Arif,Sisri,Nardi,Anto,Kelik,dan entah siapa lagi,bocah-bocah kelas 3 SD yang sebenarnya rumahnya agak jauh-jauh dari Ranti. Ada yang beda dukuh,ada juga yang beda kelurahan. Tapi mereka memiliki solidaritas yang tinggi. Salut!
Begitulah. Sesampai di rumah,Ranti segera mengganti baju seragamnya yang lusuh sebab tak pernah tersentuh setrika. Kemudian ia makan dengan nasi yang dikukusnya tadi pagi. Karena tidak sempat memasak,berlarilah gadis kecil itu ke dapur untuk membuat sambal bawang. Jari-jari mungilnya begitu terlatih mengerjakan pekerjaan dapur ( Anak jaman Now mana ngerti sich yang begini? )
3 cabe rawit,1 siung bawang putih,dan sedikit garam,diuleknya dalam layah batu. Aroma segar bawangnya membuat perutnya makin keroncongan. Lalu diambilnya 1 bungkus tempe,dia penyet dengan ulekan diatas sambal bawang. Lezat itu simple,bukan? Jika hati legowo,nasi sambal bawang plus tempe mentah yang dipenyet,itu tak kalah delicious dengan beef steak.Coba saja kalau tidak percaya! Heeheee.
Baru setengah piring yang Ranti habiskan,tapi gadis kecil itu sudah kepedasan. Buru-buru ia lari ke dapur,di mana kendi berada. Langsung dilonggonya tuch si kendi ( dilonggo : minum langsung dari kendi tanpa bersentuhan mulut dengan corong kendi ) Bayangkan saja sendiri,Author juga bingung ngejelasinnya nich,wkwk.
Huh hah! Eiitttss! Jgn pada mesum ya mikirnya,wkwk. Itu suara Ranti yang kepedasan. Sudah minum,tapi rasa pedas yang nempel di bibir belum mau hilang. Dan saat perutnya sudah terasa kenyang,tapi masih ada sisa nasi di piring. Ranti bingung,sebab kalau ketahuan mbok Wiryo makannya ada sisa,bakalan menuai omelan tuch.
"Ojo pisan-pisan mbuang sego! Mengko mbok Sri mundhak nangis!"
( Jangan sekali-kali membuang nasi! Nanti bisa-bisa mbok Sri menangis. Mbok Sri adalah Dewi Padi,cerita yang melegenda di tanah Jawa )
Masih terngiang-ngiang wejangan mbok Wiryo di kala itu dan tak bisa Ranti lupakan.
Tapi aku sudah kenyang ini,bisa-,bisa tidak bisa berjalan nanti kalau dipaksakan. Ranti jalan mondar-mandir dari ruang tengah ke dapur,ke ruang tengah lagi,ke dapur lagi...sambil masih ditentengnya setengah piring nasi sisa makannya tadi. Duhh,bagaimana ini...? Ulala...kenapa lupa sich! Tiba-tiba Ranti ingat si Jalu,ayam jagonya Pak Wiryo,yang kandangnya dekat kandang domba.
Segera gadis kecil itu menumpahkan sisa nasi dari piringnya ke tempat pakan si Jalu. Beres! Bathinnya senang,seolah lepas dari 1 permasalahan. Du du du du,du bi du bi du...🎵🎵🎼🎼🎶🎶 Rantipun bersenandung,entah lagu apa yang sedang ia senandungkan.
Rumah masih sepi,karena mbok Wiryo masih di pasar,jualan tempe. Pak Wiryo-pun demikian,di pasar menjajakan gula jawanya. Mungkin cari uwuh dulu,baru nanti sholat dhuhur,fikirnya sembari mengambil sapu lidi dan keranjang besar yang terbuat dari anyaman bambu. Kaki-kaki ramping Ranti yang jarang memakai alas itu,meloncat-loncat kecil layaknya kijang setelah tadi mengunci pintu rumahnya dan menaruh kuncinya di bawah keset.
Kebun mbah Gito Sigit,adalah yang pertama Ranti tuju. Di sanalah biasanya ia mengumpulkan daun-daun bambu yang sudah kering,dengan sapu lidi. Lalu ditampung dalam keranjang besar. Untuk kemudian nanti di jemur sekali lagi di halaman rumahnya,biar kering maksimal dan bisa jadi pengganti kayu bakar.
Mbah Gito Sigit adalah masuk daftar dari salah satu orang kaya di desa itu. Rumahnya yang besar itu sudah mirip dengan rumah bangsawan kerajaan. Rumah khas Jawa yang tampak kokoh dengan kayu jati aslinya. Nampak dari halaman depannya,ruang pendopo yang sering digunakan untuk latihan menari. Dan seperangkat alat musik Jawa yang disebut gamelan,nampak anggun tapi sunyi di pojokan pendopo yang terbuka.
Halaman depan sudah seperti lapangan saja luasnya. Di situlah biasanya kami bertemu anak-anak lain yang beda dukuh untuk berkumpul dan bermain bersama. Main jamuran,satelit satemping,delikan,betengan,cuwitan,jokjling dan masih banyak permainan yang menuntut aktifitas fisik. Itulah kenapa,kami anak-anak jadul sangat jarang yang obesitas. Selain pekerjaan membantu orang tua,saat bermainpun kami sudah seperti olah fisik. Selain itu,makanan kami sehari-hari juga jauh dari bahan kimia,hampir semua yang kami makan non MSG,non pengawet non pewarna dan pemanis buatan.
Not fat juga karena kami jarang makan daging merah. Protein harian kami adalah tempe,tahu dan sesekali telur,jika ayam peliharaan kami bertelur. Atau paling banter ikan air tawar,kalau sedang musim menjala ikan atau kepiting,juga udang,di sungai kecil dekat ladang. Mungkin itu yang bikin kami jarang sakit,apalagi ke dokter. Waktu itu masih jarang dokter,puskesmas juga jauh dari rumah kami. Bersyukur karena hanya sekali waktu kami demam,pilek,batuk atau flue. Tapi semua itu bisa mengandalkan pengobatan tradisional untuk meredakannya.
Biasanya orang tua kami mengompresnya dengan daun dadap serep,atau membaluri kami dengan parutan bawang merah yang dicampur minyak kelapa,jika kami panas. Kami minum jeruk nipis campur kecap atau sari kencur jika mulai ada gejala batuk. Dan masih banyak lagi pengobatan konvensional,warisan nenek moyang kami, yang nyaris tanpa efek samping.
Readers,masih setia nyimak khan? Ouke,lanjut yeahh.. 😍😍😍
Jangan lupa vote,like,dan tinggalin jejak biar bsa feedback yach 🙏🙏🙏
HAPPY READING,GUYS!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
Dana Kristiana
itu critay persis Kya cilikanxu Thor,setiap hari pulang sekolah klau blum cari kyu Pring kering Lum ad makanan, setiap bulan purnama permainan y kyk yg Thor sebutkan,😂😀💪💪💪😎😎😎😍😍⭐⭐⭐⭐🙏
2024-08-18
0
Ayudia
baru nemu diberanda...bagus cerita awalnya...lanjuuut
2020-11-19
1
Atin
cilikan ku yo ngono thor dolanan e
2020-11-17
2