"Mengko jam 2,ngrungokne Brama nang omahku yo!"
( Nanti jam 2 siang mendengarkan drama serial Brama di rumahku ya! )
Cowo kecil teman sekelas Ranti,yang rumahnya hanya berjarak beberapa meter dari rumah mbok Wiryo,seolah mengajaknya kencan. Bahagia di zaman itu sederhana,guys.Belum ada gadged seperti yang kita miliki sekarang. Televisi-pun hanya 1 orang yang memilikinya,itupun orang yang paling kaya di kampung itu. So,paling banter mendengarkan radio,itu juga sudah seru sekali. Radio juga tidak semua orang punya koq.
"Yo mengko nek wis bar golek uwuh yo,"
( Ya nanti kalau sudah selesai cari daun kering )
Jelas tergambar kecewa di wajah Ranti. Coba aku tidak harus mengerjakan ini dan itu,pasti aku bisa bebas main seperti yang lainnya. Mencoba berandai-andai,nyatanya ya hanya andai...
"Rasah golek uwuh wae,Ran!"
( Tidak usah cari daun kering saja,Ran! )
Kali ini si bandel Ngadino coba membujuk Ranti.
"Ojo,Ran! Mengko mundhak diamuk mbok Wiryo."
( Jangan,Ran! Bisa-bisa nanti dimarahi mbok Wiryo.)
Wagiman,si pengajak bisa lebih bijak dalam berfikir. Tentu ia tidak mau melihat teman baiknya itu dimarahi orang tua asuhnya yang terkenal galak itu.
"Yowis mengko tak ewangi golek uwuh dhisik yo?"
( Ya sudah,nanti aku bantu cari daun kering dulu ya?)
Saat Wagiman memutuskan membantu Ranti,semua yang sedari tadi diam,ikutan bicara.
"Iyo,Ran. Mengko aku yo ngewangi,"
( Iya,Ran.Nanti aku juga membantumu )
Kali ini si Menuk menyatakan kesediaannya.
"Iya,aku yo iyo!" ( Iya,aku juga! )
"Aku yo iyo!"
"Aku yo iyo!"
"Aku yo iyo!"
Bersahutan,berebutan minta dianggukin oleh Ranti,bocah-bocah itu nampak bahagia dan ceria meskipun hidup dalam keterbatasan.
Si Darsih,Giyarti,Lanjar,Arif,Sisri,Nardi,Anto,Kelik,dan entah siapa lagi,bocah-bocah kelas 3 SD yang sebenarnya rumahnya agak jauh-jauh dari Ranti. Ada yang beda dukuh,ada juga yang beda kelurahan. Tapi mereka memiliki solidaritas yang tinggi. Salut!
Begitulah. Sesampai di rumah,Ranti segera mengganti baju seragamnya yang lusuh sebab tak pernah tersentuh setrika. Kemudian ia makan dengan nasi yang dikukusnya tadi pagi. Karena tidak sempat memasak,berlarilah gadis kecil itu ke dapur untuk membuat sambal bawang. Jari-jari mungilnya begitu terlatih mengerjakan pekerjaan dapur ( Anak jaman Now mana ngerti sich yang begini? )
3 cabe rawit,1 siung bawang putih,dan sedikit garam,diuleknya dalam layah batu. Aroma segar bawangnya membuat perutnya makin keroncongan. Lalu diambilnya 1 bungkus tempe,dia penyet dengan ulekan diatas sambal bawang. Lezat itu simple,bukan? Jika hati legowo,nasi sambal bawang plus tempe mentah yang dipenyet,itu tak kalah delicious dengan beef steak.Coba saja kalau tidak percaya! Heeheee.
Baru setengah piring yang Ranti habiskan,tapi gadis kecil itu sudah kepedasan. Buru-buru ia lari ke dapur,di mana kendi berada. Langsung dilonggonya tuch si kendi ( dilonggo : minum langsung dari kendi tanpa bersentuhan mulut dengan corong kendi ) Bayangkan saja sendiri,Author juga bingung ngejelasinnya nich,wkwk.
