Si Ceria yang terexfloitasi

Mendengarkan radio waktu itu acara yang menarik antara lain : Lagu-lagu jawa atau tetembangan,ketoprak dengan dialog Bahasa Jawa yang menceritakan tentang kehidupan para raja di tanah Jawa. Eum,apalagi ya...ada lagu pop Indonesia dan keroncong juga,waktu itu yang banyak disukai adalah Dina Mariana,Heidy Diana,Obbie Mesaks,Ebiet G Ade,Crisye,dll.

Pemain ketoprak yang suaranya jadi favorit itu pasutri Widayat dan Marsidah,empuk dan ngangeni suaranya,jarene ( katanya ) Heehe.

Selain itu,drama kolosal menjadi yang terfavorit. Ada kisah Brama Kumbara dan Mantili,yang tak kalah seru pastinya dengan Naruto,Inuyasa,drakor atau apalah. Itu seru sekali di zamannya. Suara dubbernya yang waktu itu namanya Ferri Fadly,beuuhh...favorit bingits pokok'e!

Drama dan ketoprak berseri itu diputar di radio setiap hari di channel dan jam yang sama,persis dengan sinetron kalau sekarang mah. Coba tanya penggemar sinetron,bagaimana rasanya kalau tidak mengikuti sehari saja? Pasti pusing karena kepo khan yah? Haaha. Duhh,bagaimana yah si itu kemarin...jadinya bagaimana yah? Mau buat apalagi yah dia,untuk melancarkan aksinya? Yeahh,begitulah kira-kira. Anak-anak jaman dulu juga kalau sekali mengikuti 1 episode,inginnya sich terus mengikuti episode berikutnya,jangan sampai ada yang terlewat. Bakalan gelo alias kecewa kalau sampai tidak.

Begitulah,seperti yang telah disepakati bersama,siang itu teman-teman Ranti berencana membantu mengumpulkan uwuh atau daun kering di kebun mbah Gito Sigit. Dengan harapan,Ranti bisa gabung mereka untuk mendengarkan radio bareng-bareng setelahnya. Kalau istilah sekarang tuch nobar,ehh! Bukan yah? Nobar khan nonton bareng, khan ini mendengarkan bareng...?!

Ya sudah,gitu lah maksudnya,ada barengnya,Heeheee.

Ranti masih terkagum-kagum dengan rumah besar milik mbah Gito Sigit,saat teman-temannya datang secara grudugan ( berbondong-bondong. )

"Ayo,Ran...gek dilekasi,karep ben ndang rampung!"

( Ayo Ran,segera dimulai biar cepat selesai )

Wagiman,si pencetus gagasan dalam hal bantuan,seakan tak ingin membuang waktu.

"Ayo,ayoooo!!!"

Serempak mereka menimpali sang ketua rombongan.

Srekkk srekkk srekkk

Fokus pada sapu masing-masing,bunyi gesekan ujung sapu lidi dengan daun-daun kering memecah kesunyian di kebun nan lengang pada siang hari itu. Nampak si pemilik kebun,mbah Gito Sigit kakung menatap dari pendopo bagian dalam,dengan jarak pandang kisaran 100m. Cukup jelas tertangkap dari netra tuanya kalau itu anak-anak dari dukuh sebelah. Anak siapa saja,adalah hal yang orang tua itu tidak ingin untuk tahu.

Tidak sampai 10 menit,kebun mbah Gito Sigit sudah bersih dari daun-daun kering,efek siklus alami dari angin yang meningkahi dahan-dahan rapuh yang sudah tua dan menguning,hingga begitu mudah untuk disentil lalu dijatuhkan di tanah. Daun yang setia melekat pada dahan,akhirnya ikut luruh juga,merasakan bagaimana sakitnya terhempas dari ketinggian. Sraaakkkkhh! Jeritannya memilukan,bagi yang bisa mendengar. Namun kebijakan manusia,lebih tepatnya mbok Wiryo,yang mau memanfaatkannya sebagai pengganti kayu bakar,membuat si daun tertunda dari kesia-siaan.

Keranjang besar yang tadi dibawa Ranti,sudah penuh dengan uwuh. Tak ayal lagi gadis kecil itupun tersenyum senang dan membisikkan kata terima-kasihnya yang begitu lirih,sampai tidak ada yang bisa mendengar,heehe.

"Saiki kebone sopo maneh?"

( Sekarang kebunnya siapa lagi? )

Menuk berseru antusias,yang disambut dengan semangat 45 oleh yang lain.

"Hiyo kih,ayo gek ndang! Ben ndang rampung!"

( Iya nich,ayo buruan! Biar cepat selesai! )

Arif yang berbadan kecil,tak mau kalah.

"Nangdi meneh kih,Ran?"

( Ke mana lagi nich,Ran? )

Wagiman mengembalikan keputusan pada yang punya gawe,yaitu Ranti.

"Kebone mbah Mangun yoooo!"

( Kebunnya mbah Mangun yah )

Dikelilingi penyemangat,si Ranti-pun tak ingin terlihat lelah.

