Tangis Di Kala Hujan

Tangis Di Kala Hujan

Chairunnisa Salsabila Putri

Chairunnisa Salsabila Putri, nama cantik yang tersemat dalam diriku. Nama indah pemberian kedua orangtua. Anugerah terindah yang aku dapatkan, sesaat setelah aku terlahir ke dunia. Satu-satunya hal yang mengikatku dengan keluarga besarku. Nama yang terus mengingatkanku akan jati diri hidupku. Mengingat darah yang terus mengalir dalam nadiku. Nisa panggilan cantik yang terngiang di telingaku. Namun tak secantik hubunganku dengan kedua orangtuaku. Keluaga yang seharusnya melindungiku, menjagaku bahkan memberi rasa aman. Namun nyatanya, aku merasa asing berada diantara mereka. Bahkan sempat terbersit dalam benakku. Dalam tubuhku tidak mengalir darah mereka. Mengingat perbedaan yang ada diantara kami.

"Mbak Nisa, sudah ditunggu di meja makan!" Ujar mbak Nur, salah satu ART di rumahku. Seketika aku menoleh, mengangguk pelan sembari tersenyum kepadanya.

Mbak Nur, salah satu ART termuda di rumah. Usianya tak jauh beda denganku. Dia beberapa tahun lebih tua dariku. Mbak Nur bekerja di rumahku, sejak tiga tahun yang lalu. Usianya yang hampir sebaya denganku. Membuatku merasa nyaman, seolah aku memiliki saudara perempuan. Mbak Nur mungkin ART bagi keluagaku, tapi dia sahabat sekaligus saudara bagiku. Mbak Nur menggantikan bik Siti ibunya. Usia yang tak lagi muda, membuat Bik Siti berhenti bekerja. Bik Siti sudah seperti ibu bagiku. Kini mbak Nur putrinya yang menjadi saudaraku. Aku merasa nyaman bersama mereka, tapi asing dengan keluarga besarku.

"Mbak, mereka sudah berkumpul?" Sahutku, mbak Nur mengangguk pelan. Aku menghela napas pelan, lalu berdiri keluar dari kamarku.

"Papa!" Ujarku lagi, mbak Nur mengangguk seraya tersenyum. Seutas senyum yang menjawab gundah di hatiku. Mbak Nur tempatku berkeluh kesah. Dia mengetahui segalanya, hanya padanya aku percaya. Tak ada yang aku rahasia diantara kami. Sebab itu, mbak Nur tersenyum menjawab pertanyaanku. Mbak Nur menyadari, rasa engganku bertemu dengan papa. Seorang ayah yang tak lagi aku kenal.

"Mbak Nisa, semua sudah berkumpul. Bahkan ada tamu khusus yang datang pagi ini. Sebab itu, bapak meminta mbak Nisa segera datang!"

"Siapa yang datang sepagi ini?" Sahutku terkejut, merasa aneh saat mendengar ada tamu di pagi hari.

Ini masih sangat pagi, bukan waktu yang tepat bertamu. Seorang tamu yang datang, bahkan di saat sarapan. Pasti dia bukan tamu sembarangan. Entah siapa yang datang? Aku tidak ada urusan dengan tamu papa. Aku pergi menemui mereka. Sebab hanya waktu sarapan aku bisa berkumpul dengan mereka. Setidaknya, saat sarapan aku bisa menghargai mereka. Menganggap keluarga ini utuh dan tak asing bagiku.

"Mbak Nur, bisa tolong siapkan roti untukku. Nanti masukkan ke dalam kotak makan. Aku akan membawanya ke kampus. Aku tidak ingin sarapan bersama mereka. Pasti ada pembicaraan penting saat sarapan. Aku malas mendengarnya, lebih baik aku membawa bekal!"

"Tapi, bapak berpesan mbak Nisa harus ikut sarapan bersama!" Sahut mbak Nur ragu, aku tersenyum simpul. Aku merangkul mbak Nur dengan tangan kananku. Sedangkan tangan kiriku membawa beberapa buku pelajaran. Aku memahami kekhawatirannya.

"Tenang, aku tetap kesana. Namun aku tidak ingin sarapan. Aku akan datang menyapa, setelah minum susu. Aku langsung pergi ke kampus!"

"Ibu sengaja membuat makanan kesukaan mbak Nisa!" Ujar mbak Nur membujukku, aku diam membisu.

"Apa yang mereka rencanakan?" Batinku.

"Mbak Nisa, ada apa?" Ujar mbak Nur membuyarkan lamunanku. Aku tersentak, lalu tersenyum simpul menghapus kecemasan di wajah saudara perempuanku.

"Mbak Nisa baik-baik saja?" Ujarnya gelisah, aku mengangguk pelan.

"Aku baik-baik saja, selama mereka tidak mengusikku!" Gumamku lirih.

Aku berjalan perlahan menuju meja makan. Mbak Nur langsung pergi ke dapur, menyiapkan pesanan yang aku minta tadi. Beberapa langkah lagi, aku sampai di meja makan. Telingaku sudah bisa mendengar tawa mereka. Suara yang menggema di meja makan panjang. Tawa beberapa orang yang lupa akan rasa syukur. Tawa yang mengusik hati nuraniku, kala menyadari mereka tak lain keluargaku. Mereka yang tak pernah ingin mengenal rasa sakit orang lain. Sekadar mengingat rasa lapar orang-orang di sekitar mereka.