Huh hah! Eiitttss! Jgn pada mesum ya mikirnya,wkwk. Itu suara Ranti yang kepedasan. Sudah minum,tapi rasa pedas yang nempel di bibir belum mau hilang. Dan saat perutnya sudah terasa kenyang,tapi masih ada sisa nasi di piring. Ranti bingung,sebab kalau ketahuan mbok Wiryo makannya ada sisa,bakalan menuai omelan tuch.
"Ojo pisan-pisan mbuang sego! Mengko mbok Sri mundhak nangis!"
( Jangan sekali-kali membuang nasi! Nanti bisa-bisa mbok Sri menangis. Mbok Sri adalah Dewi Padi,cerita yang melegenda di tanah Jawa )
Masih terngiang-ngiang wejangan mbok Wiryo di kala itu dan tak bisa Ranti lupakan.
Tapi aku sudah kenyang ini,bisa-,bisa tidak bisa berjalan nanti kalau dipaksakan. Ranti jalan mondar-mandir dari ruang tengah ke dapur,ke ruang tengah lagi,ke dapur lagi...sambil masih ditentengnya setengah piring nasi sisa makannya tadi. Duhh,bagaimana ini...? Ulala...kenapa lupa sich! Tiba-tiba Ranti ingat si Jalu,ayam jagonya Pak Wiryo,yang kandangnya dekat kandang domba.
Segera gadis kecil itu menumpahkan sisa nasi dari piringnya ke tempat pakan si Jalu. Beres! Bathinnya senang,seolah lepas dari 1 permasalahan. Du du du du,du bi du bi du...🎵🎵🎼🎼🎶🎶 Rantipun bersenandung,entah lagu apa yang sedang ia senandungkan.
Rumah masih sepi,karena mbok Wiryo masih di pasar,jualan tempe. Pak Wiryo-pun demikian,di pasar menjajakan gula jawanya. Mungkin cari uwuh dulu,baru nanti sholat dhuhur,fikirnya sembari mengambil sapu lidi dan keranjang besar yang terbuat dari anyaman bambu. Kaki-kaki ramping Ranti yang jarang memakai alas itu,meloncat-loncat kecil layaknya kijang setelah tadi mengunci pintu rumahnya dan menaruh kuncinya di bawah keset.
Kebun mbah Gito Sigit,adalah yang pertama Ranti tuju. Di sanalah biasanya ia mengumpulkan daun-daun bambu yang sudah kering,dengan sapu lidi. Lalu ditampung dalam keranjang besar. Untuk kemudian nanti di jemur sekali lagi di halaman rumahnya,biar kering maksimal dan bisa jadi pengganti kayu bakar.
Mbah Gito Sigit adalah masuk daftar dari salah satu orang kaya di desa itu. Rumahnya yang besar itu sudah mirip dengan rumah bangsawan kerajaan. Rumah khas Jawa yang tampak kokoh dengan kayu jati aslinya. Nampak dari halaman depannya,ruang pendopo yang sering digunakan untuk latihan menari. Dan seperangkat alat musik Jawa yang disebut gamelan,nampak anggun tapi sunyi di pojokan pendopo yang terbuka.
Halaman depan sudah seperti lapangan saja luasnya. Di situlah biasanya kami bertemu anak-anak lain yang beda dukuh untuk berkumpul dan bermain bersama. Main jamuran,satelit satemping,delikan,betengan,cuwitan,jokjling dan masih banyak permainan yang menuntut aktifitas fisik. Itulah kenapa,kami anak-anak jadul sangat jarang yang obesitas. Selain pekerjaan membantu orang tua,saat bermainpun kami sudah seperti olah fisik. Selain itu,makanan kami sehari-hari juga jauh dari bahan kimia,hampir semua yang kami makan non MSG,non pengawet non pewarna dan pemanis buatan.
