Bahagia yang bercampur kesedihan

Hari yang membahagiakan tiba juga. Sepulang sekolah,Ranti mendapati simboknya duduk di teras sedang berbincang-bincang dengan beberapa tetangga yang sepertinya sengaja bertandang dan temu kangen juga dengan bu Semi. Tidak aneh,sebab bu Semi orangnya terkenal hangat dan suka berbagi kendati keadaannya sendiri juga hanya bisa dibilang cukupan saja.

Bu Semi tersenyum melihat Ranti berjalan mendekati rumah. Wanita lembut itu turun ke halaman untuk menyambut putrinya. Begitupun Ranti,seolah tak sabar dengan langkahnya sendiri yang satu-satu. Ia berlari dan menghambur ke pelukan ibunya,dibarengi dengan tangisan bahagia yang pecah seketika.

"Ranti kangen simbok,"

Bisiknya masih dengan isakan. Bu Semi hanya mampu tersenyum pahit sembari membelai rambut putrinya lembut. Maafkan simbok yo,nduk...hatinya berbisik lirih.

"Sasi wingi bubar ketemu simbokmu to,Ran? Koq wis kangen maneh,"

( Bulan lalu habis ketemu ibumu to Ran? Koq sudah kangen lagi )

Mbah Kromo mengomentari adegan yang baru saja berlangsung. Memang yah,tidak di sosmed tidak di dunia nyata,netizen mayoritas tidak berfikir panjang sebelum melayangkan komentarnya....? Coba saja mbah Kromo yang sudah sepuh itu diberi waktu buat reinkarnasi jadi anak kecil dan harus berpisah dengan ibunya. Mungkin dengan begitu,beliau baru tahu rasanya. Seperti apa rasanya rindu pilu sunyi lara dan nelangsa. Setiap malam menjelang,hanya suara jangkerik yang terdengar. Kalau musim penghujan,suara kodok bangkong yang berlomba memperebutkan predikat suara termerdu. Padahal,setiap anak kecil inginnya dinina-bobokan oleh ibunya,sambil dielus rambutnya sebagai pengantar tidur. Achhh!

Isakan Ranti mereda setelah tubuh mungilnya digendong dengan susah-payah oleh bu Semi.

"Biyuuuhhh,anake simbok wis prawan saiki. Abot nemen lohh,"

( Biyuh,anak gadis ibu sudah besar sekarang. Berat sekali lohh )

Bu Semi berkelakar sembari menggelitiki pinggang Ranti,sekedar mencairkan suasana. Ranti-pun tertawa kecil kegelian kendati matanya masih basah oleh sisa tangisan tadi.

"Ayo,salin dhisik seragame. Bubar iku maem yo nok,mengko lagi jagongan karo simbok maneh."

( Ayo,ganti dulu baju seragammu. Habis itu,makan ya non,nanti baru ngobrol dengan simbok lagi. )

Bu Semi membujuk putrinya yang makin mengeratkan pelukannya. Tapi Ranti menggeleng berulang-ulang tanda tidak mau

"Wehhh,kumat manjane nek simbokke mulih,haahaa...'"

( Weh,kumat manjanya kalau ibunya pulang )

Lik Pairo menggoda Ranti sambil tertawa.

Digoda begitu,Ranti bukannya turun dari gendongan ibunya. Ini malah membenamkan kepalanya di ketek ibunya. Membuat semua yang menyaksikan itu jadi tertawa. Seolah mendapat hiburan gratis,atau hanya sekedar kompensasi karena sudah diberi sekantong kresek oleh-oleh,entahlah hanya mereka sendirilah yang tahu.

Merasa sudah cukup berbasa-basi,atau sudah tuntas kangennya,atau sudah mendapat sesuatu juga,akhirnya mbah Kromo,mbah Wongso,mbokde Giyem,mbokde Arjo,mbokde Marto,Lik Pairo,dan Lik Datun pamit untuk undur diri dan pulang ke rumah masing-masing. Sebenarnya pamit pulang saja dan tidak perlu menyebutkan ada yang tertunda belum dikerjakan karena menyambut kedatangannya tadi,bu Semi juga tidak akan protes sich. Namun karena emak-emak tuh yah,tidak di jaman dulu maupun jaman now,tidak beda jauh : Banyak basa-basinya,heehee.