"Ayoooooo!!!!"

Teriakan menggema dari bocah-bocah mungil itu seperti pawai peringatan 17-an. Menarik perhatian isi rumah-rumah yang dilewatinya,menuju kebun mbah Mangun. Melongokkan kepala dari jendela masing- masing sekedar ingin tahu,ada apa sich ramai-ramai? Tidak biasa-biasanya...

"Oalahhh,Si Ranti golek uwuh ngejak rombongan,koyo karnaval,haahaa..."

( Oalahhj,si Ranti cari daun kering mengajak teman-temannya seperti karnaval )

Ada beberapa yang tertawa melihat tingkah polah Ranti dkk,tapi ada juga yang ngedumel karena terganggu dengan kehebohan mereka. Namun apapun reaksi orang lain,bocah-bocah itu tidak ambil peduli karena dalam fikirannya hanyalah sedang melakukan kebaikan yaitu membantu teman.

Kebun mbah mangun yang posisinya sebelah utara,sekitar 500 meter dari rumah Ranti itu terdapat 2 pohon salam yang besar-besar. Selain besar,pohon itu juga tinggi,sehingga bayangannya yang hitam di waktu malam mirip dengan monster pohon raksasa. Di situ ada juga pohon bambu,yang letaknya paling pinggir dekat jalan. Di ujung barat dekat sumurnya mbah Mangun,ada pohon kedondong dan klayu yang belum terlalu besar tapi sudah sering berbuah. Dan kalau sedang berbuah,bagai maknet yang terus menarik bukan hanya kami,anak-anak lain juga,untuk memanjat dan memetiknya.

Tak butuh waktu lama buat kami untuk memindahkan daun-daun kering dari kebun mbah Mangun ke keranjang Ranti. Dan taraaaaa,2 keranjang besar sudah penuh. Siap dijemur di halaman rumah mbok Wiryo. Hampir beres,ketika hal tak terduga itu datang.

"Bar kui gek idhak!"

( Habis itu langsung menginjak- injak kedelai di tumbu )

Suara berat mbok Wiryo yang baru pulang dari pasar,membuat Ranti dkk melongo sebentar,lalu mengeluh kecewa. Tapi lagi-lagi tak ada yang berani protes.

Yaaaaaahhhhhhh!

Kegiatan menjemur uwuh di halaman terhenti seketika,hanya keluhan lirih mendesis dari bibir-bibir mungilnya. Kecewa. Terutama Ranti. Sedikit menyesal karena sampai rumah keduluan dengan mbokdenya itu. Coba tidak ketemu mbok Wiryo dulu,pasti jadi dech mendengarkan Brama nodi rumah Wagiman.

Wajahnya yang berpeluh masih berusaha menampakkan senyum tipis pada teman-temannya, "Sesuk meneh yoooo," ( Besok lagi yaaa , ) Ujarnya pelan,tapi tak satupun dari mereka yang menjawab. Mungkin gelo atau kecewa. Mungkin juga kasihan dengan Ranti,yang nyaris tak punya waktu buat bermain.

Wajah yang tadi sumringah telah berganti menjadi murung. Dengan lesu,gadis kecil itu segera merampungkan jemur uwuhnya,agar bisa segera idhak dele. Dengan sayu dipandanginya punggung teman-temannya yang menjauh lalu menghilang di ujung jalan. Andai bisa menjerit,pasti sudah dilakukannya. Sayangnya tak bisa,entah karena apa. Entah kenapa. Dan entah sejak kapan Ranti seolah kehilangan jiwa kecilnya yang pure,yang seharusnya tak mau dikekang. Bukankah gadis kecil seusia Ranti itu,mestinya dunianya hanyalah dunia bermain dan belajar...?

Namun Ranti tidak. Gadis kecil itu terlihat selalu menerima dan suka-rela atas kehidupan yang musti ia jalani sekarang. Tak banyak menuntut dan tak banyak mengeluh. Apakah itu wajar,secara psikologis? Entahlah,hanya itu yang untuk sementara ini bisa disimpulkan.

Readers,

Pertanyaan demi pertanyaan kita pending dulu yeah!

Biar kalian makin kepo,😂

Terus ikuti perjalanan Ranti,kalau ingin tahu jawabannya. Di episode berikutnya dan berikutnya lagi,sedikit demi sedikit akan terjawab juga koq nantinya...heehee

Makanya,lanjut terusss!!!

🤚🤚

Jgn lupa like dan vote-nya,biar Authornya makin cemunguds nulisnya😃😄

Tinggal jejak,biar gampang feedbacknya yeah👌👌

Jgn jdi penyusup,baca diam2...gk betul itu laahhh,ingat...karma masih berlaku,wkwk😂

Sesama Author pasti tahu itu maksudnya 🙄

HAPPY READING,FLENDS!😍

Terpopuler

Comments

Netty N Cach Yanty

Netty N Cach Yanty

ehm...sandiwara radio😁

2020-11-21

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!