Not fat juga karena kami jarang makan daging merah. Protein harian kami adalah tempe,tahu dan sesekali telur,jika ayam peliharaan kami bertelur. Atau paling banter ikan air tawar,kalau sedang musim menjala ikan atau kepiting,juga udang,di sungai kecil dekat ladang. Mungkin itu yang bikin kami jarang sakit,apalagi ke dokter. Waktu itu masih jarang dokter,puskesmas juga jauh dari rumah kami. Bersyukur karena hanya sekali waktu kami demam,pilek,batuk atau flue. Tapi semua itu bisa mengandalkan pengobatan tradisional untuk meredakannya.
Biasanya orang tua kami mengompresnya dengan daun dadap serep,atau membaluri kami dengan parutan bawang merah yang dicampur minyak kelapa,jika kami panas. Kami minum jeruk nipis campur kecap atau sari kencur jika mulai ada gejala batuk. Dan masih banyak lagi pengobatan konvensional,warisan nenek moyang kami, yang nyaris tanpa efek samping.
Readers,masih setia nyimak khan? Ouke,lanjut yeahh.. 😍😍😍
Jangan lupa vote,like,dan tinggalin jejak biar bsa feedback yach 🙏🙏🙏
HAPPY READING,GUYS!
Klaten,1980
Ranti Wardani,gadis kecil putri semata wayang pasangan Pak Darmo dan bu Semi. Karena kedua orang tuanya nglemboro ( merantau ) ke kota Solo,gadis kecil itu terpaksa dititipkan pada Pakde dan mbokdenya di desa : Keluarga pasutri Wiryo Utomo,yang sehari-hari berprofesi sebagai pembuat dan penjual tempe bungkus daun. Sedangkan sang pakde adalah pembuat gula jawa yang terbuat dari legen ( sari tetes manggar atau bunga kelapa )
Orang tua Ranti,pak Darmo berdagang tembakau dll dan ibunya berjualan nasi gudang pecel atau nasi urap dan pecel di pasar Klewer. Keduanya hanya mengontrak rumah petak yang kecil di daerah tak jauh dari pasar klewer. Terlahir di tengah pekerja keras,Ranti tumbuh menjadi gadis kecil yang kuat dan rajin membantu pekerjaan keluarganya. Selain itu, keislamannya tumbuh sebab lingkungan yang mendukung. Kendati,( maaf ) hampir semua keluarganya merupakan Islam ktp,tetapi Ranti menjadi anak yang rajin sholat dan ngaji di masjid dekat rumahnya.
Iya sich,mulanya anak itu hanya ikut grubyuk dengan teman-temannya. ( ikut grubyuk : ikut-ikutan ) Semula,tanpa tahu makna yang sebenarnya,Ranti hanya ikut-ikutan teman-temannya pergi ke masjid buat sholat berjamaah tiap mahgrib,lalu lanjut belajar Iqro,sampai masuk waktu Isya. Lalu secara berkala ikut menyimak khutbah,jika ada kunjungan pak Kyai ke masjid. Lama kelamaan,gadis itu jadi memahami makna ibadah yang sebenarnya.
Jiwa kecilnya yang kadang memberontak karena tak bisa bermain bebas lepas layaknya anak-anak seusianya,bisa diatasinya sendiri dengan berfikir kalau membantu pekerjaan keluarganya juga merupakan ibadah. Itu yang membuat Ranti mendapat predikat si Sregep ( Rajin ),dari para tetangga. Mereka selalu bilang,keluarga Wiryo Utomo sangatlah beruntung mengasuh Ranti,gadis kecil yang rajin,meskipun kadang bisa menjadi bar-bar juga saat ada yang mengganggunya.
Iya jadi Ranti itu kalau sudah dibuat emosi,apalagi oleh teman yang menurutnya nakal dan pantas diberi pelajaran,langsung dech keluar sifat jiwa bar-bar-nya. Akan dibuatnya menjerit meraung-raung bocah nakal yang sudah mengusiknya atau mengganggu teman-teman dekatnya. Jurus andalannya adalah menggigit lawan berantemnya.Bagaimana tidak meraung-raung,kalau di gigit coba? Wkwk
Kalau sudah begitu,pasti orang tua si anak yang menjadi korban gigitan Ranti akan bertandang ke rumah mbok Wiryo untuk mencak-mencak,alias melabrak,haahaha. Tapi mbok Wiryo juga tak akan mau disalahkan begitu saja,karena orang tua asuh Ranti itu juga keras perangainya. Untung Pakde Wiryo sifatnya lembut,jadi bisa menjadi penengah saat terjadi keributan.