"Wis,Ran. Tutokno kono sing glendoti simbokmu,mbokde ameh kelan dhisik. Mau wis diracik,rung sido dikelo."

( Wis Ran. Lanjutkanlah glendotin ibumu,mbokde mau memasak dulu. Tadi sudah diracik,belum jadi dimasak.)

Mbokde Marto yang berinisiatif pulang lebih dulu,dan tidak lupa sekantong kresek pemberian bu Semi ditentengnya pula.

"Inggih,mbokde. Nderekne,matur-suwun nggih sampun didolani..."

( Iya,mbokde. Silahkan,terima-kasih yah sudah mampir )

Bu Semi tersenyum ramah menjabat tangan mbokde Kromo yang siang itu mengenakan kebaya kutu baru kembang-kembang warna coklat.

"Aku yo idem,Yu. Matur-suwun oleh-olehe yo..."

( Aku juga,mbakyu. Terima-kasih oleh-olehnya yah )

Disusul Lik Datun yang berdiri dari duduknya,bersalaman dengan bu Semi dan melangkah pulang. Kalau istilah jaman now tuh go home,gitu yah kira-kira. Hee hee.

"Iyo nduk,Semi. Simbah yo pamit sik,sesuk disambung maneh ngobrole. Ayo,Ran...dolan gone simbah. Simbah mau ngundhuh jambu mburi omah lohh,"

( Iya nduk,Semi. Simbah juga pamit dulu,besok disambung lagi ngobrolnya. Ayo,Ran...main ke tempatnya simbah.Simbah tadi memanen jambu belakang rumah lohh )

Kali ini mbah Wongso yang pamit pulang.

Entah,mungkin maksudnya si mbah ini sekilas info atau bagaimana kalau dirinya panen jambu....? Karena dari kalimatnya tidak terdapat tawaran hendak memberi atau berbagi jambu gitu khan yahh? Lahh,terus...si Ranti itu disuruh main ke rumahnya mau ngapain? Melihat-lihat saja gitu,jambunya yang ranum dan putih kemerahan? Tidak cukup apa,selama ini Ranti menelan air liur saking kepinginnya,tiap kali melihat orang tua itu memanen jambunya hingga berbakul-bakul,tapi belum pernah membagikan pada tetangga. Jangankan membagi,melihat Rani yang lewat terus melirik saja sudah dipelototin. Secara khan yah,si mbah satu ini terkenal pelit dan galak. Galaknya sebelas duabelas dech dengan mbok Wiryo.

Kembali Ranti menelan ludah,ingat jambunya mbah Wongso.

"Sesuk tumbaske jambu nang pasar yo mbok,"

( Besok dibelikan jambu di pasar ya bu, )

Tak menghiraukan kata-kata mbah Wongso,Ranti malah merajuk pada ibunya.

"Iyo,nok..."

( Iya,non )

Jawaban yang disertai kecupan di keningnya,membuat gadis kecil itu nyengir.

"Pamit yo,nduk Semi...andum slamet. Dongo-dinongo yo nduk,"

( Pamit ya nduk Semi. Semoga selalu selamat,saling mendoakan ya )

Akhirnya seperti pepatah Jawa : Bar ji bar beh,bubar siji bubar kabeh,heehee

( Yang satu pergi,yang lain ngikut juga )

Kalau saya bilang sich,langkah pertama mengait ke langkah berikutnya. Tidak nyambung yah? Disambungin dong,hahaaha.

"Nggih,mbah,mbokde,Bulik...monggo-monggo. Ndereaken sedoyo mawon,matur-suwun njih sampun dikabarke..."

( Iya,mbah,mbokde,Bulik,silahkan semuanya. Terima-kasih sudah saling mengabari )

Suara kemrecek ( renyah ) bu Semi mengiringi satu persatu tamunya yang undur diri.

Kini tinggal Ranti yang masih belum mau lepas dari gendongan ibunya.