"Nisa, kenapa lama sekali? Sekarang duduk, kami sudah menunggu terlalu lama!" Teriaknya, suara barito yang menggema. Suara yang tak lagi menyimpan rasa nyaman bagiku. Tatapan tajam yang nampak, seolah marah dan menyalahkanku.

Braaakkk

Suara keras buka yang aku letakkan di atas meja makan. Semakin mempertajam tatapannya, menambah amarah yang siap meledak. Aku duduk tepat di sudut terakhir. Berhadapan langsung dengan tamu istimewa keluarga ini. Aku tak pernah menjauh dari keluarga ini. Namun tak pernah juga aku mendekat. Sebagai putri bungsu, aku memilih duduk di sudut meja. Menempatkan diriku di sudut ternyaman yang taj tersentuh mereka.

"Nak Dimas, maaf sudah lama menunggu. Sekarang kita bisa memulai sarapannya!" Ujar tuan besar rumah ini. Aku tersenyum kecut, merasa jijik mendengar keramahannya hanya untuk orang-orang atas.

"Silahkan!" Sahut laki-laki bernama Dimas. Aku menunduk, tubuhku terasa panas. Tak lagi ada rasa nyaman yang terasa. Ingin rasanya aku berlari pergi. Namun ada janji yang membuatku harus tetap bertahan di rumah ini.

"Silahkan!" Ujarnya, sembari menyodorkan sepiring nasi padaku. Aku mendongak terkejut, seketika aku menggelengkan kepala. Aku menolak sikap ramahnya. Dia tersenyum simpul, lalu meletakkan piring berisi nasi di depannya. Aku jelas melihat rasa kecewanya. Aku menoleh ke ujung meja makan. Nampak dua bola mata papa tengah menatap tajam ke arahku.

"Maaf, pagi ini saya tidak sarapan. Sebab ada ujian pagi, takut terlambat ke kampus!" Sahutku, dia mengangguk pelan. Dia mencoba menerima penjelasanku. Meski terlihat jelas kekecewaan di wajahnya.

"Nisa, kamu harus sarapan. Ingat, riwayat asam lambung yang kamu miliki!"

"Aku sudah meminta mbak Nur menyiapkan bekal. Segelas susu hangat sudah cukup!" Sahutku, sembari meminum segelas susu hangat yang disiapkan mbak Nur.

"Nisa!" Ujar papa tegas, aku diam membisu.

Kreeekk

"Semuanya, saya pergi lebih dulu!" Ujarku lirih, sembari berdiri. Suara derit kursi, bak genderang perang yang kutabuh. Genderang perang pertanda sikap keras kepalaku.

Aku menangkupkan kedua tanganku, aku mengangguk pelan menyapa laki-laki di depanku. Seutas senyum terlihat di wajah tampannya. Sebagai balasan hangat yang aku tunjukkan. Aku mencium punggung tangan papa, mama dan kedua saudaraku. Aku menghormati mereka, tak pernah aku bersikap tak pantas. Meski sampai detik ini, tak pernah ada titik temu diantara kami.

"Nisa, kakak sudah mentransfer uang jajan bulan ini!"

"Terima kasih!" Sahutku dingin, kak Faiz terdiam. Hanya uang bentuk kasih sayangnya padaku. Tak pernah aku merasakan hangat rangkulannya. Dia kakak tertuaku, pengganti kedua orangtuaku. Namun, sebatas uang dia menunjukkan kasih sayangnya padaku.

"Nak Dimas, maafkan sikap Nisa. Dia selalu mengutamakan kuliahnya!" Ujar papa, seolah takut Dimas marah dengan sikap dinginku.

"Izinkan aku mengantarmu!" Ujarnya menawarkan diri, aku menggeleng pelan.

"Chairunisa, papa tidak pernah mengajarkan sikap tak pantas seperti ini!"

"Tidak masalah, lain kali saja!" Sahutnya lirih, aku menatap lekat ke arahnya. Banyak pertanyaan di benakku, siapa dia yang begitu dipedulikan papa?

"Chairunisa Salsabila Putri, mahasiswi semester akhir fakultas keperawatan!" Ujarku, sembari menangkupkan tangan.

"Di...!"

"Aku harus pergi, assalammualaikum!" Ujarku menyela, dia terdiam.

"Siapapun dirimu? Maaf, aku tak ingin mengenalmu. Sebab, mereka yang memintamu. Aku tidak ingin tunduk pada keinginan mereka. Sekali lagi maaf, aku telah melukaimu!" Batinku, sembari aku tinggalkan meja makan. Aku merasa asing di tempat ternyaman dalam hidupku.

Terpopuler

Comments

Sugiharti Rusli

Sugiharti Rusli

sepertinya menarik, karena berkonflik dengan keluarga kandung sendiri yah,,,

2024-11-29

0

Afternoon Honey

Afternoon Honey

nyimak bacaan cerita ini dulu semoga diselesaikan authornya sampai tamat

2024-11-09

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!