Namun berbeda dengan orang tua Ranti sendiri. Bapak Darmo-lah yang keras,sedangkan bu Semi orangnya lemah-lembut,penurut dan tak banyak menuntut. Dan karakter Ranti merupakan perpaduan keduanya,ada kerasnya ada pula lembutnya. Sifat rajin dan ,tekunnya dalam menyelesaikan setiap tugas yang dibebankan di pundaknya,adalah pure karena kerasnya hidup yang menempanya, yang jauh dari orang tua dan menuntutnya untuk tetap survive.
Berikut adalah tugas tetap Ranti setiap harinya :
Bangun tidur usai sholat shubuh,langsung menjerang air untuk mengisi termos.
Menanak nasi dengan kukusan,untuk sarapan dan makan siang 3 orang.
( Kukusan : anyaman bambu yang berbentuk bulat mengerucut )
Ngombor domba yang jumlahnya ada 5 ekor. ( Ngombor : Memberi makan pagi hewan ternak dengan air blendung dan bekatul,ditambah sejumput garam. Blendung : Air bekas rebusan kedelai yang akan dibuat tempe,baik untuk campuran pakan ternak )
Membersihkan kandang,yang letaknya di belakang rumah. Menampung srinthil ( kotoran domba ),ke jogangan ( parit berbentuk kotak. Kalau sudah terkumpul,biasanya ada yang membelinya untuk pupuk.
Siap-siap berangkat sekolah.
Pulang sekolah sekitar jam 12 siang,setelah sholat dhuhur lalu makan,Ranti langsung cari uwuh ke kebun-kebun tetangga yang ada pohon besarnya,pohon bambu,pohon salam,pohon gayam,dll.
Pekerjaan itu menyenangkan yang punya kebun,karena jadi bersih setelah uwuhnya diambil Ranti,heehee...tukang sapu gratis.
Sekitar jam 2,Ranti menggiring ke 5 dombanya ke ladang untuk merumput. Sementara si mbek makan,gadis itu ngarit. Targetnya sekarung penuh,untuk stock sampai besok sore,sebelum dapat rumput baru.
Sebelum mahgrib,Ranti sudah harus pulang. Mengandangkan si mbek,lalu membersihkan seluruh rumah dan halaman depan,setelah itu baru mandi dan pergi ke masjid. Usai sholat mahgrib,ngaji bareng teman-temannya sampai masuk waktu Isya.
Selesai sholat Isya,baru Ranti pulang dan makan malam. Sesudah itu,masih ada tugas sebelum berangkat tidur,yaitu nali tempe ( mengikat tempe dengan tali yang terbuat dari kulit pohon pisang yang sudah dikeringkan )
Tempe yang dibungkus kecil-kecil pipih,dengan daun pisang atau daun jati,di bungkus bentuk pipih lalu ditali rapat. Ada sekitar 3 senik ( keranjang bambu ) ukuran sedang,setiap harinya yang harus ditali oleh Ranti,tentu saja mbok Wiryo-lah yang membungkus kedelai itu sampai berbentuk tempe,sebelum ditali oleh keponakannya.
Tau tidak,kerapkali Ranti sampai terkantuk-kantuk jika sudah hampir jam 12 malam,nali tempenya belum juga selesai.
Begitulah,guys...daftar tugas Ranti dari bangun tidur hingga mau tidur lagi. Ngilu yach,hanya membayangkan saja...? Kita yang hidup di jaman now,mana kuat seperti itu. Ranti itu sudah seperti super woman saja yach. Dengan badannya yang ramping,sanggup mengerjakan semua tugas yang dibebankan di pundaknya. Nyaris tanpa mengeluh dan protes. Ck ck ck...hebat!