"Ayo to nok,mudun.Simbok wis tuku sayak anyar nggo kowe lohh,"

( Ayo dong non,turun. Simbok sudah membelikanmu dress baru lohh )

Bu Semi mengerjapkan mata dengan lucu untuk membujuk gadis kecilnya.

"Sing ono bandone,mbok? Iyoh?"

( Yang ada bandonya ya mbok? )

Ranti membulatkan matanya ceria,sekedar meyakinkan bahwa ibunya benar-benar membelikan apa yang dipesannya bulan lalu.

"Lahh,iyo...kui welinganmu toh?"

( Lahh iya,itu khan pesananmu ? )

Bu Semi mengangguk-angguk membenarkan.

Kontan Ranti meloncat turun dari gendongan ibunya.

"Ndi,mbok ! Ranti ndelok,"

( Mana,bu ! Ranti ingin lihat )

Kini gantian pergelangan tangan ibunya yang disandera gadis kecil itu. Lalu ditariknya untuk mengambil apa yang barusan mereka bicarakan,yakni set dress kecil dengan bando.

"Ayok,jik nang njero tase simbok."

( Ayok,masih di dalam tasnya ibu )

Hanya dalam hitungan detik,ibu dan anak itu sudah membongkar tas besar warna biru tua yang dari tadi sudah Bu Semi taruh di kamar putrinya yang tidak begitu besar. Sementara Bu Semi membiarkan gadis kecilnya itu memeriksa satu-satu,apa saja yang sudah dibawakannya dari Solo. Hatinya sedikit sesak dengan kesedihan. Kesedihan yang hanya bisa ia tahan sendiri.

"Iki apik,mbok!"

( Ini bagus,bu! ) Ranti menunjukkan sebuah topi berukuran kecil warna hitam, " iki nggo Wagiman yo mbok?" ( Ini buat Wagiman yo,mbok? ) Dan wanita itu hanya mengangguk sembari tersenyum kecut.

Sengaja bu Semi membeli beberapa barang untuk anak cowok,karena ia tahu sekali putrinya itu nanti ingin membagi barang-barang miliknya dengan teman-teman sepermainannya.

"Iki kanggo Menuk !"

( Ini untuk Menuk ) Ranti berseru kegirangan mendapati jepitan rambut warna perak berbentuk bunga. Dan ibunya hanya menyaksikan itu dengan senyuman.

Tanpa Ranti ketahui,ibunya itu menerawang ke atas memandangi langit-langit kamarnya yang tidak terlalu besar. Nampak olehnya,genteng yang sudah menua warnanya ditopang kayu-kayu jati tua yang tak perlu diragukan kuatnya. Tidak ada eternit di kamar putrinya,hingga tidak mustahil saat musim penghujan ( Mongso rendheng ) tiba,percikan air hujan akan menerobos masuk dan meningkahi putrinya itu.

Belum lagi kalau sedang musim barat gede ( banyak angin besar ),pasti debu,daun kering atau ranting-ranting kecil dari pohon di sekitar rumah yang nyelip diantara genteng,pada jatuh menerpa putrinya yang sedang tidur. Duhh Gusti,kapan diparingi rezeki ingkang kathah kangge kawulo...supados ketekan anggadahi gubuk piyambak ingkang bakoh lan rapet kangge ngiyup anak putu...

( Duhh Gusti,kapan diberikan rizki yang banyak buat hamba,agar bisa memiliki rumah sendiri yang kokoh dan layak buat bertedu anak cucu kelak )

Readers😍😍😍

Ayo ikuti terus petualangan Si Ranti 😄

Akan banyak keseruan di episode berikutnya dan berikutnya lagi,I promise!👌

Hanya 1 pesan Author,jangan lupa vote-nya,like-nya dan jejaknya...jangan pelit-pelit jadi orang,tidak ada untungnya tauuuu 😂😂😂,Apalagi sesama Author...kudu saling dukung kita khan yahhh? 💞🌷

Biar makin 💪💪 nulisnya khan...😃

HAPPY READING,GUYS!

Terpopuler

Comments

Atin

Atin

lnjt

2020-11-17

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!