Apa? Kalian mau bilang kalau zamannya sudah beda? Iya khan,hayo ngaku! 😕🙄😏 Tapi iya juga sich...he hee.
Dan saking menghayati semua tugasnya,saat sudah memejamkan matapun masih di bawa-bawanya hal-hal yang merupakan tanggung-jawabnya.
"Iyo,mbok...mengko Ranti langsung mulih,ora mampir-mampir,"
( Iya,mbok. Nanti Ranti langsung pulang,tidak mampir ke mana-mana, )
"Iyo,mbok. Mengko Ranti golek uwuh sing akeh,"
( Iya,mbok. Nanti Ranti cari daun-daun kering yang banyak,"
"Iyo,mbok. Ora disambi glemengan maneh nek angon...ben balik cepet...iso rewang idak dele...iyo mbok..."
( Iya,mbok. Kalau bawa domba merumput,tidak disambi main lagi...biar cepat pulang...bisa membantu idak dele...) ( Idak dele : Memecahkan kedelai matang yang masih utuh,dengan diinjak-injak di dalam tumbu ( bakul ) ,sebelum diproses jadi tempe.
Bikin trenyuh yach,Ranti sampai mengigaukan hal-hal yang menjadi tanggung-jawabnya,saat matanya sedang merem. Saat harusnya menjadi waktu tidur berkualitas,karena secara kuantitas jelas kurang. Harusnya kita tidur minimal 8 jam sehari semalam. Namun Ranti hanya memiliki waktu tidur sekitar 4 jam semalam,padahal tidur siang itu jelas tidak mungkin mengingat begitu padat aktifitas hariannya.
Yang ingin mewek,jangan ditahan,guys...nanti jadi jerawat lohh,hehehe...
#Hiks😭
Authornya yang nulis sambil sesenggukan,sumpaaaaahhhh...entah merasa kasihan,atau salut. Pastinya Respect pada Ranti. Dua jempol buat dia!
Readers,Lanjut yach...masih kuat khan?
Jgn lupa jempol kalian,plus bonus jga oke,😂😍
Ninggal jejak yach,biar gampang feedback-nya nanti👌
Yukkkk,💪💪 Ranti !
💪💪 juga,Authornya!
😍😍😍🤚
Mendengarkan radio waktu itu acara yang menarik antara lain : Lagu-lagu jawa atau tetembangan,ketoprak dengan dialog Bahasa Jawa yang menceritakan tentang kehidupan para raja di tanah Jawa. Eum,apalagi ya...ada lagu pop Indonesia dan keroncong juga,waktu itu yang banyak disukai adalah Dina Mariana,Heidy Diana,Obbie Mesaks,Ebiet G Ade,Crisye,dll.
Pemain ketoprak yang suaranya jadi favorit itu pasutri Widayat dan Marsidah,empuk dan ngangeni suaranya,jarene ( katanya ) Heehe.
Selain itu,drama kolosal menjadi yang terfavorit. Ada kisah Brama Kumbara dan Mantili,yang tak kalah seru pastinya dengan Naruto,Inuyasa,drakor atau apalah. Itu seru sekali di zamannya. Suara dubbernya yang waktu itu namanya Ferri Fadly,beuuhh...favorit bingits pokok'e!
Drama dan ketoprak berseri itu diputar di radio setiap hari di channel dan jam yang sama,persis dengan sinetron kalau sekarang mah. Coba tanya penggemar sinetron,bagaimana rasanya kalau tidak mengikuti sehari saja? Pasti pusing karena kepo khan yah? Haaha. Duhh,bagaimana yah si itu kemarin...jadinya bagaimana yah? Mau buat apalagi yah dia,untuk melancarkan aksinya? Yeahh,begitulah kira-kira. Anak-anak jaman dulu juga kalau sekali mengikuti 1 episode,inginnya sich terus mengikuti episode berikutnya,jangan sampai ada yang terlewat. Bakalan gelo alias kecewa kalau sampai tidak.
Begitulah,seperti yang telah disepakati bersama,siang itu teman-teman Ranti berencana membantu mengumpulkan uwuh atau daun kering di kebun mbah Gito Sigit. Dengan harapan,Ranti bisa gabung mereka untuk mendengarkan radio bareng-bareng setelahnya. Kalau istilah sekarang tuch nobar,ehh! Bukan yah? Nobar khan nonton bareng, khan ini mendengarkan bareng...?!
Ya sudah,gitu lah maksudnya,ada barengnya,Heeheee.
Ranti masih terkagum-kagum dengan rumah besar milik mbah Gito Sigit,saat teman-temannya datang secara grudugan ( berbondong-bondong. )
"Ayo,Ran...gek dilekasi,karep ben ndang rampung!"
( Ayo Ran,segera dimulai biar cepat selesai )
Wagiman,si pencetus gagasan dalam hal bantuan,seakan tak ingin membuang waktu.
"Ayo,ayoooo!!!"
Serempak mereka menimpali sang ketua rombongan.
Srekkk srekkk srekkk
Fokus pada sapu masing-masing,bunyi gesekan ujung sapu lidi dengan daun-daun kering memecah kesunyian di kebun nan lengang pada siang hari itu. Nampak si pemilik kebun,mbah Gito Sigit kakung menatap dari pendopo bagian dalam,dengan jarak pandang kisaran 100m. Cukup jelas tertangkap dari netra tuanya kalau itu anak-anak dari dukuh sebelah. Anak siapa saja,adalah hal yang orang tua itu tidak ingin untuk tahu.
Tidak sampai 10 menit,kebun mbah Gito Sigit sudah bersih dari daun-daun kering,efek siklus alami dari angin yang meningkahi dahan-dahan rapuh yang sudah tua dan menguning,hingga begitu mudah untuk disentil lalu dijatuhkan di tanah. Daun yang setia melekat pada dahan,akhirnya ikut luruh juga,merasakan bagaimana sakitnya terhempas dari ketinggian. Sraaakkkkhh! Jeritannya memilukan,bagi yang bisa mendengar. Namun kebijakan manusia,lebih tepatnya mbok Wiryo,yang mau memanfaatkannya sebagai pengganti kayu bakar,membuat si daun tertunda dari kesia-siaan.
Keranjang besar yang tadi dibawa Ranti,sudah penuh dengan uwuh. Tak ayal lagi gadis kecil itupun tersenyum senang dan membisikkan kata terima-kasihnya yang begitu lirih,sampai tidak ada yang bisa mendengar,heehe.
"Saiki kebone sopo maneh?"
( Sekarang kebunnya siapa lagi? )
Menuk berseru antusias,yang disambut dengan semangat 45 oleh yang lain.
"Hiyo kih,ayo gek ndang! Ben ndang rampung!"
( Iya nich,ayo buruan! Biar cepat selesai! )
Arif yang berbadan kecil,tak mau kalah.
"Nangdi meneh kih,Ran?"
( Ke mana lagi nich,Ran? )
Wagiman mengembalikan keputusan pada yang punya gawe,yaitu Ranti.
"Kebone mbah Mangun yoooo!"
( Kebunnya mbah Mangun yah )
Dikelilingi penyemangat,si Ranti-pun tak ingin terlihat lelah.
"Ayoooooo!!!!"
Teriakan menggema dari bocah-bocah mungil itu seperti pawai peringatan 17-an. Menarik perhatian isi rumah-rumah yang dilewatinya,menuju kebun mbah Mangun. Melongokkan kepala dari jendela masing- masing sekedar ingin tahu,ada apa sich ramai-ramai? Tidak biasa-biasanya...
"Oalahhh,Si Ranti golek uwuh ngejak rombongan,koyo karnaval,haahaa..."
( Oalahhj,si Ranti cari daun kering mengajak teman-temannya seperti karnaval )
Ada beberapa yang tertawa melihat tingkah polah Ranti dkk,tapi ada juga yang ngedumel karena terganggu dengan kehebohan mereka. Namun apapun reaksi orang lain,bocah-bocah itu tidak ambil peduli karena dalam fikirannya hanyalah sedang melakukan kebaikan yaitu membantu teman.
Kebun mbah mangun yang posisinya sebelah utara,sekitar 500 meter dari rumah Ranti itu terdapat 2 pohon salam yang besar-besar. Selain besar,pohon itu juga tinggi,sehingga bayangannya yang hitam di waktu malam mirip dengan monster pohon raksasa. Di situ ada juga pohon bambu,yang letaknya paling pinggir dekat jalan. Di ujung barat dekat sumurnya mbah Mangun,ada pohon kedondong dan klayu yang belum terlalu besar tapi sudah sering berbuah. Dan kalau sedang berbuah,bagai maknet yang terus menarik bukan hanya kami,anak-anak lain juga,untuk memanjat dan memetiknya.
Tak butuh waktu lama buat kami untuk memindahkan daun-daun kering dari kebun mbah Mangun ke keranjang Ranti. Dan taraaaaa,2 keranjang besar sudah penuh. Siap dijemur di halaman rumah mbok Wiryo. Hampir beres,ketika hal tak terduga itu datang.
"Bar kui gek idhak!"
( Habis itu langsung menginjak- injak kedelai di tumbu )
Suara berat mbok Wiryo yang baru pulang dari pasar,membuat Ranti dkk melongo sebentar,lalu mengeluh kecewa. Tapi lagi-lagi tak ada yang berani protes.
Yaaaaaahhhhhhh!
Kegiatan menjemur uwuh di halaman terhenti seketika,hanya keluhan lirih mendesis dari bibir-bibir mungilnya. Kecewa. Terutama Ranti. Sedikit menyesal karena sampai rumah keduluan dengan mbokdenya itu. Coba tidak ketemu mbok Wiryo dulu,pasti jadi dech mendengarkan Brama nodi rumah Wagiman.
Wajahnya yang berpeluh masih berusaha menampakkan senyum tipis pada teman-temannya, "Sesuk meneh yoooo," ( Besok lagi yaaa , ) Ujarnya pelan,tapi tak satupun dari mereka yang menjawab. Mungkin gelo atau kecewa. Mungkin juga kasihan dengan Ranti,yang nyaris tak punya waktu buat bermain.
Wajah yang tadi sumringah telah berganti menjadi murung. Dengan lesu,gadis kecil itu segera merampungkan jemur uwuhnya,agar bisa segera idhak dele. Dengan sayu dipandanginya punggung teman-temannya yang menjauh lalu menghilang di ujung jalan. Andai bisa menjerit,pasti sudah dilakukannya. Sayangnya tak bisa,entah karena apa. Entah kenapa. Dan entah sejak kapan Ranti seolah kehilangan jiwa kecilnya yang pure,yang seharusnya tak mau dikekang. Bukankah gadis kecil seusia Ranti itu,mestinya dunianya hanyalah dunia bermain dan belajar...?
Namun Ranti tidak. Gadis kecil itu terlihat selalu menerima dan suka-rela atas kehidupan yang musti ia jalani sekarang. Tak banyak menuntut dan tak banyak mengeluh. Apakah itu wajar,secara psikologis? Entahlah,hanya itu yang untuk sementara ini bisa disimpulkan.
Readers,
Pertanyaan demi pertanyaan kita pending dulu yeah!
Biar kalian makin kepo,😂
Terus ikuti perjalanan Ranti,kalau ingin tahu jawabannya. Di episode berikutnya dan berikutnya lagi,sedikit demi sedikit akan terjawab juga koq nantinya...heehee
Makanya,lanjut terusss!!!
🤚🤚
Jgn lupa like dan vote-nya,biar Authornya makin cemunguds nulisnya😃😄
Tinggal jejak,biar gampang feedbacknya yeah👌👌
Jgn jdi penyusup,baca diam2...gk betul itu laahhh,ingat...karma masih berlaku,wkwk😂
Sesama Author pasti tahu itu maksudnya 🙄
HAPPY READING,FLENDS!😍
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!